BERSAMA para konfrater Jesuit dari Kolese St. Ignatius (Kolsani) di Yogyakarta, kami pertama-tama kenal sosok almarhum Romo Fransiskus de Sales SCJ ini di bangku kuliah teologi. Di kelas-kelas kuliah teologi, ia dikenal sebagai mahasiswa pendiam. Sungguh tidak banyak bicara. Dikesankan malah sedikit minder, ketika harus “berhadapan” dengan teman-teman kolega kuliah lainnya.
Itu terjadi kurun waktu tahun 1992-1994, ketika kami bersama mengenal para mahasiswa teologan SCJ waktu itu. Baik yang kemudian tetap bertahan menjadi imam seperti Romo Kusmaryadi SCJ, almarhum Romo Frans de Sales SCJ, maupun mereka yang kemudian meninggalkan SCJ seperti Yudi.
Alumnus IPI Malang
Kesan tersebut barulah sedikit terbuka tabirnya. Menunggu waktu sampai 31 tahun kemudian. Terjadi begitu saja, ketika dua sahabat lama dipertemukan di ajang Indonesian Youth Day III di Jakabaring, Palembang, Juni 2023 lalu. Saat itu, almarhum Romo Frans de Sales SCJ sangat sibuk mendesain program tayangan audio-visual gelaran IYD III Palembang.
Beberapa kali bertemu di ajang perhelatan akbar OMK se-Indonesia itu, almarhum Romo Frans de Sales SCJ sering curhat kepada saya, sahabatnya sejak tahun 1992. Antara disebut demikian dan hal ini baru saya tahu saat itu juga. Sebelum akhirnya bergabung masuk dengan Kongregasi Imam-imam Misionaris Hati Kudus Yesus (SCJ), almarhum Romo Frans de Sales SCJ rupanya pernah kuliah di Institut Pastoral Indonesia (IPI) Malang.
Katekese iman melalui format digital
Saya tidak ingat betul, apakah almarhum itu menyelesaikan pendidikan pastoral di IPI Malang itu sampai tuntas selesai apa tidak. Namun, yang lebih penting dari sejumput kecil perjumpaan antar pribadi di ajang IYD III tahun 2023 lalu adalah saya menyimak betul betapa jiwa pastoralnya untuk “mengajar” katekese iman itu begitu besar.
Semangatnya makantar-kantar. Barulah kemudian dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Agung Palembang, Romo Frans de Sales SCJ lalu mengembangkan minat besarnya di bidang katekese pastoral itu melalui media komunikasi.
Itu dia praktikkan selama kurang lebih 20 tahun. Sebuah karya yang luar biasa. Romo Frans de Sales SCJ telah berhasil “mempengaruhi” banyak orang. Ia mampu memotivasi kaum muda di tiga provinsi yang menjadi ranah wilayah pastoral Keuskupan Agung Palembang yakni Bengkulu, Jambi, dan Sumsel untuk semakin mengakrabi dunia digital untuk misi pewartaan.
Belajar jurnalisme di Milwaukee, Wisconsin, AS
Kiranya semangat untuk “pergi ke mana-mana dan mewartakan Kabar Gembira” itu terjadi, karena begitu selesai studi teologi di Fakultas Teologi Wedabhakti Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun 1995, Romo Frans de Sales SCJ mendapat tugas studi lanjut belajar jurnalisme di Marquette University di Milwaukee, Wisconsin, Amerika.
Rupanya, minatnya yang begitu besar terhadap dunia jurnalistik itu sudah dia galang bibit persemaiannya ketika di tahun 1990-an ia pernah bekerja magang di Harian Sriwijaya Post, media cetak Kompas-Gramedia Group terbitan Palembang.
Sejak lulus Fakultas Teologi itulah, kami praktis sudah tidak berkomunikasi lagi. Kontak baru terjadi, ketika dunia komunikasi semakin dekat karena dijembatani oleh yang namanya SMS dan kemudian WA. (Berlanjut)
Baca juga: In Memoriam Romo Frans de Sales SCJ, Sang Penulis (3)