Untuk Itulah Aku Diutus

0
310 views
Ilustrasi: Romo Joko Purwanto Pr datang mengunjungi keluarga Bu Anang di wilayah Paroki Nanga Tayap, Keuskupan Ketapang di Kalbar yang dulu sering membantu pastor dalam perjalanan pastoral turne ke kawasan-kawasan terpencil. (Dok. Romo Joko Purwanto Pr)

Puncta 06.09.23
Rabu Biasa XXII
Lukas 4: 38-44

SEPEKAN yang lalu saya diundang menghadiri tahbisan Diakon Agustinus Mujianto di Ketapang. Saya pernah mendampinginya saat-saat awal di Ketapang.

Ia ditugaskan menjalani masa orientasi di Nanga Tayap, tempat saya bertugas.

Kembali ke Nanga Tayap seperti menemukan kekuatan baru dalam pelayanan. Saya menginap di sana untuk bisa ikut tahbisan di Tumbangtiti.

Romantisme pengalaman bertugas muncul berkelebat di bayangan. Beberapa orang yang saya jumpai berharap supaya saya mau kembali ke sana.

Saya berkunjung ke keluarga-keluarga yang kaget dan terharu. Mereka terkejut mendapat kunjungan tiba-tiba. Kami saling berpelukan sambil berlinangan. Mengenang kembali perjuangan jatuh bangun, susah derita dan suka-duka melayani mereka.

“Senang rasanya kalau rama bisa bertugas lagi di sini,” kata Bu Anang sambil menangis haru.

“Saya dulu sering diajak rama turne di stasi-stasi. Senang rasanya bisa melayani umat sampai di Beginci, Kebuai, dan Tanjung Bunga, kapan rama tugas lagi di sini?” kata Pak Redes.

Saya tidak bisa memberi harapan. Saya hanya berkata pelan dalam hati, “Aku mung sak drema nglakoni. Didhawuhi mrana ya mrana, pindah ke sana ya pindah, mung sendika dhawuh.

(Aku hanya menjalankan tugas saja. Disuruh ke sana ya ke sana. Ikuti perintah saja).

Banyak karya-karya besar Yesus di Kapernaum. Kapernaum adalah tempat pelayanan Yesus yang sukses.

Dia menyembuhkan ibu mertua Simon dan orang-orang lain. Dari pagi sampai matahari terbenam,Yesus terus berkarya melayani mereka. Bahkan setan-setan pun tunduk pada-Nya.

Orang-orang Kapernaum itu berusaha menahan-Nya. Orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka.

Tetapi Yesus berkata kepada mereka, “Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus.”

Kita tidak boleh lekat pada suatu tempat karya, orang-orang yang dekat dengan kita saja. Kita tidak boleh sombong terhadap keberhasilan dan kesuksesan kita.

Dengan dada membusung kita sering pongah berkata, “Gereja itu yang bangun saya,” atau “Gedung pastoran itu karya saya.”

Kelekatan akan membuat kita jatuh dalam kesombongan.

Yesus tidak tinggal menetap di Kapernaum. Ia pergi ke kota-kota lain untuk mewartakan Injil.

Para imam pun juga diutus pergi ke tempat-tempat lain untuk mewartakan Injil. Tidak perlu berkecil hati ditugaskan di daerah terpencil jauh dari Metropolitan, karena di sana pun umat rindu mendapatkan Kabar Gembira.

Kita mesti belajar seperti Tuhan Yesus, “Untuk itulah Aku diutus.”

Siapkah kita melepas segala kelekatan yang mengganggu karya pelayanan?

Ke Surabaya mampir di Kudus,
lewat jalan tol yang belum tembus.
Jadi imam harus selalu siap diutus,
Mewartakan Injil harus jalan terus.

Cawas, melepas kelekatan-kelekatan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here