INI nukilan isi hati setelah tiga hari ada di Wamena, Keuskupan Jayapura, Papua.
Bapa bapa, mama mama, adik adik semuanya yang dikasihi Tuhan Yesus. Saya sengaja datang dari Bandung ke Hepuba yang jaraknya adalah 3.481 km, karena Papua sudah mulai ada di hati saya.
Sudah sejak Oktober 2021, Papua semakin ada di dalam hati saya.
Bulan Oktober 2021 tersebut, saya berjumpa sahabat saya Octovianus Mote di Amerika. Octo bercerita tentang perjuangan dan penderitaan orang Papua. Octo yakin bahwa Tuhan Yesus akan membantu orang Papua untuk bisa hidup lebih damai dan bahagia.
Octovianus Mote adalah adik kandung Pastor Jack Mote almarhum. Saya juga mengenal Romo Nato Gobay, Romo Neles Tebay, Mgr. John Saklil.
Mereka semua sudah almarhum dan sudah berjuang melayani masyarakat Papua.
Masih ada beberapa romo lain yang sudah almarhum antara lain Romo Yulianus Bidau Mote, Romo Michael Tekege, Romo Andreas Trismadi, dan Romo Santon Tekege.
Mereka semuanya sudah meninggal dunia melayani Papua.
Janji saat tahbiskan akan layani tanah dan masyarakat Papua
Di Wamena ini, saya telah jumpa banyak imam seperti Romo Korneles Kopon, Romo Petrus Hamsi, Romo Yohanes Ansi Mangguwo, Romo Yeremias Lado OFM, Romo Aloysius Hubi, dan beberapa imam lain termasuk Romo Paul Tan Pr.
Romo Paul Tan itu keturunan Tionghoa. Ia besar di Kaimana, Keuskupan Manokwari-Sorong dan saat tahbisan imam beberapa puluh tahun silam, juga sudah berjanji mau melayani tanah dan orang Papua sampai akhir hidupnya.
Tentu saja masih banyak romo lain yang masih melayani Papua dengan sepenuh hati seperti Romo Yan Dou, Romo John Bunai, Romo Nico Dister OFM, Mgr. Leo Laba Ladjar OFM yang meski pensiun tetap memilih melayani Papua.
Tentu saja harus juga Mgr. Yanuarius Matopai You yang baru ditahbiskan menjadi Uskup Keuskupan Jayapura 2 Februari 2023 yang lalu. Beliau sudah pastilah sangat mencintai Papua.
Saya sampai ke Hepuba ini atas usul Mgr. Paskalis Bruno OFM yang bersama Pastor Peter Aman OFM almarhum sudah datang melayani umat di Lembah Balim tahun 1986.
Mgr Paskalis sebagai Provinsial OFM juga sering berkunjung ke Wamena sekitar tahun 2000-an.
Bahkan sesudah tahbisan Mgr. Yan di Jayapura awal Februari 2023 lalu. Mgr. Paskalis juga berkunjung ke Hepuba kembali.
Meski Mgr. Paskalis sekarang sudah menjadi Uskup Keuskupan Bogor, namun tanah dan masyarakat Papua masih ada di dalam hati beliau.
Semua uskup dan imam baik yang masih hidup maupun sudah dipanggil Tuhan -baik yang asli Papua maupun pendatang- asal dari mana pun saya yakin mencintai Papua dan sungguh ingin melayani dan membangun Papua.
Orang Papua asli dan pendatang semuanya ingin hidup damai dan bahagia.
Belajar untuk berbagi
Hari ini kita merayakan Kamis Putih. Ada dua hal yang penting yaitu Yesus membasuh kaki murid murid-Nya dan Yesus makan bersama murid muridnya dalam perjamuan Ekaristi.
Kita semua diajak Yesus untuk saling membasuh kaki artinya saling melayani. Semangat melayani adalah melawan semangat egois. Orang yang egois hanya berpikir untuk kepentingan dan keuntungan dirinya.
Kemarin pagi saya berjumpa Marta Asso yang baru berusia 11 tahun. Marta Asso berteman dengan Marta Wetipo yang baru berusia delapan tahun. Mereka berbeda gereja.
Marta Asso beragama Katolik. Marta Wetipo dari Gereja Kristen Kingmi. Meski berbeda gereja, mereka berteman.
Marta Asso kemarin berjualan sirih pinang membantu ibunya. Lihatlah meski masih anak-anak, tapi sudah mau membantu ibu berjualan sirih pinang; mencari tambahan penghasilan untuk keluarga.
Mereka masih senang bermain tapi juga memilih membantu orangtua. Mari kita yang merayakan Kamis Putih juga belajar untuk tidak egois.
Mari kita belajar membantu orang lain.
Kita juga diajak Yesus untuk makan bersama dalam perjamuan Ekaristi. Artinya, kita diajak untuk berjuang agar setiap orang bisa makan dan hidupnya tercukupi.
Tradisi adat khas Papua: makan bakar batu
Dalam tradisi Papua ada tradisi bakar batu yang dimasak bersama. Kalau makanan sudah matang lalu dibagikan kepada semua. Semua baru makan, kalau semua sudah mendapat makanan.
Tidak ada yang makan duluan. Tidak ada yang mengambil makanan sendiri. Semua menunggu bagian dan baru mulai makan kalau semua sudah mendapat makanan bagiannya. Tradisi makan bersama ini sungguh indah luar biasa. Kita memang harus berjuang agar semua orang bisa makan.
Sejak saya sampai Hepuba, saya hanya makan ubi dan keladi dengan sayur. Saya tidak makan nasi selama di Hepuba. Saya lihat ubi dan keladi bisa ditanam begitu saja di tanah Papua yang subur.
Tidak seharusnya orang Papua kekurangan makanan.
Membasuh kaki umat Papua yang selalu murah senyum
Selama di Hepuba, saya juga tidak mandi di kamar mandi; tapi mandi di sungai kecil dekat pastoran. Airnya jernih, bersih, dan segar. Badan terasa segar dan lebih sehat.
Saya bahagia boleh menikmati ubi, keladi, sayur, buah buahan, dan air dari tanah Papua yang subur dan indah ini.
Mari kita yang merayakan Kamis Putih berjanji kepada Tuhan Yesus untuk saling melayani dan berjuang agar semua orang bisa makan bersama dengan bahagia.
Tidak boleh seorang pun berkekurangan.
Kita harus saling membantu agar semua orang di Papua -baik yang asli Papua maupun yang datang dari daerah lain- namun memilih menjadi orang Papua bisa semakin bersaudara dan berjuang bersama utk kehidupan yang lebih baik, adil, damai, dan bahagia. (Berlanjut)
Kamis Putih, 6 April 2023
Romo Ferry SW
Hari Kamis Putih di Paroki Hepuba, Wamena, Keuskupan Jayapura, Papua
Baca juga: Perjalanan ke Wamena, Papua: Pagi-pagi di Hepuba (3)
Sangat berkesan sekali membaca cerita perjalanan romo ke Papua dan belajar untuk berbagi kepada sesama dihari Kamis Putih.
Selamat melayani romo?❤️?
Terima kasih Romo Ferry yang telah share link ini…sehingga saya dapat mengetahui lebih banyak mengenai suasana Umat Paroki di Paroki Hepuba – Wamena, Keuskupan Jayapura – Papua..
Salam Paskah… dari Paroki Santo Petrus – Katedral – Keuskupan Bandung, 9 April 2023