Menarik untuk mengamati fenomena golput (golongan putih), ialah mereka yang tidak bisa atau dengan sengaja tidak mau menggunakan hak pilihnya. Pada Pilgub DKI Jakarta Putaran I (11/07) yang lalu, golput mencapai 36% lebih. Angka tersebut besar dan sangat signifikan.
Bagaimana seumpama jumlah golput pun dihitung? Menurut KPU DKI, yang tercatat dalam DPT adalah 6.962.348. Lalu ada 10.060 orang yang tercatat dalam Daftar Pemilih Sementara namun tidak tercetak dalam DPT. Dengan demikian total pemilih sah versi KPU DKI ada 6.972.408 orang. Maka kita akan dapatkan gambaran data sebagai berikut:
No Urut |
Pasangan |
Jumlah Suara |
Prosentase |
1 |
Foke – Nara |
1,476,648 |
21.18% |
2 |
Hendardji – Riza Patria |
85,990 |
1.23% |
3 |
Jokowi – Ahok |
1,847,157 |
26.49% |
4 |
Hidayat – Didik |
508,113 |
7.29% |
5 |
Faisal – Biem |
215,935 |
3.10% |
6 |
Alex – Nono |
202,643 |
2.91% |
Suara tidak sah |
93,047 |
1.33% |
|
Golput |
2,542,875 |
36.47% |
|
DPT + Tambahan 10,060 |
6,972,408 |
100.00% |
Kita lihat bahwa ternyata pemenang Pilgub DKI 2012 Putaran I adalah Golput! Sementara itu, legitimasi kuat bagi gubernur dan wakil gubernur terpilih sebenarnya adalah apabila mereka bisa memeroleh dukungan minimal 3.486.204 + 1 suara. Itu idealnya.
Masih sekedar untuk melengkapi gambaran mengenai fenomena golput, berikut ini adalah data yang dikeluarkan oleh KPUD DKI berdasarkan DPT yang tercetak saja:
Jender |
Daftar Pemilih Tetap |
Gunakan Hak Suara |
Golput |
Lelaki | 3,543,970 (51%) | 2,144,887 (31%) | 1,399,083 (20%) |
Perempuan | 3,418,378 (49%) | 2,262,254 (32%) | 1,156,124 (17%) |
Total | 6,962,348 (100%) | 4,407,141(63%) | 2,555,207 (37%) |
Dari sisi jender, jumlah pemilih lelaki dan perempuan berimbang (51:49). Besaran golput pada kedua jender pun sama-sama besar dan berimbang. Karena 2 dari tiap 5 orang lelaki adalah golput, dan 3 dari setiap 10 perempuan memilih golput. Kisaran tetap pada angka 30%. Ini bisa menjadi kajian riset yang menarik: apakah alasan menjadi golput relatif sama pada kedua jender, atau adakah hubungan sebab-akibat antara alasan dengan jenis jender?
Meski belum ada data terkini dan akurat, beberapa sebab dan/atau alasan yang membuat orang tidak menggunakan hak suaranya barangkali seputar hal-hal berikut ini:
- Tiba-tiba ada keperluan, appointment atau tugas di luar kota atau luar negeri pada hari-H, padahal yang bersangkutan sudah terdaftar di DPT.
- Ada yang memang sejak awal tidak terdaftar dalam DPT.
- Ada yang tidak mau tahu dengan hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat.
- Ada yang tidak bisa memercayai sistem Pemilihan: terlalu banyak kecurangan, terlalu sarat dengan kepentingan politis kelompok tertentu, hanya sekedar formalitas untuk memeroleh legitimasi kekuasaan, dsb.
- Ada yang sudah terlanjur apatis bahwa Pemilihan apa pun sia-sia karena de facto tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik. Janji kampanye hanyalah nonsens.
- Ada yang merasa bahwa tidak ada calon yang memenuhi kriteria yang dia miliki.
Dan masih bisa ditambahkan lagi sebab dan/atau alasan mengapa orang tidak menggunakan haknya. Ada sebab-sebab yang di luar kontrol, tetapi tidak sedikit pula yang masih dalam kapasitas yang bersangkutan untuk menentukan.
Apa pun sebab/alasannya, pokok himbauan dari KAJ dalam konteks Pemilu 2009 yang lalu tetap relevan untuk kita pertimbangkan. Memilih adalah hak dan tanggung jawab kita sebagai warga Gereja yang sekaligus adalah warga masyarakat. Tidak memilih berarti membiarkan pihak-pihak yang tidak dikehendaki untuk pegang kendali atas kebaikan umum (bonum commune).
Tidaklah cukup bahwa sebagai orang Kristiani kita hanya bersikap cuek bebek. Sama sekali juga tidak memadai jika kita memosisikan diri sebagai penonton yang pasif. Memberikan komentar sinis atau apatis (betapa pun kritis, tetapi dari jarak yang aman) juga tidak menunjukkan tanggung-jawab iman yang dewasa. Iman Kristiani menuntut pertanggung-jawaban kita dalam keterlibatan aktif mengupayakan kebaikan bersama.
Dalam kondisi tertentu, neutral means betrayal. Demikian dikatakan oleh Dom H. Camara (1909-1999), salah satu uskup di Brazil. Orang Kristiani mesti berpendirian jelas, bukan suam-suam kuku. Dengan kemerdekaan nurani mestinya kita ikut memilih para calon yang lebih mendekati cita-cita bonum commune. Meski kita hanya memiliki hak satu suara tetapi suara tersebut akan diperhitungkan, karena setiap suara memang akan dihitung!
Pasangan Foke-Nara dan Jokowi-Ahok pada dasarnya memiliki peluang yang sama untuk memperebutkan suara warga golput memenangi putaran II. Siapa yang mampu menyampaikan program perubahan secara nyata dan sederhana di bidang pelayanan publik, lapangan kerja, masalah kemacetan, pendidikan, dan kesehatan sehingga meyakinkan golput untuk memilih, niscaya akan terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta 2012-2017.