Lectio Divina 19.3.2024 – Ketaatan Yusuf pada Allah

0
237 views
Bapak Yusuf merawat Yesus, by Caritas for children

Selasa. Hari Raya Santo Yosef, Suami Santa Perawan Maria (P)

  • 2Sam. 7:4-5a.12-14a.16
  • Mzm.89:2-3.4-5.27.29
  • Rm. 4:13.16-18.22
  • Mat. 1:16.18-21.24a atau Luk 2:41-51a

Lectio

16 Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus. 18 Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri.

19 Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. 20 Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.

21 Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” 24 Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya,

Meditatio-Exegese

Seorang yang tulus hati

Yusuf dilukiskan sebagai pribadi yang  tulus dan berperasaan lembut, hingga ia tidak mau menyakiti hati Maria di muka umum (Mat. 1:19).  Keutamaan yang ditemukan dalam hati dan hidup Yusuf menjadikannya layak menjadi pelindung dan ayah yang melindungi bayi Yesus.

Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407, pengkhotbah ulung dan uskup Konstantinopel, menulis, “Pengertian ‘tulus hati’ adalah bahwa Yusuf selalu bersikap dan bertindak benar sepanjang hidupnya.  Karena bebas dari ketamakan adalah keadilan, dan keutamaan yang dianut semua orang adalah keadilan.

Kata terakhir, keadilan, dalam Kitab Suci disamakan dengan dengan ‘jujur atau benar’. Kata itu mengacu pada ‘orang itu saleh dan jujur’ (Ayb. 1:1) atau ‘keduanya adalah benar.’ (Luk. 1:6). Karena Yusuf selalu bertindak ‘tulus hati’ dan ‘jujur’, ia bermaksud menceraikan Maria dengan diam-diam.” (On Matthew, Homily 4)

Kata sifat δικαιος, dikaios, jujur-adil, tulus hati, benar atau padanan dalam Latin Vulgata, iustus, taat pada hukum, adil, benar, digunakan untuk melukiskan pribadi yang menghayati semua keutamaan. Pribadi itu memiliki sikap batin yang tidak memiliki nafsu serakah. Atau ia mampu mengendalikan keserakahan dalam hatinya.

Di samping itu, dikaios juga bermakna: selalu menimbang dan membanding keputusan pribadi dengan kehendak Allah. Kehendak-Nya menjadi tolok ukur hidup dan tindakan.

Maka, Yusup, yang tulus hati, memiliki sifat bahwa ia orang yang baik dan berbelas kasih. 

Janganlah engkau takut

Iman Yusuf diuji ketika ia mendapati Maria, tunangannya, hamil. Yusuf tidak mau mempermalukan Maria.  Ia tidak ingin mencemarkan nama Maria, karena ia takut akan Allah.

Benar, bahwa ia bisa membatalkan ikatan pertunangannya dengan Maria. Tetapi, ternyata Yusuf mempertimbangkan keputusan itu telebih dahulu di hadapan Allah. Ia tidak mau tergesa mengambil keputusan dalam situasi terluka dan marah.

Allah tidak hanya menganugerahinya bimbingan dan hiburan. Tetapi Ia juga memberi jaminan ilahi. Ia dipanggil untuk menjadi suami Maria dan memikul tanggung jawab luar biasa yang menuntut iman kepada-Nya melampaui batas-batas kekuatan manusiawinya sendiri. Yusuf percaya pada pesan ilahi yang diterimanya.

Bayi yang ada di kandungan Maria adalah Sang Mesias yang dijanjikan. Dialah Anak-Nya yang tunggal dan anak Maria yang dikandung karena Roh Kudus.

Maka, sabda-Nya (Mat. 1:20), “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.”,Ioseph fili David, noli timere accipere Mariam coniugem tuam. Quod enim in ea natum est, de Spiritu Sancto est.

Paus Fransiskus mengajarkan tentang  Yusuf yang taat pada Allah, “Yusuf segera menanggapi, “Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya.” (Mat. 1:24). Ketaatan memungkinkannya untuk mengatasi kesulitannya dan menyelamatkan Maria.

Dalam mimpinya yang kedua, malaikat berkata kepada Yosef, “Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia.” (Mat. 2:13).

Yusuf tidak ragu untuk menaatinya, tanpa bertanyatanya tentang kesulitan yang akan dihadapinya, “Maka Yusuf pun ngga Herodes mati.” (Mat. 2:14-15).

Di Mesir Yusuf dengan kepercayaan dan kesabaran menanti pemberitahuan yang dijanjikan oleh malaikat untuk kembali ke negarbangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hianya.

Segera setelah utusan ilahi, dalam mimpi ketiga, memberitahunya bahwa mereka yang mencoba membunuh Anak itu sudah mati, dan memerintahkannya untuk bangun, membawa Anak itu dan ibu-Nya bersamanya dan kembali ke tanah Israel (bdk. Mat. 2:19-20), ia sekali lagi menaati tanpa ragu-ragu. “Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya dan pergi ke tanah Israel” (Mat. 2:21). 

Tapi dalam perjalanan pulang, “setelah didengarnya, bahwa Arkhelaus menjadi raja di Yudea  menggantikan Herodes, ayahnya, ia takut ke sana. Karena dinasihati dalam mimpi” – dan ini adalah yang keempat kalinya terjadi – “pergilah Yusuf ke daerah Galilea… di sana iapun tinggal di sebuah kota yang

bernama Nazaret.” (Mat. 2:22-23).

Penginjil Lukas, pada bagiannya, mengisahkan bahwa Yusuf menghadapi perjalanan panjang dan tidak nyaman dari Nazaret ke Betlehem untuk didaftarkan di kota asalnya sesuai hukum Kaisar Caesar Augustus yang berkaitan dengan sensus. Dalam keadaan inilah Yesus lahir (bdk Luk. 2:1-7), dan kelahiran-Nya didaftarkan dalam daftar Kekaisaran, seperti semua anak lainnya.

Santo Lukas khususnya tertarik untuk menunjukkan bahwa orangtua Yesus mematuhi semua ketentuan hukum: upacara sunat Yesus, pemurnian Maria setelah melahirkan, persembahan Anak pertama kepada Allah (bdk. Luk. 2:21-24). Di setiap keadaan, Yusuf menyatakan “fiat”nya sendiri, seperti fiat Maria pada Kabar Sukacita dan Yesus di Taman Getsemani.

Yusuf, dalam perannya sebagai kepala keluarga, mengajar Yesus untuk patuh kepada orang tua-Nya (bdk. Luk. 2:51), seturut perintah Allah (bdk. Kel. 20:12). Dalam persembunyian di Nazaret, di sekolah Yusuf, Yesus belajar melakukan kehendak Bapa. Kehendak itu menjadi makanan-Nya sehari-hari (bdk. Yoh. 4:34).

Bahkan pada saat paling sulit dalam hidup-Nya, yang dialami di Getsemani, Ia lebih suka melakukan kehendak Bapa dan bukan kehendak-Nya sendiri, dan menjadi “taat sampai mati […] bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp. 2:8).  Untuk ini, penulis Surat kepada Orang-orang Ibrani menyimpulkan bahwa Yesus “belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya.” (Ibr.  5:8).

Dari semua peristiwa ini tampaklah bahwa Yusuf “dipanggil oleh Allah untuk secara langsung melayani pribadi dan misi Yesus melalui pelaksanaan peran kebapaannya,” justru dengan cara ini, “ia bekerjasama dalam kepenuhan waktu dalam misteri agung keselamatan dan sungguh menjadi pelayan keselamatan.” (Surat Apostolik Patris Corde, 3).

Iman Yusuf dapat disejajarkan dengan iman para bapa bangsa dari Perjanjian Lama – Abraham, Ishak dan Yakub. Yusuf mengikuti panggilan Yahwe dengan iman yang penuh. Ia percaya bahwa Allah akan mengutus Sang Mesias, yang dirindukan dari generasi ke generasi.

Ia datang sebagai pemenuhan atas janji Allah pada Abraham dan menjadi anak turunnya. Dan inilah peran Mesias yang dijanjikan turun temurun, “Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” (Mat. 1:21).     

Allah dalam keheningan mutlak mempercayakan pengasuhan anak yang tak berdaya itu dalam tangan Yusuf. Ia membesarkan, melindungi, mengajar dan melatih Yesus hidup dan tumbuh.  Yusuf menerima peran dan melaksanakan perintah Allah dengan taat, tanpa suara.

Ia adalah teladan bagi siapa saja yang dipanggil untuk mengasuh, mendidik dan melindungi generasi muda. Terlebih Yusuf adalah saksi iman akan rencana penebusan-Nya dan pelayan sabda-Nya.

KATEKESE

Sifat-sifat Yusuf. Santo Bernard dari Clairvaux, 1090-1153:

“Sifat-sifat dan mutu iman Yusuf dapat disimpulkan dari kebenaran bahwa Allah menghormatinya dengan gelar bapak, dan, walaupun tindakan hanya sekedar urusan untuk mendapatkan kenyamanan. Inilah yang umum diketahui dan dipercayai.  Nama Yusus itu sendiri, yang kalian mengerti maknanya sebagai “berkembang”, menunjukkan sifat yang jauh melampaui pengertian kita.

Ingatlah bapa bangsa yang dijual ke Mesir, dan kalian akan menyadari bahwa itu bukanlah sekedar nama yang disandang orang kudus ini. Ingatlah juga kemurnian hatinya, ketulusan hati dan rahmat yang melingkupinya.

Iri hati yang membuncah di hati saudara-saudaranya terlah menyebabkan Yusuf yang ini dijual dan dipaksa ke Mesir; dan, oleh karena itu, menjadi pralambang Yesus Kristus yang dijual pada orang yang tidak mengenal Allah.

Kelak, Yusuf mengungsikan Kristus ke Mesir, menghindari iri hati yang melanda Herodes … Yusuf yang pertama menafsirkan mimpi; Yusuf yang kedua dianugerahi wahyu ilahi dan melaksanakan sepenuhnya.  Yusuf, sang bapa bangsa, mengumpulkan gandum, bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk seluruh bangsa.

Yusuf kita menjaga roti hidup dari sorga agar tetap selamat dari bahaya, untuk dirinya sendiri dan dunia.  Pastilah bahwa Yusuf yang bertunangan dengan Bunda Sang Penebus adalah pribadi yang baik dan beriman.

Ia, saya katakan, adalah orang yang bijaksana dan pelayan Allah yang setia. Tuhan menetapkan dirinya untuk membantu ibu Tuhan dan merawatnya pada masa kanak-kanak, menyediakan diri untuk membantu pertumbuhan-Nya sesuai dengan rencana keselamatan-Nya.”   (Hom. 2 super Missus est, 11.16: PL 183, 69-70).

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau membebaskan aku dari kuasa dosa dan kematian, serta memulihkan hidupku. Semoga aku selalu mempercayakan hidupku pada tangan-Mu yang menyelamatkan, membimbing langkahku dan menghantar  aku masuk dalam Kerajaan-Mu. Amin. 

  • Apakah aku selalu mempertimbangkan keputusan dan tindakanku di hadapapan Allah?

Ioseph fili David, noli timere accipere Mariam coniugem tuam. Quod enim in ea natum est, de Spiritu Sancto est – Matthaeum 1: 20

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here