Tragedi Enam Lima

0
164 views
lustrasi: Plang nama Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya (Mathias Hariyadi)

Puncta 19.10.23
Kamis Biasa XXVIII
Lukas 11: 47-54

PADA zaman Orde Baru, tanggal 30 September adalah tanggal yang keramat. Suharto mengajak seluruh rakyat untuk tidak lupa atas tragedi 30 September.

Dibuatlah film Gerakan Tiga Puluh September yang setiap tahun diputar untuk disimpan dalam ingatan seluruh rakyat.

Monumen Lubang Buaya dibangun di Jakarta; juga di Kentungan Yogyakarta ada monumen kekejaman PKI pada waktu itu.

Setelah peristiwa itu, PKI dibubarkan dan semua orang yang terlibat ditangkap, dibuang, dibunuh, dihilangkan, dihukum tanpa ada pengadilan sebelumnya.

Pulau Buru dan Pula Nusakambangan menjadi tempat pembuangan para tahanan politik. Banyak orang yang mati di sana.

Di satu sisi kita membangun Taman Makam Pahlawan. Tetapi di sisi lain, kita membantai orang-orang yang tidak bersalah karena ketidaktahuan mereka sebagai rakyat jelata.

Muncullah kepemimpinan tunggal yang otoriter. Atas nama mengamankan kekuasaan, semua yang berbau PKI dilenyapkan. Penghilangan nyawa secara massal terjadi dimana-mana.

Tragedi 1965 adalah peristiwa kelam dalam kehidupan kita. Politik kekuasaan mudah digunakan untuk memecah belah anak bangsa. Janganlah terulang kembali tragedi yang memilukan itu.

Yesus mengingatkan dengan keras atas sikap munafik kaum Farisi. “Celakalah kalian, sebab kalian membangun makam para nabi, padahal nenek moyangmulah yang telah membunuh mereka.

Dengan demikian kalian mengakui, bahwa kalian membenarkan perbuatan nenek moyangmu, sebab kalian telah membunuh nabi-nabi itu dan kalian membangun makamnya.”

Kita harus berani berdamai dengan tragedi yang kelam itu. Kita diingatkan oleh Yesus untuk bertobat dari sikap permusuhan. Jangan mudah menghakimi orang dan membunuh karakter mereka.

Yesus mengkritik kemunafikan Kaum Farisi. Mereka menyembah dan memuliakan para nabi tetapi nenek moyang merekalah yang menyiksa dan membunuh orang-orang benar itu.

Merasa diri paling benar dan suci, tetapi perilakunya jauh dari nilai-nilai kebenaran itulah yang tidak bisa diteladani.

Karpet merah untuk Pak Mahfud,
Kita sambut dengan tepuk tangan.
Orang benar tidak boleh takut,
Sebarkan nilai-nilai kebhinekaan.

Cawas, sebarkan nilai kejujuran

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here