Rindu akan Sang Nabi

0
47 views
Ilustrasi: Nabi palsu mengarahkan pada penyembahan pada binatang buas, by pelukis tak dikenal.

DEWASA ini, dunia dan negara kita tercinta telah dihantam oleh berbagai macam peristiwa. Perang, pelanggaran HAM, dan lain sebagainya. Kondisi dunia yang sedang kacau seperti ini membuat saya sebagai umat Allah bertanya-tanya apakah Allah sudah membenci manusia? Atau apakah Allah sudah meninggalkan umatnya?

Mungkin juga seperti lagu Ebit G agaknya “Tuhan sudah bosan dengan kita yang senantiasa bangga akan dosa-dosa”? Alam diperkosa, sesama dieksploitasi dan lain sebagainya. Para petinggi agama bahkan petinggi Gereja malah sibuk memperdebatkan makan gratis dan lain sebagainya.

Suara profetis

Memang tidak semua namun kebanyakan yang kami sebagai umat Allah lihat adalah seperti itu. Tiga tugas yang kristus embankan kepada kita juga perlahan sudah ditinggalkan. Tugas sebagai imam mungkin sudah dijalankan, sebagai guru sudah diemban, namun kemana sang nabi, di mana suara profetik, di mana nabi-nabi yang senantiasa membela umat dan menegur para penguasa.

Atau para nabi sudah berselingkuh dengan kemapanan dan penguasa dunia. Mengapa Gereja dibiarkan menjanda? Semenjak kematian romo Manggun Wijaya, agaknya dimensi profetis Gereja juga ikut mati bersamanya. 

Namun masih banyak juga yang berkata “iman itu urusan pribadi kamu sama Tuhan”. Jika benar demikian kenapa Yesus mengirim para gembala? Jika benar demikian mengapa Allah mengirim para pekerja ke ladangnya? Apakah domba dapat mengiring dirinya sendiri? Apakah gandum dan jelai dapat memanen dirinya sendiri? Jika iya maka tidak akan ada domba yang tersesat, jika iya tidak akan ada lumbung yang perlu dibangun.

Gereja menjanda

Gereja telah menjanda, dan para nabi telah berselingkuh dengan penguasa dan tahta. Kerinduan akan nabi yang sederhana, pendekar rakyat lemah seperti Elia semakin kuat. Kami hanya umat Allah yang sederhana yang hanya paham tentang kemurnian, kesucian, dan kesederhanaan, secara harfiah. Jika para nabi mengatakan bahwa tiga kaul itu harus ditafsirkan supaya sesuai konteks zaman.

Bagi saya itu bukan jawaban melainkan pembelaan untuk membenarkan tindakan-tindakan perselingkuhan dengan kemapanan. Jika memang demikian amarah dan tendensius umat tertentu itu bukan tanpa alasan. Melainkan mereka telah kecewa karena merasa ditinggalkan oleh para nabi.

Kasus penembakan demonstran di Seruyan, Kalimantan tengah, hanya menjadi berita yang tidak jelas sampai sekarang. Apakah sudah mendapat keadilan atau belum. Pertanyaannya d imana para nabi? Mereka yang mengalami keadaan yang sama seperti korban penembakan itu merindukan sang nabi yang benar-benar nabi. Bukan mereka yang koar-koar di dalam ruang filsafat dan teologi tentang kesejahteraan dan kemakmuran, tapi tanpa pernah tau rasanya kelaparan.

Ini adalah risalah dari kami para umat Allah yang merindukan sang nabi. Jika bijak sudilah para nabi merenungkan dan merefleksikan. Jika para nabi marah akan teguran dan suara hati umatnya, siapakah yang dapat kami jadikan pegangan. Karena kami percaya, Tuhan menyertai kamu senantiasa hingga akhir zaman melalui para nabi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here