Selasa. Hari Biasa, Pekan Biasa XIX (H)
- Ul. 31:1-8
- MT Ul. 32:3-4a.7.8.9.12
- Mat. 18:1-5.10.12-14
Lectio
1 Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” 2 Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka 3 lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.
4 Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga. 5 Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”
10 Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di surga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di surga.
12 “Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu?
13 Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. 14 Demikian juga Bapamu yang di surga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang.”
Meditatio-Exegese
Jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini
Cara menghayati dan menerapkan wejangan Yesus dalam hidup pribadi dan jemaat selalu disisipkan di antara kelima khotbang panjang dalam Injil Matius. Dalam sisipan khotbah keempat tentang komunitas, disisipkan pertanyaan para murid, “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” (Mat. 18:1).
Ketika mereka bertanya pada Yesus, Ia menanggapi dengan cara yang di luar nalar mereka. Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka.
Gerakan-Nya menunjukkan bahwa seharusnya para murid dan jemaat menjadikan si kecil itu pusat perhatian. Maka, Yesus menggemakan seruan pemazmur, “Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.” (Mzm 8:6).
Kaum kecil, yang bergantung pada Allah, bukan hanya anak-anak, tetapi juga kaum melarat, yang anggap tidak penting dan selalu disingkirkan.
Justru pada mereka (Mat 18:14), ”Bapamu yang di surga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang”, Sic non est voluntas ante Patrem vestrum, qui in caelis est, ut pereat unus de pusillis istis.
Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini
Dalam komunitas yang dibangun Yesus, setiap anggota perlu mendahulukan pelayanan. Karena mereka pelayan dari para pelayan. Masing-masing merendahkan diri untuk melayani yang lain, ministrare dari kata minus, kecil.
Yesus sendiri menyamakan diri-Nya dengan yang kecil. Siapa yang menyambut yang kecil sama dengan menyambut diri-Nya sendiri. Sabda-Nya (Mat. 18:5), ”Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”, qui susceperit unum parvulum talem in nomine meo me suscipit.
Allah melindungi mereka yang dianggap kecil. Ia menjadi perlindugannya (Mzm. 91:9). Dan “malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu; sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.” (Mzm. 91:10-11)
Ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan mencari yang sesat
Gembala biasanya menghitung domba pada petang hari saat domba-dombanya akan masuk kandang. Karena memiliki sifat sosial, hidup dalam kelompok, seekor yang hilang atau tersesat pasti segera mengalami kepanikan. Saat itulah ia diancam pemangsa, serigala, singa, hyena atau predator lainnya.
Maka, saat dombanya hilang, suka cita di akhir penggembalaannya segera menjadi kecemasan. Ia pasti segera meninggalkan yang ada dikawanan, mencari, menemukan dan membawa yang hilang pulang.
Bila berhasil, ia akan mengajak seluruh komunitas bersuka cita. Demikian pula, bila seorang pendosa ditemukan dan dipulihkan hubungannya dengan Allah, seluruh isi surga akan bersuka cita (Luk. 15:7).
Katekese
Apa makna menjadi anak Allah? Santo Epiphanius, Orang Latin, akhir abad ke-5:
“Tuhan tidak hanya menanamkan pertimbangan budi para rasul tetapi juga memeriksa ambisi orang beriman di seluruh dunia, sehingga masing-masing mungkin menjadi orang besar karena menjadi yang paling kecil. Demi tujuan pengajaran ini Yesus menggunakan teladan anak kecil itu.
Melalui pengalaman alamiah anak kecil itu, melalui hidup suci, kita dapat menjadi tanpa noda dosa, seperti kanak-kanak yang terbebas dari setiap dosa. Sebab seorang anak tidak tahu bagaimana menahan dendam atau menjadi marah.
Dia tidak tahu bagaimana membalas kejahatan dengan kejahatan. Dia tidak berprasangka buruk. Dia tidak melakukan perzinahan atau pembakaran atau pembunuhan.
Dia sama sekali tidak tahu tentang pencurian atau pertengkaran atau semua hal yang akan membuatnya tertarik pada dosa. Dia tidak tahu bagaimana meremehkan orang, bagaimana menghujat, bagaimana menyakiti hari, bagaimana berbohong.
Dia mempercayai apa yang dia dengar. Dia tidak memikirkan jauh apa yang diperintahkan padanya. Dia mengasihi orang tuanya dengan penuh kasih. Karena anak-anak selalu sederhana, mari kita menghayati hidup suci, sebagai anak-anak yang tidak berdosa.
Dan memang benar, barang siapa telah menjadi seperti kanak-kanak yang tidak berdosa, ia telah menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Dengan cara ini lebih besar di kerajaan surga. Dan siapa pun menyambut orang seperti itu, ia menyambut Kristus.” (Interpretation Of The Gospels 27).
Oratio-Missio
Tuhan, ajarlah aku jalan kerendahan hati dan kesederhanaan agar aku menemukan suka cita dalam Engkau. Semoga terangMu bersinar melalui diriku agar sesama dapat melihat kebenaran dan kasihMu, serta menemukan damai dalam diriMu. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk mencari, menemukan dan membawa pulang yang tersesat? Atau apa yang perlu kulakukan untuk menjadi rendah hati?
qui susceperit unum parvulum talem in nomine meo me suscipit – Matthaeum 18:5