Puncta 20.09.23 – Litani Serba Salah Pastor

0
318 views
Ilustrasi: Amplop stipendium untuk pastor usai memberi layanan sakramental atau lainnnya. (Ist)

PW St. Andreas Kim Taegon dan Paulus Chong Hasang, dkk Martir
Lukas 7: 31-35

DALAM buku panduan misa memperingati 30 tahun imamat teman-teman angkatan Mertoyudan, di sampul belakang ditulis Litani Serba Salah Pastor.

Entah apa maksudnya. Mungkin untuk mengingatkan para pastor untuk tidak sombong, sabar dan rendah hati, tetapi isinya lucu dan menggelitik:

Kalau pastornya muda, dibilang masih blo’on.
Kalau pastornya tua, sebaiknya pensiun saja.
Kalau khotbah terlalu panjang, dibilang menjengkelkan.
Kalau khotbahnya cepat, “Kok, kayak kereta ekspres”.

Kalau mulai misa tepat waktu, katanya kaku.
Kalau terlambat, “Idiih, pastornya malas”.
Kalau di kamar pengakuan menasehati, katanya banyak omong.
Kalau sebaliknya, dibilang tidak tanggap.

Kalau mengikuti pendapat umat, dibilang tidak punya pendirian.
Kalau mengikuti pendapat sendiri, dicap diktator.
Kalau keuangan paroki mepet, katanya pastor tak pintar usaha.
Kalau ngomongin soal uang, dibilang mata duitan.

Kalau mengadakan misa lingkungan, katanya tak pernah kunjungan keluarga.
Kalau mengunjungi keluarga, “Kapan sih pastornya misa lingkungan?”

Kalau pastor tak ada di pastoran, dicap tukang ngeluyur.
Tapi kalau selalu ada, dibilang pastor kurang pergaulan.

Kalau memperhatikan anak-anak, dibilang “Masa kecil kurang bahagia”.
Kalau memperhatikan OMK, giliran orang tua ngegosip.

Kalau nonton TV, dibilang enak-enakan. Kalau tidak, dibilang enggak mengikuti zaman.

Tapi, kalau pastornya mati, siapa yang mau ganti?

Kehadiran seorang tokoh pasti akan dinilai dari berbagai sudut pandang. Begitu pula kehadiran Yesus di tengah publik ditanggapi dengan aneka macam penilaian.

Jika kacamatanya hitam maka semua obyek kelihatan hitam.

Yesus menggambarkan orang-orang Farisi itu seperti anak-anak yang ada di pasar dan saling berkomentar, “Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis.”

Yohanes Pembaptis yang hidup penuh askese, tidak makan dan tidak minum anggur, dinilai sebagai kerasukan setan.

Tetapi sebaliknya, Yesus datang, makan dan minum dinilai pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.

Serba sulit jika kita mengikuti pendapat orang banyak. Tidak mungkin mengikuti kemauan orang banyak itu.

Yesus hadir membawa misi menyelamatkan orang berdosa, itulah yang dikerjakan-Nya. Hadir di tengah-tengah mereka, hidup bersama mereka dan menyelamatkan mereka itulah karya-Nya di dunia.

Terserah orang mau menerima dan menilai seperti apa, Ia tetap konsisten melaksanakan kehendak Bapa.

Marilah kita meniru Yesus yang konsisten memperjuangkan nilai kebenaran, cintakasih dan keselamatan jiwa-jiwa, kendati dinilai negatif oleh orang lain.

Jalan dari Ponti menuju Ketapang,
Menikmati senja di jembatan Tayan.
Jangan terpengaruh penilaian orang,
Tetap teguh perjuangkan keselamatan.

Cawas, harus tabah walau dinilai serba salah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here