SAMBAS itu panas sekali hawanya. Sangat gerah sepanjang hari.
Dalam sejarah ketenarannya, Sambas dulu dikenal sebagai kota penghasil jeruk keprok. Sehingga lalu dikenal sebutan “Jeruk Sambas”. Dicirikan dengan postur kulitnya yang tetap hijau, banyak airnya, dan tentu saja manis.
Sambas lokasinya di wilayah perbatasan Provinsi Kalbar dengan teritori Sabah, Malaysia Timur.
Suster KFS
Di Kota Sambas ini pula, Kongregasi Suster Fransiskanes Sambas (KFS) juga telah membukukan kisah sejarah misinya. Dimulai dengan membangun fasilitas layanan kesehatan yakni RS Sint Elisabeth yang di tahun 2024 mendatang akan berumur 100 tahun.
Asrama pendidikan di Sambas
Lalu bangunan asrama pendidikan yang menampung kaum remaja di wilayah pedalaman Kalbar -utamanya di kawasan perbatasan- yang ingin bersekolah di “kota”.
Tanpa tersedianya asrama-asrama pendidikan yang dikelola oleh para Suster KFS di Sambas ini, rasanya masa depan kaum muda pedalaman di wilayah terpencil akan mengalami “madesu” alias masa depan suram. Karena mereka tidak bisa bersekolah.
Kalau harus dan mau sekolah, maka mereka harus pergi ke “kota” dan untuk keperluan strategis ini, Kongregasi Suster KFS di Sambas telah menyediakan tempat tinggal bagi mereka.
RS Sint Elisabeth dan Gereja Kristus Raja Paroki Sambas
Untuk layanan kesehatan, Kongregasi Suster KFS mengelola RS Sint Elisabeth Sambas.
Untuk layanan rohani, di sini eksis Gereja Kristus Raja Paroki Sambas; lokasinya di pinggir jalan utama rute Singkawang-Sambas, Kalbar.
Kredit: Mathias Hariyadi
Baca juga: Para Suster Yubilaris KFS Ucapkan Janji Setia di Gereja Kristus Raja Paroki Sambas, Kalbar (2)