Minggu, 17 Maret 2024
- Yer. 31:31-34;
- Mzm. 51:3,4,12-13,14-15;
- Ibr. 5:7-9;
- Yoh 12:20-33.
KEADAAN sulit bisa menimpa siapa pun dan akibat kesulitan tersebut seseorang bisa mudah putus asa. Tak mudah memang untuk bisa melewati masa-masa sulit dalam kehidupan. Diperlukan kesabaran dan keikhlasan untuk bisa menghadapinya.
Mungkin bagi sebagian orang, sulit untuk bisa sabar dan ikhlas, tetapi kita perlu menghidupi sikap itu, agar keluar dari kesulitan yang menerpa. Jika bisa melakukan hal tersebut, kita akan memiliki kekuatan dan keberanian untuk melewati masa sulit.
“Rasa gundah, sedih, gelisah pernah menyelimuti perasaanku,” kata seorang ayah. “Perasaan tersebut muncul karena saya tengah mengkhawatirkan keluargaku setelah saya melakukan kesalahan yang berakibat fatal. Saya takut isteri dan anakku meninggalkan diriku setelah tindakan konyol yang terjadi,” ujarnya.
“Meski demikian aku akan menghadapi dengan sepenuh hati, aku tidak akan melarikan diri dari tanggung awab atas masalah yang terjadi.
Meskipun ada kemungkinan anak dan istriku pergi meninggalkanku, aku harus tetap yakin bahwa aku akan bisa melalui semua masalah tersebut. Setelah berjuang sepenuh hati melalui cobaan berat, saya bersyukur karena saya telah berubah menjadi pribadi yang lebih tangguh dan jauh lebih baik lagi,” tegasnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,” Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.”
“Mencintai nyawa” artinya keinginan untuk mencari aman sendiri dan hanya mementingkan diri sendiri. “Kehilangan nyawanya” bisa dipahami dalam dua pengertian, yaitu menghancurkan kehidupannya di dunia ini atau kehilangan kesempatan untuk memperoleh hidup yang kekal.
Orang yang egois dan mau cari aman sendiri akan menghancurkan kehidupannya sendiri dan juga orang-orang yang berada di sekitarnya. Selain itu, orang yang egois dan mau cari rasa aman sendiri sangat sulit untuk sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan Yesus, padahal hidup yang kekal hanya ada di dalam Dia.
Masa penindasan atau penganiayaan akan menjadi batu ujian untuk memperlihatkan apakah ia sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan Yesus atau ia hanya memiliki iman yang dangkal. “Barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memiliki hidup yang kekal,”
Tidak mencintai nyawanya” artinya tidak hanya mementingkan diri sendiri dan tidak mencari rasa aman diri semata. Orang yang “tidak mencintai nyawanya” senantiasa hidup memuliakan Tuhan dan menjadi berkat bagi banyak orang. Ia tidak lagi hidup bagi dirinya sendiri, melainkan bagi Kristus yang telah mengasihi dan menyerahkan diri-Nya untuknya
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku rela kehilangan nyawa dalam mencintai Tuhan Yesus?