Kamis, 2 Mei 2024
Kis. 15:7-21;
Mzm 96:1-2a,2b-3,10;
Yoh 15:9-11
ALLAH adalah kasih’, keyakinan ini menjadi akar yang sempurna untuk belajar mengasihi orang lain. Namun, sebelum mengasihi orang lain, tentu kita harus belajar mengasihi diri seutuhnya terlebih dulu.
Kita dipanggil untuk memegang teguh keyakinan bahwa kasih Allah kepada kita tidak berkesudahan. Selalu ada dan baru setiap waktu. Kasih Allah itu akan menjadi sumber kekuatan kita dan setia dalam segala perkara, jika kita bersedia menerimanya dalam hidup ini.
“Terlambat aku mengasihi anakku,” kata seorang bapak. “Perilaku salah saat ini, saya rasakan sebagai akibat dari kurangnya perhatian dan kasih sayang dariku.
Karena kesibukan aku lalai dengan membangun kebersaan dengannya, bahkan aku sering melupakan saat-saat istimewa dalam hidupnya. Waktu dia komuni pertama, saya tidak bisa menyertainya karena ada tugas luar kota. Hal itu sering dia ungkapkan bahwa saya tidak peduli dengannya. Beberapa peristiwa penting dalam hidup anakku tidak bisa aku temani.
Kini ketika dia sudah beranjak dewasa, terasa ada jarak dan dia kurang mau mendengar nasehat dan omonganku. Bahkan ketika ada masalah yang pelik dalam hidupnya, dia lebih banyak diam dan diselesaikan dengan caranya tanpa melibatkanku.
Saat ini, aku sadari bahwa meski terlambat aku harus merangkul dia dan memberikan perhatian dan kasih sayang yang selama ini aku abaikan. Semoga masih bisa mengembalikan kepercayaannya padaku,” paparnya.
Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian, ”Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu.”
Dalam hidup sehari-hari, kita semua sebagai orang beriman, dihadapkan pada berbagai macam pilihan. Salah satunya ialah pilihan untuk mengasihi sesama kita. Terkadang, orang menjadi acuh terhadap hal mengasihi ini karena mungkin terlintas dalam benaknya pertanyaan, jika saya harus mengasihi orang lain, apa imbalannya buat diri saya. Kadang pula kita mau mengasihi tetapi selalu was-was karena takut orang lain tidak melakukan hal yang sama kepada kita.
Yesus yang telah bangkit dari antara orang mati, telah menunjukkan kepada kita bahwa, jika orang mengasihi dengan tulus hati, ia akan mengesampingkan segala kekhawatiran dalam dirinya. Karena orang yang demikian percaya bahwa, Allah telah lebih dahulu mencintai dan mengasihi dia dan akan menyediakan tempat yang layak baginya kelak. Semua itu telah dibuktikan oleh Yesus, ketika Ia mengurbankan diri-Nya di kayu salib.
Sebagai Guru, Yesus juga menghendaki kita murid-murid-Nya untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan, dengan berani mengasihi, mencintai, menyayangi orang lain dengan sepenuh hati. Karena dengan tindakan seperti ini, kita menciptakan kebahagiaan kepada orang lain dan kelak, kita juga mengalami kebahagiaan itu bersama Bapa di surga.
Bagaimana dengan diriku? Apakah saya sudah mengasihi sesamaku?