Minggu 31 Desember 2023.
- Kej. 15:1-6;21:1-3.
- Mzm. 105:1b-2,3-4,5-6,8-9.
- Ibr. 11:8,11-12,17-19.
- Luk. 2:22-40
HUBUNGAN antar dua orang sejoli tidak pernah menjadi hubungan yang sempurna dan memang tidak ideal.
Dari hubungan cinta itu, tidak bisa dipingkuri akan ada keraguan, ketidakstabilan, dan pengurbanan. Tidak sedikit orang yang sedang jatuh cinta harus mengalami gejolak perasaan bahkan derai airmata yang selalu membasahi pipi.
Cinta yang sempurna melenyapkan semua ketakutan. Cinta itu merangkul rasa takut melebur kerinduan menjadi daya kasih dan penerimaan bagi pasangannya.
“Seperti membeli kucing Dalam karung, demikian itulah yang saya alami dengan pasanganku,” kata seorang ibu.
“Saya dulu terpesona dengan penampilan dan bicaranya, hingga aku terpikat namun ternyata dia buaya dan hanya modal omong kosong belaka,” lanjutnya.
“Orangtuaku dan beberapa orangtua sudah mengingatkanku namun itu semua tidak aku dengarkan,” katanya. “Nasihat mereka saya lihat sebagai penghalang dan selalu saya tentang,” imbuhnya.
“Hingga kami ambil jalan untuk tetap bersama, dan karena orangtua sudah tidak melihat jalan lagi untuk mengingatkanku mereka pun menyerahkan semua pilihan pada saya,” sambungnya.
“Saya akhirnya menikah dengan pacar pilihanku namun yang tidak disetujui orangtuaku,” tegasnya.
“Setelah pernikahan, barulah saya menyadari bahwa yang semau nasihat orangtuaku dan saudaraku benar, suamiku tidak bisa apa-apa, tidak bekerja, tidak ada inisiatif mencari pekerjaan,” ujarnya dengan sesal.
“Dia hanya pintar berdalih, lelaki yang pemalas dan tidak punya tanggungjawab dalam hidup ini,” lanjutnya.
“Kini saya yang banting tulang untuk menghidupi keluarga, mau minta bantuan orangtua, rasanya malu dan tidak berani,” ujarnya.
“Saya mestinya dulu mendengarkan nasihat orangtuaku,” tegasnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,”Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut Hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan.”
Dalam hidup berkeluarga, kita sebagai keluarga katolik hendaknya meneladan keluarga kudus Nazaret. Meneladani Yusuf sebagai seorang bapak yang taat, setia dan siap berkorban untuk keluarganya. Dari awal saat dia memutuskan untuk mengambil Maria menjadi isterinya, dan bukan menceraikannya, sudah menunjukkan bagaimana dia tidak memikirkan kepentingan dirinya sendiri melainkan hanya taat pada kehendak Tuhan.
Dari Maria, kita meneladani sikap seorang ibu yang sederhana, rendah hati, sabar, senantiasa menyimpan setiap perkara dalam hatinya dan membawanya dalam doa. Dari awal menerima kabar malaikat bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus, hingga saat mendampingi Yesus yang wafat di kayu salib, kita dapat melihat pribadi Maria yang setia dan taat pada kehendak Allah.
Sungguh Keluarga Kudus Nazaret ini menjadi teladan yang patut kita imani dan syukuri, karena dalam perjalanan hidup berkeluarga tidak selalu mulus dan mudah. Ada onak duri dan kerikil. Ada pertengkaran yang kadang melukai dan menimbulkan kepahitan. Tetapi melalui Keluarga Kudus Nazaret kita diajarkan untuk taat.
Firman Tuhan dan Doa menjadi landasan dan pegangan hidup keluarga kita. Bersama pasangan, hidup saling menerima, mengasihi, mengampuni, memaafkan satu sama lain. Dan dengan anak-anak, kita juga menanamkan nilai-nilai iman katolik dan teladan dari orangtuanya yang benar.
Apabila kita mau taat melaksanakan apa yang Tuhan perintahkan dan percaya akan pemeliharaan Tuhan atas hidup maka keluarga kita akan mengalami damai dan sukacita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku belajar setia dan berjuang seperti Maria, Yusup dan Yesus dalam membangun hidup berkeluarga?