Selasa. Minggu Biasa I. Hari Biasa (H)
- 1Sam. 1:9-20
- MT 1Sam. 2:1.4-5.6-7.8abcd
- Mrk. 1:21b-28
Lectio
21 Mereka tiba di Kapernaum. Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar. 22 Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat.
23 Pada waktu itu di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan roh jahat. Orang itu berteriak: 24 “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.”
25 Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: “Diam, keluarlah dari padanya.” 26 Roh jahat itu menggoncang-goncang orang itu, dan sambil menjerit dengan suara nyaring ia keluar dari padanya.
27 Mereka semua takjub, sehingga mereka memperbincangkannya, katanya: “Apa ini? Suatu ajaran baru. Ia berkata-kata dengan kuasa. Roh-roh jahatpun diperintah-Nya dan mereka taat kepada-Nya.” 28 Lalu tersebarlah dengan cepat kabar tentang Dia ke segala penjuru di seluruh Galilea.
Meditatio-Exegese
Aku telah memintanya dari pada Tuhan
Eli, imam dan kepala Bait Allah di Silo, datang untuk memberkati Hana, walau ia tidak dapat memahami maksud dan kehendak perempuan itu (1Sam. 1:15-17). Hanya Allah yang mendengarkan perempuan itu, dan Ia menerima sumpahnya kepada-Nya (1Sam. 1:11). Hana mengikuti teladan Sara, Rahel, dan ibu Samson dan perempuan lain percaya pada karya Allah saat karya-Nya menjadi nyata ketika Ia menghapus aib atas kemandulan mereka.
Namun yang terpenting, Hana adalah salah satu teladan utama dari para perempuan beriman yang tekun berdoa dan percaya Allah mendengarkan doanya. Origenes, bapa Gereja dari Alexandria, menulis, “Mengapa perlu disebutkan di sini semua orang yang, dengan berdoa sebagaimana mestinya, mendapatkan kemurahan hati dan karunia terbesar dari Allah?
Sebab akan mudah bagi siapa pun meneladani sikap iman dari banyak tokoh dalam Kitab Suci. Hana melahirkan Samuel, yang dapat disamakan dengan Musa (lih. Yer 15:1). Meskipun ia mandul, ia beriman dan berdoa kepada Tuhan (1 Sam 1:9 dst). […]
Berapa banyak bantuan yang dapat kita peroleh jika kita mengingat anugerah yang telah kita terima dengan penuh syukur. Maka, layaklah kita memuji-Nya atas anugerah itu.
Ketika disiram oleh rahmat Roh Kudus melalui doa terus-menerus, jiwa-jiwa yang telah lama tidak menghasilkan buah, mandul dalam lubuk hati terdalam dan dipenuhi dengan tanda kematian, mulai merenungkan pikiran yang sehat dan suci, serta dipenuhi dengan kebenaran.” (De Oratione, 13, 2-3).
Hana, yang akan mengandung Samuel, mempralambangkan Ibu Maria. Santo Cyprianus menulis Hana juga “simbol Gereja yang membawa Tuhan. Doanya tidak riuh, melainkan diucapkan dengan suara tenang dan lirih. Ia berdoa dari lubuk hatinya yang paling dalam, karena tahu bahwa Tuhan mendengarkannya di sana.” (De Oratione Dominica, 5).
Samuel lahir ke dunia sebagai anugerah Tuhan, karena ibunya “memintanya dari pada Tuhan.” (1Sam. 1:20), menurut etimologi populer dari namanya.
Tugas pengutusannya pun sama istimewa dengan kelahirannya. Hana mempersembahkannya di Bait Tuhan, “seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada Tuhan.” (1Sam. 1:28). Samuel dididik oleh para imam di bait Allah di Silo (Hak. 18:31; 21:19). Lembaga pendidikan kuna ini dikembangkan pada jaman para hakim.
Di Silo, Tuhan dipanggil sebagai “Tuhan semesta alam” (1Sam. 1:11). Umat mengungkapkan iman tak hanya pengakuan atas kedaulatan-Nya pada seluruh ciptaan, tetapi juga atas atas kasih-Nya terhadap ciptaan-Nya sendiri.
Memang, Hana, yang berdoa di halaman Bait Suci, menunjukkan bahwa Samuel akan menjadi buah dari permohonannya. Karya-Nya membuktikan Allah campur tangan secara khusus demi kepentingan-Nya dan demi kebaikan seluruh umat.
Sumpah Hana tentang calon anaknya berarti dia akan menjadi seorang nazir. Ia harus berpantang pada minuman yang memabukkan, menghindari kontak dengan mayat dan tidak memotong rambut (bdk. Bil. 6:1-21). Sumpah itu berarti bahwa Samuel terus menerus dan secara khusus melaksanakan tugas yang diberikan Allah kepadanya.
Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar
Sinagoga, kata benda bermakna: rapat, pertemuan, komunitas. Sinagoga digunakan orang Yahudi untuk mendeskripsikan tempat atau bangunan tempat mereka berkumpul untuk mendengarkan, membaca Kitab Suci dan beribadat.
Tempat atau bangunan ini nampaknya mulai dikenal orang Yahudi pada masa pembuangan di Babel, sekitar abad 7 sebelum Masehi. Fenomena penggunaan tempat khusus ini nampaknya tidak menyebar dengan cepat, karena pemugaran Bait Allah lengkap dengan segala fungsinya.
Pada awal abad pertama Masehi, terdapat sinagoga di kota yang dianggap penting di Palestina. Cukup banyak komunitas Yahudi di beberapa kota di luar Palestina mendirikan sinagoga untuk menopang kepentingan mereka.
Kelak sinagoga berperan penting dalam pembaharuan Yudaisme setelah Bait Allah diruntuhkan dan tidak mungkin dibangun kembali pada tahun 70 M. Sinagoga dirancang dalam bentuk persegi panjang dan tempat duduk harus menghadap ke kota Yerusalem. Di setiap sinagoga yang menjadi titik pusat perhatian adalah mimbar tempat Kitab Suci dibacakan dan diterangkan maknanya bagi umat.
Kapernaum terletak di bagian barat Danau Galilea dan secara tradisional masuk dalam wilayah Suku Zebulon dan Naftali. Zebulon (Kej. 30:20; 49:13) dan Naftali (Kej. 30:8; 49:21), keduanya, adalah anak-anak Yakub. Masing-masing mendapatkan tanah pusaka di bagian utara yang berbatasan dengan daerah asing (Yos. 19:32-39).
Di kota inilah Yesus tinggal setelah meninggalkan Nazaret, desa asal-Nya (Mat. 4:13) dan menjadikannya sebagai pusat karya pelayanan-Nya. Banyak mukjizat dikerjakan Yesus di kota ini: menyembuhkan hamba perwira Romawi (Mrk. 1:5-13); menyembuhkan mertua Petrus (Mrk. 1:14-17) dan menyembuhkan orang lumpuh (Mrk. 2:1-12).
Sebagai orang Yahudi, Yesus mendaftarkan diri menjadi anggota komunitas sinagoga setempat. Sinagoga ini rupanya dibangun oleh perwira Romawi yang bersimpati pada agama Yahudi dan anaknya disembuhkan Yesus (Luk. 7:5).
Yesus selalu mengajar di sinagoga. Namun para penginjil tidak menuliskan apa yang diajarkan. Barangkali Ia selalu menggunakan kesempatan itu untuk mengajarkan tentang Kerajaan Allah. Yang tercatat dengan kuat dalam Injil adalah kesan umat setelah mendengarkan pengajaran Yesus. Mereka takjub, “Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu” (Yoh. 7:46).
Orang Farisi, ahli Taurat, dan para guru lain hanya mengutip dan menjelaskan hukum Musa. Tetapi Yesus memulai pengajaran-Nya dengan ungkapan penuh wibawa, “Aku berkata kepadamu…” Kuasa pengajaran-Nya nampak dalam pengusiran setan, pengampunan dosa (Mrk. 2:1-12), perombakan atas adat istiadat Yahudi (Mrk. 7:1-13), misalnya.
Kerasukan roh jahat
Roh jahat atau setan (Luk. 4:33) merasuki orang dan merusak hidupnya. Ia merusak tidak hanya tubuh, tetapi juga, sesuai pandangan jaman itu, moral dan kesehatan jiwa-raga (Mrk. 1:34; 9:25). Roh ini selalu berusaha menjauhkan manusia dari Allah. Roh itu selalu menjadikan manusia sebagai budak; budak dari konsumerisme, uang, kekuasaan, pengaruh, dan keinginan yang keinginan daging (Gal. 5:19-21).
Dan Yesus, dalam bimbingan dan kuasa Roh Kudus, mengalahkannya di gurun (Mrk. 1:12-13); tetapi mereka selalu menyingkir dan mencari kesempatan yang baik untuk datang menggoda kembali (bdk. Luk. 4:13). Maka, setiap kali berhadapan Yesus, roh jahat akan selalu melawan. “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami?” (Mrk. 1: 24).
Yang diucapkan setan merupakan ungkapan ketakutan mereka pada Yesus. Yesus memang diutus untuk mengalah dan mengikat mereka di neraka. Tugas perutusan Yesus dirumuskan oleh Santo Yohanes (1Yoh. 3:8), “Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu”, in hoc apparuit Filius Dei ut dissolvat opera diaboli.
Setan selalu mempunyai cara licik untuk mengelak dari kuasa Yesus. Bahkan melalui pengetahuannya itu, Yesus digoda. Mengutip nubuat Nabi Daniel, setan berseru tentang siapa Yesus, yaitu Ia yang diurapi, Sang Mesias (Dan. 9:24).
Diam, keluarlah dari padanya
Yesus menghardik si setan untuk diam. Markus menggunakan kata φιμωθητι, phimotheti, diamlah, tenanglah. Ungkapan yang berasal dari kata dasar yang sama, φιμω, phimo, digunakan ketika Yesus menghardik angin yang menggoncangkan perahu para murid (Mrk. 4:39).
Kata ini juga digunakan untuk menenangkan binatang buas (1Kor. 9:9). Setan pun takut dan keluar dari tubuh orang itu.
Yesus tidak mau setan menyingkapkan identitas diri-Nya, karena Ia tidak ingin diperintah oleh setan (bdk. pencobaan Yesus pada Mat. 4:1-11; Luk. 4:1-113).
Katekese
Mengenal tanpa mengasihi. Santo Augustinus dari Hippo, 354-430:
“Kata-kata yang keluar dari mulut setan menunjukkan dengan jelas bahwa mereka memiliki pengetahuan luas, tetapi mereka tidak memiliki kasih sama sekali. Mereka takut menerima penghukuman dari-Nya.
Mereka tidak mengasihi kebenaran yang ada dalam diri Yesus. Ia telah membuat diri-Nya dikenali setan hingga tahap yang dikehendaki-Nya; dan Ia menghendaki dikenali hingga tahap yang tepat.
Namun, pada setan Ia tidak membiarkan diri dikenali seperti pengenalan oleh para malikat kudus, yang ambil bagian dalam keabadian-Nya. Dengan membuat mereka ketakutan, Yesus bertujuan untuk melucuti kuasa jahat yang menindas dan memaksa.
Kuasa itu menarik mereka yang bersedia menjadi budak dalam kerajaan dan kemuliaan yang ditentukan, yang benar-benar abadi. Maka, Yesus tidak membiarkan diri-Nya dikenal oleh setan sebagai Sang Hidup Abadi, dan Cahaya yang menyinari para pengikut sejati-Nya.
Hati mereka dimurnikan karena iman akan Dia, sehingga mereka mampu memandang cahaya-Nya. Ia dikenal setan melalui dampak sementara kuasa-Nya, tanda kehadiran-Nya yang tersembunyi, yang mungkin tidak dapat dirasakan setan, bahkan yang paling licik sekali pun di antara mereka. Tanda itu justru dapat ditangkap oleh jiwa terlemah di antara manusia.” (City of God 9.21).
Oratio-Missio
Tuhan, sabda-Mu penuh kuasa dan hidup. Semoga aku tak pernah ragu akan kasih dan belas kasih-Mu. Melalui sabda-Mu, bebaskanlah, sembuhkanlah dan pulihkanlah tubuh, hati dan jiwaku. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk tidak menjadi budak dari konsumerisme, uang, kekuasaan dan keinginan daging?
Obmutesce et exi de homine! – Marcum 1:25