SEKARANG ini benar-benarnya eranya digital. Semua produk berita cenderung dikemas dengan format digital, karena lebih praktis, bisa diakses dimana pun dan kapan pun. Juga, mengikuti irama cinta lingkungan, ini bisa menekan ongkos produksi karena tidak perlu cetak, mengurangi penggundulan hutan karena pulp paper terbuat dari serat kayu, dan tentu saja limbah produksi pun akan berkurang.
Barangkali hal ini pula yang melatarbelakangi majalah beken kelas dunia Newsweek akan segera menghentikan edisi cetaknya akhir tahun 2012, setelah selama 80 tahun menjadi ‘ikon majalah berita’ kelas dunia bersama kompetitornya: Time.
Namun, tidak bisa disangkal pula, iklan yang merupakan nafas dan urat nadi bisnis penerbitan menjadi faktor penting dimana selama beberapa tahun terakhir ini Newsweek terkesan makin ‘tipis’ dan hemat halaman. Ini sangat berbeda dengan 30 tahun lalu, ketika Newsweek masih tebal dan sarat dengan lembaran-lembaran halaman iklan display yang mengagumkan.
Apakah ini akhir dari perjalanan panjang selama 80 tahun bagi Newsweek?
Tentu saja tidak. Menurut Pemred Newsweek Tina Brown, Newsweek tidak tamat. Yang dihentikan penerbitannya hanyalah edisi cetaknya. Selanjutnya, Newsweek akan terus berkibar melalui format digital.
Perubahan ini akan terjadi akhir tahun 2012 dan mulai Januari 2013, Newsweek sudah akan menemani para pembaca setianya dengan format digital. Namun, dengan format digital itu Newsweek akan berganti nama menjadi Newsweek Global.
Josh Tyrangiel –editor Businessweek terbitan Bloomberg—mengakui kalau terus nekad menerbitkan versi cetak, maka beban ongkos produksi akan menjadi berat. “Sulit mencari bahan baku untuk produksi kertas karena harus naik gunung dan menemukan pepohonan. Itu bukan ide yang menarik,” katanya bertamsil.
Salah satu rubrik yang menarik di Newsweek tentu saja Newsmakers yakni kisah tentang apa dan siapa dari kalangan public figures atau tokoh selebriti.