Lectio Divina 07.05.2023 – Jangan Gelisah Hatimu

0
433 views
Ini Aku, jangan gelisah hatimu by Teena Jacob.

Minggu. Hari Minggu Paskah V (P)

  • Kis. 6:1-7
  • Mzm. 33:1-2.4-5.18-19
  • 1Ptr. 2:4-9
  • Yoh. 14:1-12

Lectio (Yoh. 14:1-12)

Meditatio-Exegese

Janganlah gelisah hatimu

Yesus menyentakkan kesadaran para Rasul .karena Ia bernubuat akan pengkhianatan Petrus. Sabda-Nya, “Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” (Yoh 13:38).

Penyangkalan tidak hanya dilakukan oleh Petrus, tetapi juga oleh jutaan orang lain ketika mengalami penolakan, penyiksaan, dan, bahkan, ancaman pembunuhan karena iman pada Yesus.

Pengalaman penyangkalan membekas begitu dalam di hati Yesus. Ia pasti belajar dari pembangkangan bangsa-Nya  di gurun setelah dibebaskan dari perbudakan Mesir. Maka, siapa pun yang menyangkal, ia tidak akan memasuki tanah terjanji, yakni: tanah air sejati, yang dijanjikan Allah melalui tindakan penyelamatan oleh Yesus Kristus.

Menghadapi ancaman penyangkalan iman, Yesus menguatkan para sahabat-Nya, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” (Yoh. 14:1). 

Musa pun membesarkan hati bangsanya, “Tuhan, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati.” (Ul. 31:8).

Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal

Selama perjamuan terakhir, Yesus berbicara terus terang tentang kepergian-Nya yang sudah dekat. Ia menyatakan bahwa Ia kembali kepada Bapa untuk mempersiapkan tempat bagi para murid-Nya di rumah Bapa-Nya.

Ia tidak hanya pergi untuk mempersiapkan tempat terlindung, aman dan damai. Terlebih Ia mempersiapkan tempat terbaik bagi seluruh murid-Nya, tempat di mana Bapa-Nya berada.

Di tempat itulah seluruh murid-Nya diundang untuk bersatu hati dengan mesra, menjalin persahabatan dan bersuka cita dengan Bapa-Nya di meja perjamuan yang disediakan (Luk 12:37; Mat 8:11). 

Janji Yesus yang dimeteraikan dengan sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya tidak sebanding dengan pengkhianatan atas iman pada-Nya. Santo Paulus mengingatkan untuk terus berpegang teguh pada iman akan Yesus Kristus, walau penderitaan, pemenjaraan, penyiksaan, bahkan, kematian harus dialami.

“Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Rom 8:18).

Kedatangan-Nya kembali mengacu pada pada Kedatangan-Nya yang kedua (Parousia) di akhir jaman (bdk. 1Kor. 4:5; 11:26; 1Tes. 4:16-17; 1Yoh. 2:28) dan perjumpaan-Nya dengan setiap jiwa setelah kematian. Kristus telah menyediakan tempat tinggal di surga melalui karya penebusan.

Maka, sabda-Nya tak hanya ditujukan pada para kedua belas Rasul, tetapi juga kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya sepanjang perjalanan waktu. Tuhan akan menghantar mereka yang percaya pada-Nya dan tetap setia pada-Nya masuk ke dalam kemuliaan yang telah dipersiapkan-Nya.

Akulah jalan dan kebenaran dan hidup

Yesus menyingkapkan, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.” (Yoh. 14:6),  εγω ειμι η οδος και η αληθεια και η ζωη, ego eimi he hodos kai aletheia kai he zoe, ego sum via et veritas et vita.

Dialog Yesus dengan Tomas dan Filipus menjadi relevan hingga saat ini. Mereka berdua mewakili orang yang berziarah mencari wajah Allah dan rindu berjumpa dengan-Nya. Tomas memohon petunjuk tentang jalan kepada Bapa; dan Filipus memohon untuk melihat Bapa.

Yesus menanggapi dengan menyingkapkan identitas diriNya dengan nama yang disingkapkan Allah pada Musa, “AKU adalah AKU” (Kel 3:14); dan Ia menyingkapkan tiga hal yang hanya bisa diwahyukan oleh Allah: Akulah jalan dan kebenaran dan hidup (Yoh 14: 6).

Akulah jalan. Hanya Yesus sendiri yang tahu jalan menuju Bapa, karena Ia telah ada bersama Bapa sejak awal mula. “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”,  In principio erat Verbum, et Verbum erat apud Deum, et Deus erat Verbum  (Yoh 1:1).

Yesus tidak hanya memberi peta jalan atau tuntunan. Tetapi Ia pribadi adalah jalan menuju Kerajaan Bapa.

Ia juga merupakan pintu yang dilewati domba untuk masuk dan keluar kandang. Masuk, mendapat perlindungan dari pencuri dan perampok. Keluar, ke tempat rumput hijau dan air melimpah. Tiap hari Ia membimbing dan menjaga kawanan sepanjang jalan yang berliku, curam dan berbahaya.

Ia mempertaruhkan nyawa untuk kawanan-Nya (Yoh. 10:1-18). Maka, ketika manusia memilih jalan serong, ia harus memohon pertolongan-Nya (Mzm. 139:24).

Yesus adalah Jalan menuju Bapa. Melakukan ajaran-Nya, manusia sampai di surga. Melalui iman, yang dihembuskan-Nya, manusia menemukan bahwa “setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:15).

Mengikuti jejak-Nya, manusia diantar-Nya pada Bapa, karena tanpa-Nya tak seorang pun sampai pada Bapa-Nya. Hanya karena kemurahan hati-Nya, manusia diperbolehkan masuk ke rumah surgawi. Terlebih, Ia adalah Jalan, karena Ia menyingkapkan Bapa, karena Ia dan Bapa sehakikat.

Santo Fransiskus de Sales mengajarkan, “Seperti saat kanak-kanak yang mendengarkan ibu, dan bergumam bersamanya, kita belajar untuk berbicara dalam bahasa ibu.

Demikian kita belajar untuk berbicara, bertindak dan melakukan kehendak Bapa seperti Dia. Kita melakukan semua itu dengan mendekatkan diri pada-Nya melalui meditasi, menghayati sabda, karya dan perasaan-Nya.

“Kita harus berhenti sejenak …. Kita tak dapat mencapai Allah Bapa dengan menempuh jalur jalan yang berbeda …. Yang Ilahi tak dapat kita renungkan di dunia ini ijikat kita tidak dipersatukan dengan kemanusiaan Sang Penebus yang kudus.

Hidup dan wafat-Nya menjadi santapan jiwa yang paling tepat, manis dan berharga, sehingga kita harus memilihnya untuk direnungkan setiap hari.” (Introduction to the Devout Life, Part II, Chapter 1, 2).

Akulah kebenaran. Banyak orang bicara, “Aku telah mengajarkan padamu kebenaran.” Namun hanya Yesus bersabda, “Akulah kebenaran.”

Ia bersabda bahwa Ia dan Bapa adalah satu dan Ia bersabda tentang kebenaran yang keluar dari mulut Bapa (Yoh 12:49). Yesus berjanji bila para muridnya tetap dalam firman-Nya, mereka akan mengetahui kebenaran dan kebenaran akan membebaskan mereka  (Yoh. 8:31).

Kebenaran  adalah Pribadi Yesus sendiri. Sayang, sering manusia tidak mau berpaut padaNya; ia berpaling dari wajahNya; bahkan, ia membenci-Nya. Manusia membunuh kebenaran dan Sang Kebenaran, padahal, Ia pasti membebaskan dari kebodohan, tipu daya dan dosa.

Akulah hidup. Yesus tidak hanya “memberitahukan jalan kehidupan”  (Mzm. 16:11). Ia seperti gembala memberikan nyawa-Nya untuk domba-domba-Nya (Yoh. 10:15).

Puncak pemberian diri-Nya saat Ia bersabda, (Yoh 19:30), “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya”, Consummatum est. Et inclinato capite tradidit spiritum

Namun, kebangkitan-Nya pada hari ketiga memerdekakan manusia dari ikatan maut. Melalui kematian dan kebangkitan, Ia menganugerahkan hidup abadi.

Tetapi, manusia memilih budaya kematian – benci, amuk, bohong, tipu daya, berhala, sihir, perseteruan, iri hati, roh pemecah, kemabukan, pesta pora, dan sebagainya (bdk. Gal 5:19-21).

Ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan

Para murid masih belum memahami kesatuan Bapa dan Putera. Maka, Filipus terus mendesak Yesus untuk menjelaskannya.

Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, menulis, “Yesus mencela para Rasul karena mereka belum mengenal-Nya, walau karya-Nya berkenan pada Allah – berjalah di atas air, mengendalikan angin, mengampuni dosa, membangkitkan orang mati.

Inilah alasan mengapa Ia mencelanya, karena tidak mengenal kodrat ilahi-Nya melalui kodrat manusiawi-Nya.” (De Trinitate, Book 7).

Jelas bahwa manusia bisa memandang Bapa yang dinyatakan oleh Yesus melalui pandangan iman, karena tidak ada seorang pun yang pernah melihat Bapa dengan mata telanjang, kecuali Yesus (bdk. Yoh. 1:18; 6:46). Seluruh pernyataan diri Allah pasti melalui sarana atau medium, yang menyingkapkan kemaha kuasaan-Nya.

Puncak pernyataan diri Allah adalah dalam diri Yesus Kristus, seperti diajarkan para bapa Konsili Vatikan II, “Oleh karena itu Dia – barang siapa melihat Dia, melihat Bapa juga (lih. Yoh. 14:9) – dengan segenap kehadiran dan penampilan-Nya, dengan sabda maupun karya-Nya, dengan tanda-tanda serta mukjizat-mukjizatnya, namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut, akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran, menyelesaikan wahyu dengan memenuhinya, dan meneguhkan dengan kesaksian ilahi, bahwa Allah menyertai kita, untuk membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut, dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal.” (Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum, 4).

Yesus  bersabda bahwa para murid akan melakukan pekerjaan seperti yang dilakukannya, bahkan lebih besar dari yang dilakukan-Nya. Saat Ia masih di Galilea dan Yerusalem, Ia terbatasi oleh waktu, tempat dan lingkungan. 

Setelah kebangkitan-Nya, Ia berkenan menganugerahkan kuasa-Nya kepada setiap orang percaya kepada-Nya. Melalui anugerah Roh Kudus, setiap murid-Nya mewartakan karya keselamatan Allah.

Karya-karya itu mencakup karya yang dilakukan atas nama Yesus Kristus (bdk. Kis. 3:1-10; 5:15-16; dst.), pertobatan untuk memeluk iman Kristiani dan pengudusan melalui pengajaran dan pelayanan sakramen.

Karya itu dianggap lebih besar dari karya Yesus, karena melalui pelayanan para Rasul, pengganti mereka, dan setiap orang beriman, Injil tidak hanya diwartakan di Palestina, tetapi disebar-luaskan hingga ke seluruh penjuru semesta. 

Karya besar ini berasal dari Kristus yang naik ke rumah Bapa, setelah melalui penghinaan di salib, wafat dan dibangkitkan.  Dari surga Ia menyatakan kuasa-Nya melalui para Rasul dan semua orang yang percaya akan pewartaan mereka.  

Santa Teresia dari Avila, 1515-1582, menulis, “Kini Kristus tidak memiliki tubuh, kecuali milikmu. Ia tak punya tangan dan kaki di dunia ini, kecuali milikmu. Bola matamu menjadi mataNya untuk memancarkan kasihNya pada dunia.

Kakimu adalah kaki-Nya untuk melangkah menuju kebaikan. Kedua tanganmu adalah alat-Nya untuk memberkati dunia. Tanganmu, kakimu, bola matamu dan kamu adalah tubuh-Nya. Kristus tidak memiliki siapa pun di dunia, kecuali kamu.”

Katekese

Akulah Jalan, Kebenaran dan Hidup. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430

“Melalui jawaban-Nya Yesus menegaskan, melalui jalur jalan mana kalian hendak pergi? Akulah Jalan. Ke manakah kalian hendak pergi? Akulah Kebenaran. Di manakah kalian hendak tinggal?

Akulah Hidup. Setiap orang dapat mencapai pemahaman tentang Kebenaran dan Hidup. Tetapi, tidak semua menemukan Jalan.

Kaum bijaksana di dunia sadar bahwa Allah adalah hidup kekal dan kebenaran yang dapat dinalar. Tetapi Sang Sabda Allah, yang adalah Kebenaran dan Hidup yang bersatu dengan Bapa, telah menjadi Jalan karena menjelma menjadi manusia.

Pastikan kamu mengikuti Jalan-Nya dengan merenungkan kerendahan-hati-Nya dan kalian akan sampai pada Allah.” (De Verbis Domini Sermones, 54).

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau memenuhi hatiku dengan suka cita dan menganugerahi harapan akan hidup kekal bersama Bapa di surga. Tunjukkanlah Bapa sehingga aku semakin mengenal dan memuliakan-Nya dengan sepenuh hidupku. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan ketika tahu bahwa jalan yang kutempun adalah jala yang serong?

Qui credit in me, opera, quae ego facio, et ipse faciet et maiora horum faciet, quia ego ad Patrem vado – Ioannem 14:12.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here