In Memoriam Hartoni Ashali: Musik Paul Mauriat dari Studio Seminari Mertoyudan (2)

0
1,070 views
Hartoni Ashali sewaktu masih muda. (Dok. Keluarga)

SEMINARI Mertoyudan kurun waktu tahun 1977-1981, hanya ada dua tokoh “besar” yang menjadi rujukan ratusan para seminaris waktu itu. Utamanya, ketika berlangsung gelaran konser musik klasik di aula seminari.

Maka, hanya ada dua seminaris yang biasanya didapuk menjadi pianis dalam konser unggulan seminari ini. Keduanya secara kebetulan datang dari Jakarta.

Romo Adji Prabowo Pr

Pianis pertama bernama Romo Adji Prabowo Pr, imam diosesan Keuskupan Agung Jakarta.

Romo Adji berasal dari Jl. Narada di bilangan Tanah Tinggi Galur Jakarta Pusat; masuk wilayah ranah reksa pastoral Gereja Paskalis Paroki Cempaka Putih sekarang ini.

Romo Adji pernah mengalami stroke serius, saat masih berpastoral di Paroki Beduai – sebuah kawasan pedalaman perbatasan Kalbar-Serawak (Malaysia).

Karena kondisi kesehatannya tidak memungkinkan lagi bisa berkarya di kawasan pedalaman Kalbar, maka kemudian Romo Adji ditarik kembali ke Jakarta. Tahun-tahun terakhir ini, Romo Adji tinggal di Wisma Samadi Klender, Jakarta Pusat.

Romo Adji alumnus Seminari Mertoyudan angkatan tahun masuk 1975.

Hartoni “Toni” Ashali

Pianis kedua adalah almarhum Hartoni “Toni” Ashali.

Ia masuk Seminari Mertoyudan dari Gereja Bunda Hati Kudus (BHK) Paroki Kemakmuran di Jakarta Barat.

Selain berjaya di panggung konser musik klasik di Seminari Mertoyudan, almarhum Toni juga dikenang oleh ratusan seminaris kurun waktu tahun 1977-1981 sebagai bidel studio & sound system seminari.

Justru karena fungsi Toni sebagai “pemicu semangat” opera harian inilah, ingatan penulis akan sosok Hartoni sangat kencang.

Opera itu sendiri artinya kerja bakti harian di mana para seminaris kerja bersih-bersih lingkungan.

Untuk memantik semangat kerja, maka sebagai bidel studio dan sound system, Toni selalu cepat-cepat naik ke studio lantai dua dekat ruangan kelas I di mana saluran koneksi sound system di seluruh kawasan Seminari Mertoyudan itu berada.

Salah satu menu musik siaran yang menjadi andalan Toni saat memainkan iringan musik pemicu semangat opera adalah orkes besutan Paul Mauriat. Setidaknya, ilustrasi musik instrumental karya musisi Paul Mauriat inilah yang menjadikan suasana kerja bakti bersih-bersih lingkungan menjadi lebih semarak.

Memang kinerja para seminaris saat opera harian sore hari pasca siesta menjadi jauh lebih nges daripada hanya kerja tanpa “iringan” musik. Untuk kontribusi kecil inilah, sosok almarhum Hartoni “Toni” Ashali akan selalu dikenang oleh semua seminaris.

Sebagai tambahan info, kalau harus menyebut nama lain di balik dentingan tuts-tuts organ di lantai dua kapel besar seminari, maka nama Handoko dari Paroki Purbayan di Solo juga mesti disebut.

Almarhum Handoko adalah alumnus Seminari Mertoyudan angkatan tahun masuk 1975. (Berlanjut)

Baca juga: RIP Hartoni Ashali, Alumnus Seminari Mertoyudan dan Mantan Frater Jesuit (1)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here