BARU saja para murid mengalami mukjizat penggandaan roti (Yohanes 6: 1-15). Yesus yang mengundurkan diri dari khalayak yang hendak mengangkat-Nya menjadi raja; masuk ke dalam doa (Yohanes 6: 15).
Dia bersyukur kepada Bapa atas karya besar yang dilakukan melalui Diri-Nya.
Orang perlu belajar dari Yesus tentang rasa syukur ini. Dia selalu melibatkan Allah Bapa dalam mukjizat-mukjizat yang menjadi sarana pewartaan-Nya (Yohanes 6: 11; 11: 42).
Bagaimana selama ini aku bersyukur atas mukjizat dan karya Tuhan dalam atau melalui hidupku?
Sementara Yesus berdoa, para murid mendayung perahu menuju ke seberang, kota Kapernaum (Yohanes 6: 16). Mereka menyeberang tanpa Yesus. Mereka mesti menghadapi gelombang dan angin kencang.
Mendayung perahu di air yang tenang saja berat. Betapa lebih berat lagi menggerakkan perahu dengan dayung di tengah gelombang. Perahu berjalan lambat dan mereka amat lelah.
Rasa lelah membuat energi serasa habis dan daya konsentrasi menipis. Pandangan mata bisa kabur. Apalagi hari sudah mulai malam.
Masuk akal mereka tidak bisa melihat dengan baik. Ketika Yesus mendekat, mereka tidak melihat. Malah merasa takut.
Bukankah itu juga yang terjadi dalam hidup kaum beriman? Mereka kadang mesti menyeberangi hidup di tengah malam gelap dan menghadapi gelombang. Mereka merasa tanpa Tuhan; suasananya serba tidak tenang.
Di manakah Tuhan Yesus? Apakah Dia membiarkan orang beriman dan para pengikut-Nya berjalan sendirian?
Ternyata tidak. Setelah berdoa kepada Bapa-Nya, Dia mendatangi mereka dan menyertai perjalanan hidup mereka.
Dia bersabda, “Ini Aku, jangan takut.” (Yohanes 6: 20).
Kemudian mereka mempersilakan Yesus masuk ke dalam perahu sehingga sampai ke tujuan dengan selamat.
Marilah berdoa, “Tuhan Yesus, masuklah ke dalam perahu kami.” Amin.
Sabtu, 22 April, 2023