ADA berbagai hal menarik yang dapat digali dari sosok Mgr. Grooff. Salah satunya bahwa beliau merupakan seorang misionaris diosesan; kemudian menjadi uskup pertama di Vikariat Apostolik Hindia-Belanda (Indonesia) dan kemudian juga di Suriname.
Dengan karakter pribadi yang tegas, kecintaan kepada para budak ketika bertugas di Suriname, dan ketaatan hanya kepada Vatikan, beliau telah menjadi bagian sejarah Gereja Katolik Indonesia.
Kesediaan beliau menjalani pengutusan misi merupakan jawaban atas kebutuhan Gereja Katolik Universal pada zaman itu. Ada kesamaan semangat beliau dengan semangat misi yang dijalankan para imam, biarawan, biarawati dari berbagai Ordo dan Kongregasi.
Juga ada kesamaan yang kuat dengan semangat misi seperti dijalankan para Imam Diosesan Perancis dalam wadah Serikat Misi Imam-imam Diosesan dari Paris (Société des Missions Etrangères de Paris) atau MEP.
Kisah keberadaan dan karya misi para imam MEP sudah ada sejak dulu. Mereka ini telah berkarya di beberapa keuskupan di Indonesia; antara lain di wilayah pastoral Keuskupan Tanjungkarang, Lampung, dan Keuskupan Agung Palembang.
Tentang hal ini, Majalah Hidup pernah menulisnya di edisi terbitan 25 Februari 2024.
Kebutuhan dan tantangan Gereja pada zaman itu telah melahirkan para misionaris diosesan dari Eropa yang berkarya di berbagai Gereja Lokal di Asia dan Afrika.
Dengan hanya mengandalkan Kristus, mereka bekerja sepenuh hati bersama imam, biarawan, biarawati dari berbagai Ordo dan Kongregasi. Benih-benih iman akan Yesus Kristus yang mereka wartakan telah tumbuh dan berbuah seperti yang kita alami di berbagai keuskupan.
Tantangan Gereja di masa depan
Kebutuhan dan tantangan Gereja saat ini tentu juga membutuhkan jawaban. Melalui seruan sinodal, Paus Fransiskus mengajak kita menghidupkan semangat “persekutuan, partisipasi, dan misi”. Kita diajak mencari dan menegaskan visi baru bagi masa depan Gereja, karena tantangan yang kita hadapi akan semakin berat dan kompleks.
Mengutip sebagian diskusi pada Sinode Para Uskup bulan Oktober 2023 lalu, kita diajak merespon bersama berbagai tantangan Gereja saat ini dan yang akan datang.
Taruhlah itu antara lain:
- Fenomena kerusakan alam yang semakin mengancam kehidupan.
- Revolusi teknologi dan penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang akan mengubah nilai-nilai dan cara hidup manusia.
- Risiko perang nuklir yang semakin meningkat.
- Persoalan pengungsi dan imigran antar negara dan antar benua yang semakin besar.
- Legalisasi perkawinan LGBT yang membentur keras pondasi keluarga kristiani; tuntutan pentahbisan imam perempuan.
- Kontekstualisasi ajaran dogmatik tanpa menimbulkan perpecahan Gereja.
- Kesetaraan dan kerjasama antara hierarki dan awam seperti diamanatkan Konsili Vatikan II.
Serta berbagai tantangan lain untuk menghadirkan wajah Kristus dan Gereja-Nya saat ini, serta masa depan Gereja nanti.
Cermin refleksi
Di hadapan tantangan dan kebutuhan Gereja zaman ini, pantas menjadi cermin refleksi bagi kita ketika keuskupan-keuskupan kita telah bertumbuh dari Gereja Misi menjadi Gereja yang subur, umat yang melimpah, dan para imam yang terus ditambahkan-Nya.
Sejauh mana situasi Gereja Katolik saat ini membutuhkan ‘kebangkitan semangat misi’ seperti dimaksudkan oleh Paus Fransiskus melalui berbagai dokumen dan seruan beliau?
Apakah semangat misionaris para imam diosesan, seperti dihayati dan dijalankan oleh Mgr. Grooff dan para misionaris diosesan MEP itu masih tetap dibutuhkan dalam situasi dan tantangan Gereja zaman ini?
Langkah apa yang kiranya dapat dan perlu dilakukan imam-imam diosesan Indonesia bagi karya Misi Gereja Katolik Universal dengan dukungan dan berkat dari para uskup saat ini?
Semoga sosok Mgr. Grooff dan para misionaris diosesan MEP memberi inspirasi bagi kita.
Selamat Paskah.
Romo Gading Johannes Sianipar Pr
Imam diosesan Keuskupan Agung Palembang; tugas di Keuskupan Paramaribo, Suriname, Amerika Selatan