Perwira yang Rendah Hati

0
126 views
Mantan Presiden Jose
Mantan Presiden Uruguay Jose Mujica yang hidup sederhana dan suka menolong. (Ist)

Puncta 18.09.23
Senin Biasa XXIV
Lukas 7: 1-10

SALAH satu presiden Uruguay yang dikenang rakyatnya adalah Jose Mujica. Walaupaun ia punya kekuasaan dan fasilitas seorang kepala negara, namun hidupnya tetap sederhana.

Ia disebut sebagai kepala negara termiskin. Gajinya 90% disumbangkan bagi orang miskin. Ia tidak tinggal di istana negara, tetapi lebih suka tinggal di tanah pertaniannya di pinggir kota.

Ia dijuluki sebagai “Nelson Mandela” dari Amerika Selatan. Ia banyak membantu orang-orang kecil yang kesulitan.

Kendati sebagai orang nomor satu di suatu negara, namun ia tidak lupa akan asal-usulnya. Hidupnya tetap sederhana dan biasa-biasa saja.

Justru karena kesahajaan dan kerendahan hatinya ini, dia dikenang dan dicintai oleh rakyatnya.

Dalam Injil hari ini dikisahkan seorang perwira yang baik dan rendah hati. Ia memperhatikan hambanya yang sakit.

Ia menyuruh utusan untuk menjemput Yesus agar menyembuhkan hambanya. Kendati ia adalah seorang perwira yang punya jabatan tinggi, namun ia merasa tidak pantas menyambut Yesus.

“Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku merasa tidak layak menerima Tuan dalam rumahku. Sebab itu, aku juga merasa tidak pantas datang sendiri mendapatkan Tuan. Tetapi katakan sepatah kata saja, maka hambaku akan sembuh,”katanya.

Ia merasa tidak pantas menerima Tuhan. Ia adalah pemimpin yang rendah hati. Namun ia sangat percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkan hambanya.

Asal Yesus berkata sepatah kata saja, pasti hambanya akan sembuh. Inilah iman yang sangat luar biasa. Dan terjadilahkemudian hambanya sembuh.

Kata-kata ini sering kita ucapkan saat konsekrasi, “Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia. Berbahagialah kita yang diundang ke dalam perjamuan-Nya.”

Kita menjawab, “Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya. Tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh.”

Saking seringnya kata-kata itu kita ucapkan, lalu tidak berisi apa-apa. Tidak terjadi kesembuhan karena kata-kata itu hanya terucap di mulut saja.
Tidak disertai dengan iman yang dalam seperti perwira yang pertama kali mengucapkannya.

Iman yang dalam itu diwujudkan lewat kasih yang tulus. Perwira itu mengasihi hambanya. Ia ingin hambanya sembuh. Ia mengusahakan dengan segala cara.

Kita tidak mengalami mukjizat penyembuhan atau doa-doa kita tidak dikabulkan, mungkin karena kita tidak sungguh-sungguh beriman. Apalagi jika iman itu tidak kita wujudkan dalam tindakan kasih dan kebaikan.

Mengikuti Ekaristi, menyambut komuni ya hanya karena rutinitas dan kewajiban belaka.

Habis itu pulang dari Ekaristi masih marah dengan pasangan, tidak peduli dengan orang yang menderita di sekitar kita.

Ekaristi tidak ada makna. Sabda Tuhan tidak menyentuh hati kita. Maka hidup juga hambar tidak ada rasanya.

Perwira yang rendah hati dan dalam imannya itu memberi contoh bagaimana kita mesti mewujudkannya. Mari kita beriman mendalam dengan tetap rendah hati.

Menikmati senja di Pantai Kuta,
Mentari nampak seperti mata bola.
Berdoa tidak hanya di mulut saja,
Diwujudkan dalam kasih yang nyata.

Cawas, kasih yang rendah hati

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here