Love You More Than I Can Say

0
233 views
Ilustrasi: Maaf.

Puncta 17.07.23
Senin Biasa XV
Matius 10:34-11:1

SEORANG suster pernah cerita bahwa ia cukup lama tidak diterima oleh keluarganya karena ia masuk Katolik. Apalagi ia memutuskan untuk masuk biara.

Ayahnya marah dan mengusirnya dari rumah. Semua keluarga mengucilkannya, karena ia dianggap murtad. “Ilang-ilangan endhog siji,” kata ayahnya dengan nada mengancam.

Hubungan dengan keluarga terputus. Ia rela meninggalkan ayah dan ibu serta adik-adiknya demi panggilan membiara. Ia siap menghadapi resiko diusir dari rumahnya. Ia mantap pada suara hatinya untuk menjawab panggilan Yesus.

Suster itu setiap hari terus berdoa untuk ayahnya. Ia ikhlas, tidak ada sakit hati pada ayahnya. Ia mencintai Yesus, namun juga tetap mengasihi ayahnya.

Ketika ayahnya sakit, dia ambil cuti untuk menemani dan berada di sampingnya. Ia membisikkan kata-kata permintaan maaf, jika keputusannya membuat ayahnya tidak berkenan.

Namun ayahnya berkata, “Apuranen bapakmu ya nduk, saiki aku ngerti tresnamu marang Gusti luweh aji tinimbang liya-liyane. Aku mongkok kowe dadi suster. Terusna, bapakmu mung mengestoni. Aku pamit arep ndherek Gusti.

(Maafkan ayah ya Nak, sekarang aku tahu bahwa cintamu pada Tuhan lebih besar dibanding yang lainnya. Lanjutkan, ayahmu memberi restu. Aku mohon pamit aku juga ingin mengikuti Tuhan).

Bapak itu meninggal dalam pelukan suster yang terus menangis, karena merasa belum bisa membahagiakan ayahnya.

Yesus datang membawa pemisahan. Mengikuti Yesus sering harus menghadapi konsekwensi diusir dari keluarga.

Yesus berkata, “Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.”

Tuhan mengasihi manusia secara total. Ia mengurbankan diri-Nya sampai mati di kayu salib. Maka Dia juga menuntut cinta yang total dari kita.

“Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku,” kata-Nya.

Beranikah kita membalas kasih Tuhan dengan segenap hati kita? Maukah kita mencintai Tuhan melebihi segala sesuatu? Siapkah kita berkorban demi mengasihi Tuhan?

Minum kopi di pinggir jalan,
Sambil lihat lalu lalang kendaraan.
Barangsiapa mengasihi Tuhan,
Ia mendapat berkat berkelimpahan.

Cawas, more than I can say

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here