BACAAN pertama (Bilangan 11:4b-15) berkaitan erat dengan bacaan injil (Matius 14:13-21). Bangsa Israel, dalam kesulitannya di padang gurun, ingat akan hidup yang lebih nikmat di Mesir. Mereka mengeluhkan tentang makanan. Tiada makanan lain kecuali manna, pemberian Tuhan. Musa merasa berat memimpin bangsa itu.
Injil menunjukkan Yesus, Musa baru yang peduli kepada nasib umat manusia. Ada beberapa hal yang layak direnungkan.
Pertama, Yesus itu tanda kehadiran Allah yang penuh belas kasihan kepada manusia (Matius 14:14). Hati Yesus adalah hati Allah yang senantiasa tertuju kepada manusia.
Kedua, sikap peduli dari Tuhan kepada manusia itu tampak konkret. Menjawab kebutuhan manusia, misalnya. Sementara para murid menghendaki khalayak yang lapar itu pulang, Yesus justru meminta mereka memberinya makan (Matius 14:15-16).
Ketiga, Yesus melihat bahwa yang tersedia pada mereka itu cukup (Matius 14:17-18). Dalam tangan Tuhan, tidak ada sesuatu yang kurang atau tidak sempurna. Dua ikan dan lima roti itu cukup untuk 5000 orang. Bersama Tuhan, hendaknya tidak ada yang merasa berkekurangan.
Akhirnya, ucapan syukur atas yang ada dan memberkatinya amat penting dilakukan. Dalam ucapan syukur itu, ada ungkapan iman mendalam. Mengucap berkat mengundang Tuhan untuk berkarya di dalam apa yang ada di tengah hidup ini.
Dalam perjalanan hidup ini, tidak jarang orang merasa lelah dan terabaikan. Bukankah dalam situasi sulit, sebagian orang beriman mengeluh seolah-olah Tuhan tidak peduli atas nasibnya?
Bukankah banyak orang gagal melihat bahwa Tuhan bisa melipatgandakan yang sedikit untuk memenuhi kebutuhan manusia?
Tuhan memenuhi kebutuhan bangsa Israel, sehingga mereka tiba di Tanah Terjanji dalam keadaan selamat.
Demikian pun kini, Tuhan menuntun kita menuju tanah air surgawi yang dijanjikannya lewat Yesus. Dalam Yesus, kita menemukan jawaban Tuhan atas keluh kesah kita.
Senin, 7 Agustus 2023