Lepas Bebas Menjadi Seorang Utusan

0
164 views
Ilustrasi: Misa pengutusan. (Mathias Hariyadi)

Rabu 18 Oktober 2023.

  • 2Tim. 4:10-17a;
  • Mzm. 145:10-11,12-13ab,17-18;
  • Luk. 10:1-9

BAGAIMANA mungkin bepergian tanpa membawa bekal?

“Jangan bawa gadget, laptop, kendaraan, kartu kredit dan sebagainya.”

Bagaimana mungkin kita hidup tanpa itu semua?

Mengapakah kita kuatir bila tidak ada barang-barang itu di sekitar kita?

Dan bukankah Yesus berkata bahwa kekuatiran itu tidak menambah hidup kita?

Yesus mengajak setiap orang yang mau mengikuti-Nya untuk berpikir serius.

Mengucapkan niat itu mudah, tetapi menjalaninya adalah hal yang sulit dan butuh komitmen.

Karena itu, Yesus menantang para murid-Nya: pikir dulu sebelum bertindak.

Untuk menjadi murid-Nya dan menjadi seorang utusan, Yesus menuntut satu syarat, yaitu sikap lepas bebas dan mempercayakan diri pada penyelenggaraan Ilahi.

Sikap lepas bebas adalah keberanian untuk mengandalkan Tuhan.

Orang tidak terikat dan mengikatkan diri pada kelekatan-kelekatan tidak teratur yang mampu membelenggu dan menghalangi dirinya pada tujuan utama hidup manusia, yaitu demi kemuliaan Tuhan.

Kepemilikan, bisa berbentuk apa pun, misalnya uang, barang, perhiasan, tanah, orang terdekat, dan lain-lain.

Kekayaan itu bisa membelenggu kita, menyita hati dan pikiran kita, sehingga gagal mencapai tujuan utama hidup kita.

Hati kita direnggut oleh-Nya, sehingga kita tidak bersikap lepas bebas, tidak pula mengandalkan Tuhan.

Mengandalkan Tuhan artinya membiarkan hidup kita dipimpin oleh rencana dan kehendak-Nya.

Sungguh, mempunyai sikap lepas bebas dan mengandalkan Tuhan bukanlah hal yang mudah.

Untuk itu, Yesus berkata dalam bacaan hari ini demikian,

“Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.

Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan.”

Yesus Kristus telah mengajarkan kepada kita bagaimana memiliki sikap lepas bebas dan membiarkan kehendak Allah meraja kehidupan ini.

Salib yang berat telah Ia panggul dengan taat dan setia. Dengan itu, Ia meringankan beban yang ditanggung oleh kita semua.

Yang perlu kita lakukan adalah berjalan dengan tekun bersama-Nya.

Tuhan ingin kita mengikuti Dia Dan menerima tugas perutusan dengan melepas segala kekuatiran kita, dan bahkan melepas semua penyebab kekuatiran kita: karir, tabungan, investasi, benda-benda berharga lainnya, karena ketentraman memilikinya adalah palsu bagi Tuhan.

Pada saat kita dapat melepaskan itu semua, pada saat itulah bila imam berkata menutup perayaan Ekaristi; “Ite missa est” (Marilah pergi, kita diutus), kita dapat menjawab dengan yakin: “Amin.”

Dan saat itulah mukjizat Tuhan mulai dapat terjadi, saat kita bisa melepaskan kekuatiran dan kelekatan kita dengan berbagai benda dan janji yang selama ini kita anggap baik, tetapi sebenarnya mengalihakan fokus kita dari Tuhan.

Marilah pergi, kita diutus.

Bagaimana dengan diriku? Apakah aku masih diputi kekuatiran yang membelenggu hatiku untuk menjadi utusan Tuhan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here