Minggu, 31 Maret 2024
- Kis. 10:34a,37-43;
- Mzm. 118:1-2,16ab-17,22-23;
- Kol. 3:1-4 atau 1Kor. 5:6b-8;
- Yoh. 20:1-9.
- DISPOSISI batin seseorang akan menentukan reaksi seseorang atas sebuah peristiwa yang terjadi.
Tidak sedikit orang yang tindakannya berbasis orang lain bukan atas dasar keyakinannya sendiri. Sikap ini menunjukkan bahwa ada orang-orang yang cenderung lebih fokus pada ancaman, konflik, dan ketidakpastian dibandingkan pada tujuan, keinginan mereka sendiri. Hal ini mengakibatkan perilaku ragu, bimbang mendominasi sikapnya.
Untuk mengatasi situasi ini, pribadi yang fokus pada orang lain seringkali harus ditolong oleh kesaksian dan dukungan pendapat orang lain. Sikap orang lain yang sama dengan keyakinannya akan menguatkan fokus mereka ke arah tujuan dan keinginan mereka sendiri. Namun kadang pendapat yang tidak sesuai dengan keyakinannya akan membuatnya semakin berada dalam ketidakpastian.
“Saya tahu kecakapan dan kemampuan anak saya, namun dia masih perlu peneguhan orang lain,” kata seorang bapak.
“Maka saya sangat kuatir melepaskan anakku untuk pergi sekolah di kota lain. Dia sangat akan menjadi hebat dan berhasil jika bertemu teman yang baik. Namun dia akan bisa salah arah jika dia bertemu dengan orang yang salah.
Dia masih perlu kata iya dari orang lain untuk ide dan perbuatannya. Dia kurang percaya diri dengan apa yang dia yakini, mudah ragu hingga cenderung menunggu arus yang terjadi.
Syukurlah dia bertemu dengan teman seiman dan orang-orang yang baik hingga dia bisa fokus pada sikap positip yang ada dalam hatinya,” ujar bapak itu.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,”Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.”
Pengalaman kedua murid dalam kisah Injil hari ini, menjadi salah satu buktinya bahwa iman akan kebangkitan Kristus betumbuh bersama di antara para murid yang masih ragu. Mereka menengok makam Yesus untuk memastikan kebenaran yang diwartakan oleh Maria Magdalena.
Faktor pendorongnya adalah kepanikan dan rasa takut. Mereka lupa dan tak percaya bahwa segala yang terjadi telah dinubuatkan oleh Yesus sendiri; “Anak Manusia akan menderita dan dibunuh, tetapi akan bangkit pada hari ketiga”.
Setelah melihat kubur yang kosong, dengan lipatan rapi kain kafan, barulah mereka mempercayai kebangkitan Yesus. Keyakinan inilah yang selanjutnya mendorong mereka untuk mewartakan kabar suka cita itu kepada orang lain.
Kita pun diundang untuk menjadi saksi kebangkitan Tuhan. Bukan karena kita melihat tanda-tanda, tetapi karena kita sungguh percaya bahwa Dia adalah Allah yang sungguh telah bangkit. Iman kepada Tuhan tak harus memerlukan tanda yang nyata, kalau kita percaya pada setiap sabda yang keluar dari mulut-Nya.
Keraguan boleh saja kita rasakan namun setelah mendengar pewartaan dan kesaksian para murid hendaknya kita menjadi percaya.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku siap menjadi saksi kebangkitan Tuhan?