SMP Usaba 5 Simpang Dua sebelumnya bernama SMP Swasta Simpang Dua. SMP tersebut didirikan oleh tiga serangkai guru. Mereka itu adalah Lukas Bantah, Vitalis Landut dan Bulai.
SMP swasta ini didirikan pada tahun 1977.
Ketika saya dan Pak Harjo pertama kali datang di Simpang Dua pada tahun 1979, keberadaan SMP ini sudah menginjak tahun ketiga.
Tahun itu, Kepala Sekolah langsung dijabat oleh Pak Harjo. Kepala sekolah sebelumnya Pak Lukas Bantah waktu itu juga telah membuka SMP baru di Balai Berkuak, Kecamatan Simpang Hulu yang sekarang menjadi SMP Negeri 1 Simpang Hulu.
Ketika saya mengajar pertama kali di SMP Usaba 5 Simpang Dua, kami mendapati para kolega guru yang waktu itu juga bertugas mengajar di sekolah yang sama.
Mereka adalah Pak Vitalis Landut, Pak Bulai, Bu Rinda, Bu Saray, dan Pak Djambi.
Beberapa tahun berikutnya datanglah Pak Bambang, Pak Yoseph, Pak Mateas, Pak Yustinus, Pak Lenzerheng. Guru-guru yang hanya sebentar mengajar antara lain Pak Ritanto dan Pak Urai.
Murid lebih tua dari gurunya
Murid-murid yang saya ajar pertama kali di SMP Usaba 5 -sejauh yang masih saya ingat- adalah Dopui, Redi (adik Bu Saray), Alai dari Selantak.
Mereka sudah kelas 3 ketika itu. Sedangkan mereka kelas 1 dan 2 yang masih saya ingat antara lain: Ilu, Obeng, Yupita, Lauren.
Penampilan para murid di SMP Usaba 5 Simpang Dua pada waktu itu begitu sederhana. Pakaian mereka seadanya. Mereka tidak mempunyai seragam.
Mereka tidak punya tas. Buku-buku hanya dijinjing atau dimasukankan ke plastik bekas pembungkus tembakau. Mereka juga tidak punya sepatu. Kebanyakan pergi ke sekolah dengan kaki nyeker; hanya beberapa yang memakai sandal jepit.
Kebanyakan anak yang saya ajar sudah beranjak dewasa. Murid-murid lelaki sudah banyak yang sudah berkumis, sedangkan yang perempuan sudah banyak yang sudah gadis dewasa. Bahkan ada murid yang usianya lebih tua dari gurunya.
Waktu itu, ada guru yang baru tamat PGSLTP yang berusia yang berusia 21 tahun, sementara muridnya sudah berusia 24 tahun.
Menyesuaikan diri
Karena ketika di Jawa saya mengajar anak-anak SD sementara sekarang harus mengajar murid-murid SMP, maka saya harus menyesuaikan diri.
Awal-awal mengajar saya sering marah dan mengomel. Karena anak-anak yang saya ajar tidak seperti anak-anak SD, ketika saya mengajar di Jawa. Kalau anak SD lebih penurut dan lebih gampang diatur, sedangkan anak-anak SMP ini lebih susah diberitahu dan tidak gampang diatur.
Karena sering marah, saya dinasihati oleh Pak Harjo agar lebih sabar.
“Jangan sering marah dengan murid. Mereka itu orang-orang polos seperti kertas putih yang bisa kita tulis apa saja. Kita harus sabar. Kita harus memahami keadaan di sini. Jangan samakan mereka dengan murid-murid di Jawa,“ kata Pak Harjo.
Sejak itu saya tidak marah lagi, lebih sabar dalam mengajar para murid.
Pensiun dan pulang ke Jawa
Tahun 1997 suami saya, Pak Harjo pensiun. Tahun 1998 saya juga pensiun. Kami memutuskan untuk pulang Kembali ke Jawa.
Ketika kami meninggalkan Simpang Dua tahun 1998 tidak banyak perubahan pembangunan di Kecamatan Simpang Dua. Listrik belum masuk ke Kecamatan Simpang Dua. Jalan kecamatan masih jalan tanah.
Namun yang membuat kami gembira adalah perubahan secara mental. Banyak mantan murid kami yang sudah berhasil dalam pendidikan. Tidak sedikit di antara mereka yang sudah meraih gelar sarjana dan sukses di bidangnya masing-masing.
Tahun 2023 ini saya mendengar sudah banyak kemajuan yang dialami masyarakat di sana. Listrik sudah masuk, jalan-jalan sudah di aspal.
Namun kemajuan ternyata harus dibayar, mahal karena sungai mulai tercemar oleh tambang ilegal, hutan hampir habis dan masyarakat hampir tidak ada yang berladang lagi.
PS:
- Tulisan ini adalah hasil wawancara dengan Bu Endang atau Bu Harjo tanggal 27 Januari 2021 dan 5 Juli 2023.
- Bu Endang adalah mantan guru saya ketika masih di SMP Usaba 5 Simpang Dua. Saat ini Bu Endang sedang mengidap sakit kanker usus besar.
- Ia kini tinggal di Ungaran di rumahanaknya nomor tiga bernama Anton. Karena sakit, ia sering pulang pergi ke RS Elisabet Semarang untuk jalani pengobatan. Bu Guru Endang butuh banyak biaya untuk pengobatan.
- Penulis mengetuk hati para pembaca sudilah kiranya memberikan donasi kepada Bu Endang. Transfer ke Norek BNI 003-8362-956 a.n Anastasia Sri Endang Rukmini.
Baca juga: Selepas dari OSF Semarang, Sri Endang Rukmini Jadi Guru di Pedalaman Simpang Dua, Ketapang (1)