Sabtu 18 November 2023,
- Keb. 18:14-16,19:6-9.
- Mzm. 105:2-3,36-37,42-43.
- Luk. 18:1-8.
PENGABDIAN para perempuan dalam Gereja sungguh nyata dan penuh totalitas. Tidak bisa dipungkiri bahwa para perempuan menjadi nadi Gereja. Sepak terjang mereka, bakti dan ketulusan pengabdian mereka sangat vital mewarnai dinamika hidup menggereja.
Santo Yohanes Paulus ke II kala menyambut Tahun Maria 1987-1988 menulis Surat Apostolik Mulieris Dignitatem. Surat ini membahas secara amat khas martabat kaum perempuan dengan mengkomparasikan simbol perempuan dalam Gereja ‘Hawa dan Maria’.
Ia menuturkan bahwa panggilan seorang perempuan pertama-tama adalah sebagai ibu dan perawan.
“Saya bersyukur bahwa suami saya memberi kebebasan pada saya untuk mengambil bagian dalam kegiatan menggereja,” kata seorang ibu.
“Saya sendiri yang mesti hati-hati dan memilih kegiatan, karena sekali saya terlibat dan memberi diri secara penuh, tawaran kegiatan dalam gereja selalu disodorkan, diajak dan dilibatkan hingga jika tidak hati-hati malah tidak akan efektif,” ujarnya lagi.
“Banyak kegiatan itu belum tentu baik, ibu pilih kegiatan yang bisa mendukung kebaikan gereja bukan mana yang ibu sukai,” kata suamiku suatu hari.
“Kalau ibu melayani hanya sesuai kesukaan dan kemauan itu bukan pelayanan namun lebih mau show off, atau pamer dan ibu tidak belajar apa pun,” lanjut suamiku.
“Pelayanan itu mendengar suara sang empunya gereja yakni kehendak Tuhan, terlibat aktif di gereja mestinya juga dibarengi kemampuan mendengar suara Tuhan,” sambungnya.
“Jika ini yang terjadi kehadiran ibu-ibu akan mendewasakan Gereja, wajah Gereja semakin tampak indah,” tegas suamiku.
“Itulah yang diinginkan Santo Yohanes Paulus II, para perempuan harus menjadi ibu dan perawan, seperti Bunda Maria menjadi Ibu Gereja dan sekaligus menjaga kesucian Gereja,” paparnya.
“Salah satu peran perempuan yang sangat tampak dalam kehidupan menggereja adalah menjadi ibu rumahtangga,” tegasnya.
“Layaknya seperti Maria yang melahirkan Yesus, merawat dan mendidik bahkan menemani sampai kematian Yesus, para perempuan pun harus harus dalam rumah tangannya secara utuh,” lanjutnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia,
dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat,
Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka.”
Banyak perempuan yang memberikan diri dalam pelayanan Gereja sebagai ungkapan syukur atas pemulihan dirinya atau karena berkat Allah yang dikaruniakan kepada keluarganya.
Namun demikian peran seorang ibu haruslah kembali sebagai jantung keluarga.
Gereja sangat bersyukur jika seorang ibu memainkan peran yang benar dalam mengemban cinta dan kasih di dalam keluarganya.
Seorang ibu yang baik akan melihat bahwa kehidupan beriman suami maupun anak-anaknya, adalah sesuatu yang sangat penting dan harus diperhatikannya.
Jika kita melihat sebuah keluarga baik, maka hampir pasti di sana ada peran besar seorang perempuan atau ibu.
Cara dan gaya hidup seorang perempuan menentukan gaya hidup keluarganya, juga seandainya dalam keluarga itu kehidupan beriman tidak terlalu baik.
Inspirasi dapat diperoleh oleh seluruh keluarga, jika seorang perempuan mampu dengan konsisten mempertahankan gaya hidup berimannya, gaya hidup doanya, tutur katanya, dan terutama tindakan-tindakannya yang dapat dicontoh bagi orang-orang serumah yang hidup bersamanya.
Bagaimana dengan diriku? Apakah aku sudah menjadi ibu yang baik dalam keluarga dan perempuan yang beriman dalam hidup menggereja?