Mulai dengan Self Leadership

0
122 views
Ilustrasi: Self-leadership. (Ist)

SANDI sedang galau. Itulah mengapa tiba-tiba ia kontak saya melalui WA.

“Bisa ketemu Pak? Saya pingin nraktir, sambil konsultasi sedikit.”

Tentu saja saya jawab: “Ayo.”

Waktu dan tempat disepakati, dan kami terlibat makan siang yang asyik.

Inti cerita, Sandi, seorang profesional muda yang sedang naik daun, di sebuah perusahaan start up yang cukup mentereng, sedang “kemrungsung“.

Sebentar saja saya langsung menangkap apa yang dihadapinya.

Pertama, kebanyakan anggota timnya tidak sesuai dengan harapannya. Mungkin bukan tidak kompeten. Bisa jadi hanya kurang allign.

Apa yang dimaksud Sandi sering tak diterjemahkan dengan pas oleh anak buahnya.

Yang satu jalan ke utara, yang lain ke selatan. Padahal dia maunya ke Barat. Begitu terjadi berulang-ulang.

Kedua, Sandi merasa bebannya terlalu berat. Kadang terpikir tak sanggup menggendongnya sendirian. Tapi apa boleh buat, belum ketemu anak-buahnya yang sanggup membantu nyangking beban ini.

Seolah kerjaan menumpuk di bahunya. Sampai dia merasa burnt out.

Ketiga, turbulensi lingkungan bisnis di sekitarnya begitu bergejolak. Ini sering di luar kontrolnya.

Jangankan rencana jangka panjang. Jangka menengah pun harus sering direvisi. Sandi hanya bisa hidup dengan rencana jangka pendek dan tiba-tiba.

“Ketidakpastian menurunkan level energi”.

Tak mudah saya mencari kata-kata untuk meredakan emosinya. Terlihat wajahnya lelah, meski di sana-sini keceriaan masih menghiasi kata-katanya.

Saya awali dengan satu pertanyaan penting.

“Masihkah dia bisa tidur nyenyak?”

Sandi mengangguk perlahan. Tidur, makan dan kehidupan keluarga tergolong baik-baik saja. Itu tanda bahwa keadaan psikisnya belum sampai di titik nadir.

Saya hanya sekedar menghibur dengan kalimat-kalimat awam yang moga-moga bisa menjadi outlet kegalauannya.

Pesan utama saya, adalah jangan sampai merasa stres.

Perkirakan risiko apa yang paling berat. Hitung apa yang akan didapatnya bila risiko itu tiba. Akan kah dunia runtuh karena itu?.

Bila tidak, mestinya tak perlu terlalu risau.

Overthinking kills your happiness.”

Berikutnya, tulislah (ya, sekali lagi, tulis) masalah-masalah “important” dan atau “urgent” yang ada di depan mata.

Urai satu persatu, bagaimana menyelesaikannya. Sekali lagi, tertulis.

Baru kemudian sampaikan kepada seluruh anggota tim hal-hal apa yang ada di kepalanya.

Mungkin perlu lebih dari satu kali dalam penyampaiannya. Seluruh anggota tim harus paham betul apa yang dia maksud.

Minta masukan dari mereka, siapa tahu ada cara yang bisa lebih efektif.

Yang tak kalah penting, eksekusi rencana dengan pasti dan tahap demi tahap. Kecepatan menjadi variabel yang harus diperhatikan, tapi terlalu cepat sering berbuah kekeliruan.

Lakukan evaluasi secara rutin. Bila perlu, rencana dan jalan keluar direvisi sesuai keadaan.

Tepat ketika waktunya habis, berakhir juga “tausiah”, yang entah saya dapat dari mana rujukannya.

Saya menyebutnya sebagai “self leadership“.

Mengelola diri sendiri di awal langkah sambil menata hati adalah kunci utama dan pertama.

Efektivitas memimpin tim atau organisasi harus dimulai dengan memimpin diri sendiri.

Moga-moga Sandi bisa keluar dari kemelut yang membayangi kepala dan hatinya.

Setelah melunasi tagihan makan siang di restoran yang cukup prestisius itu, kami bersalaman erat. Ucapan terimakasih yang mengandung nada-nada optimis terdengar keluar dari mulutnya.

All leadership begins with self leadership.” (Heroic Leadership – Chris Lowney)

@pmsusbandono
3 Juli 2023

Baca juga: Sampah Parah, Bikin Gerah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here