ADA lima hal yang menjadi penyebab permasalahan utama dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan (bdk. Miller and Spooolman, 2009):
- Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat cepat ;
- Penggunaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan;
- Kemiskinan;
- Tidak dimasukkannya biaya lingkungan ke dalam harga pasar untuk barang dan jasa yang dihasilkan;
- Menyederhanakan permasalahan lingkungan dengan tindakan perbaikan atau pencegahan yang tidak memadai.
Pendapat ahli lain misalnya Thomas Malthus menyatakan bahwa pertumbuhan jumlah penduduk akan menyebabkan terjadinya persoalan lingkungan dan permasalahan sosial. Sedangkan menurut Karl Marx menyatakan bahwa eksploitasi SDA merupakan sebab utama dari kemiskinan dan degradasi lingkungan. Pertumbuhan penduduk hanya merupakan simptom atau dampak dari permasalahan lainnya.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi harus dikendalikan. Sebab meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan beban pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan pelayanan sosial bidang kesehatan, pendidikan, transportasi dan sanitasi bagi masyarakat. Kemiskinan adalah efek dari ketidaksesuaian perbandingan jumlah penduduk dengan tingkat kemajuan ekonomi masyarakat yang mengakibatkan pula rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia (IPM Indonesia tahun 2012: 72,27).
IPM mempengaruhi tingkat pendidikan dan kemakmuran suatu bangsa. Jika dilihat persoalan lapangan kerja utama penduduk Indonesia usia di atas 15 tahun; jumlah penduduk yang bekerja di sektor jasa hanya 48,31%, lalu pekerja di sektor primer berbasis SDA 39.83%, sementara di sektor sekunder industri sebanyak 12,31%. Dari data di atas terdapat pergeseran kemampuan sektor menyediakan lapangan pekerjaan. Pada umumnya di negara berkembang jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor primer lebih mendominasi dibandingkan dengan sektor lainnya.
Dapatlah disimpulkan dari data di atas bahwa:
- Sektor primer dianggap tidak mampu memberikan peluang kerja dan penghasilan yang diharapkan karena tidak ada lahan garapan atau karena sumber daya alam yang tersedia semakin berkurang.
- Terjadi pergeseran pola hidup yang siginifikan yang dipengaruhi oleh era globalisasi dan gaya hidup sektor jasa dianggap sebagai sektor yang mampu memberikan penghasilan lebih.
Berdasarkan data IPM dan laju pertumbuhan ekonomi 2010: angka harapan hidup Indonesia rata-rata 70.9, sedangkan lama sekolah 7.9 tahun, laju pertumbuhan ekonomi 5,62. Dari data itu nampak ada 9 provinsi yang memiliki angka harapan hidup lebih rendah dari pada angka nasional misalnya NTB merupakan provinsi dengan angka harapan hidup 67,0.
Ironisnya bahwa angka melek huruf masyarakat di propinsi Jateng dan Jatim masih berada di bawah angka rata-rata nasional. Pada hal Jawa merupakan pulau dengan infrastruktur terlengkap dan semua penduduk relatif dapat dijangkau. Berdasarkan perhitungan seluruh komponen, maka dapat dilihat bahwa ada 17 provinsi di Indonesia yang masih memiliki IPM di bawah angka rata-rata yakni 72,27 dan provinsi Papua merupakan yang terendah (bdk Dr. Maria Ratnaningsih: Paradigma Pembangunan).
Prinsip keadilan dan lingkungan
Krisis ekologis suatu persoalan iman dan moral. Gereja perlu ikut terlibat dalam melestarikan alam itulah panggilan rohani dari setiap umat kristiani (bdk. Kej. 1:26-28). Semua umat kristiani dipanggil oleh Tuhan untuk melestarikan keutuhan ciptaan. Maka kita umat beriman kristiani memiliki tanggungjawab moral untuk bertanggungjawab dalam ekologis.
Artinya kita bertanggungjawab atas bumi sebagai satu-satnya tempat tinggal dan karena itu manusia menjadi penanggungjawab pertama dan utama lingkungan hidup. Sebagai umat beriman kristiani dengan merefleksikan teologi penciptaan bahwa kita diberi ciptaan yang semuanya baik adanya maka segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah itu mesti dipelihara dan dilestarikan agar segala sesuatu tercipta dengan aturan yang baik (bdk Dr. Maria Ratnaningsih dan Dr. Samuel Oto Sidin: Sejauh Ini Allah Hanya Menciptakan Satu Bumi).
- Masyarakat lokal dapat menjadi kunci kekuatan untuk mengatasi ketidakadilan terhadap lingkungan karena mereka memiliki pengetahuan dan praktek untuk mempertahankan lingkungan sebagai sumber kehidupan.
- Individu atau kelompok masyarakat yang memiliki inisatif dan tanggungjawab untuk terlibat dalam pengelolaan lingkungan harus menjadi agen perubahan.
- Usaha Gereja Katolik dalam tiga hal bidang:
- Pendidikan berupa animasi dan konsientisasi (penyadaran) kepada umat/masyarakat akan pentingnya lingkungan hidup;
- Advokasi suatu pembelaan atas hak-hak rakyat dan pemberdayaannya;
- Negosiasi Gereja pada pemerintah perihal regulasi agar berpihak pada rakyat dan memperhatikan lingkungan hidup.
Penutup
Hari studi tentang ekopastoral menyisakan pekerjaan rumah yakni agar setiap keuskupan mampu merealisasi tindakan yang konkrit bagi pelestarian ciptaan dan lingkungan hidup yang memperhatikan ekosistem. Akhirnya penghormatan dan penghargaan hak hidup seluruh makhluk ciptaan yang dibina dan dikembangkan sebagai bentuk tanggungjawab bersama adalah tugas Gereja dan semua warga bangsa. Semoga bumi menjadi rumah kita, dan Gereja menjadi pelaku utama melestarikan keutuhan ciptaan.
Hari studi tentang ekopastoral menyisakan pekerjaan rumah yakni agar setiap keuskupan mampu merealisasi tindakan yang konkrit bagi pelestarian ciptaan dan lingkungan hidup yang memperhatikan ekosistem. Akhirnya penghormatan dan penghargaan hak hidup seluruh makhluk ciptaan yang dibina dan dikembangkan sebagai bentuk tanggungjawab bersama adalah tugas Gereja dan semua warga bangsa.
Semoga bumi menjadi rumah kita, dan Gereja menjadi pelaku utama melestarikan keutuhan ciptaan.
Tulisan ini merupakan laporan pada Hari Studi Sidang Sinodal KWI dengan para narasumber yakni Prof. Emil Salim, Dr. Maria Ratnaningsih, Dr. Samuel Oto Sidin OFMCap.
Photo credit: Ilustrasi, Pantai Arai, Sungai Liat, Pulau Bangka (Mathias Hariyadi)
Artikel terkait: Hari Studi Ekopastoral Sidang Sinodal KWI 2012: Gereja Lestarikan Keutuhan Ciptaan (1)