Rabu, 05 04 2023
Hari Rabu dalam Pekan Suci
- Yes. 50:4-9a.
- Mzm. 69:8-10,21-22,31,33-34.
- Mat. 26:14-25.
MESKIPUN Yesus tahu bahwa Ia akan dikhianati oleh Yudas, Ia tidak mengurungkan niat-Nya untuk merayakan Perjamuan Paskah bersama murid-murid-Nya.
Cinta kasih dirayakan mulai dari meja makan. Makan dan doa bersama menjadi acara dibalut dengan kehangatan kebersamaan dalam kasih Tuhan.
Namun apa yang hendak dikata jika ada hati yang penuh dengan keserakahan hingga makan bersama yang mestinya diwarnai dengan berbagai kasih dan perhatian justru menjadi awal pengkhianatan.
Seperti yang kita dengar dalam bacaan Injil hari ini,
“Pesan Guru waktu-Ku hampir tiba, di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku.”
Melalui perjamuan makan bersama ini, Tuhan mengawali langkah cinta-Nya untuk membongkar keserahakan Yudas.
Kita bisa merenungkan dan belajar dari kegagalan Yudas yang telah menghianati Yesus.
Dengan demikian kita berharap supaya tragedi kegagalan Yudas ini tidak terjadi dalam kehidupan kita.
Menghianati Yesus bukan hanya dengan murtad dan meninggalkan-Nya, tetapi yang paling berbahaya dan mengerikan adalah tetap mengikuti Yesus atau tetap hidup menggereja, namun dipenuhi atau diselubungi dengan motivasi yang salah, yang intinya hanya untuk kepentingan pribadi.
Kiranya kegagalan Yudas ini boleh menjadi “warning” buat kita.
Marilah kita mohon Roh Kudus menolong kita, dan menerangi hati kita untuk melihat apakah motivasi kita sudah benar atau sudah melenceng.
Misalkan dalam liturgi, menggereja, melayani, memberikan persembahan, dan lain-lain.
Jika motivasi kita salah dalam segala aktivitas rohani, maka secara tidak langsung kita sudah atau sedang menghianati Yesus dengan aktivitas rohani kita.
Keserahakan telah menguasai hati hingga perangkap jahat untuk berkhianat dimulai dari aktivitas rohani kita.
Tragis dan menyedihkan karena hati yang kotor sulit sekali kembali jernih.
Seperti dalam perjamuan makan yang diadakan Tuhan, karena tidak semua yang masuk kamar makan memiliki niat suci untuk merayakan perjamuan bersama.
Allah selalu penuh kasih mengundang orang baik dan orang jahat makan bersama pada meja yang sama.
Sering kali kita mengabaikan pentingnya kebersamaan dan merayakan kasih di kamar makan.
Keindahan meja makan telah dirampas oleh pikiran-pikiran liar yang bisa muncul dalam bentuk yang halus dan memanjakan naluri dan gengsi.
Sikap tulus dalam melayani Tuhan dan sesama tereduksi menjadi jalan untuk mencari diri dan kemungkinan memenuhi ambisi pribadi.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku bisa merayakan kasih dan perhatian di dalam perjamuan dengan Tuhan?