BEBERAPA tahun silam dengan naik sepeda motor, saya dolan ke Ambawang. Menuju areal kawasan Hutan Lindung Pelangi yang diinisiasi oleh Mgr. Samuel Oton Siddin OFMCap – kini Uskup Keuskupan Sintang di Kalbar. Dalam perjalanan menuju ke Ambawang, tiba-tiba saja mata saya tertuju pada sebuah bangunan gereja “tua” di seberang jalan.
Hanya karena rasa ingin tahu ini gereja dan paroki apa, maka kemudian saya mampir sejenak di gereja di tepi jalan raya Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar. Oleh “sang pemilik” gereja, saya disambut hangat oleh tuan rumah. Ternyata namanya adalah Pastor Pietro “Petrus” di Vincenzo CP alias Pastor Petrus CP.
Saya sungguh tak mengira, kalau Gereja St. Fidelis Paroki Sungai Ambawang ini punya pastor paroki seorang imam misionaris dari Italia. Keramahannya membuat saya langsung merasa “kerasan” tinggal sejenak di pastoran Passionis (CP) ini.
Awalnya hanya ingin tengok sana-sini saja. Barangkali hanya 10-15 menit saja. Namun atas keramahan dan “desakan” Pastor Petrus CP, saya akhirnya bertahan tinggal di Pastoran Sungai Ambawang selama hampir tiga jam lebih. Diselingi makan siang dengan lauk-pauk sangat sederhana.
Pastor super antik
Kesan sekilas saya tentang sosok Pastor Petrus CP terumuskan dalam satu kata: antik. Bahkan super antik alias terlalu “konservatif”, kolot, dan tidak mau maju untuk hidup lebih “nyaman” di dunia modern seperti sekarang ini.
Semua sebutan yang saya sematkan pada sosok Pastor Petrus CP itu sekilas memang terkesan “peyoratif” alias negatif. Sebetulnya malah tidak, karena semua “konservatisme” itu mau saya “tabrakan” – kontraskan dengan perilaku para imam zaman modern yang sama sekali “berkebalikan” dengan gaya hidup Pastor Petrus CP ini.
Saya ambil satu contoh paling jelas dalam hal ini adalah alat komunikasi. Saya melihat dan merasakan sendiri bagaimana di zaman modern seperti ini, Pastor Petrus CP masih memakai HP model super jadul. HP-nya hanya bisa SMS dan telepon.
Saat itu, yang disebut HP modern hanyalah HP Blackberry; belum terlalu dikenal HP canggih dengan berbagai fitur modern seperti sekarang: WAG, video call, tampilan bisa melihat film dan gambar, dan seterusnya. HP Pastor Petrus CP sungguh super jadul; hanya bisa untuk SMS dan telepon langsung.
Nah waktu itu, Pastor Petrus CP baru saja menerima hadiah dari umat; diberi sebuah HP Android yang lebih modern. Ia bingung bagaimana cara memakai HP baru ini. Pun pula juga bingung bagaimana memasukan simcard kecil itu ke dalam perangkat HP modern ini.
Setelah diskusi panjang lebar hampir satu jam, akhirnya Pastor Petrus pun “menyerah”. Ia tidak mau lagi bersentuhan dengan HP modern itu. HP baru itu akhirnya kembali dibungkus dengan plastik dan dia simpan kembali di kamarnya.
Lalu saya tanya, “Bagaimana Romo bisa berkomunikasi dengan sanak-saudara di Italia?”. Maka, langsung dijawabnya, “Ya dengan HP non BBM ini.”
Ketika perihal moda komunikasi jadul yang dimiliki Pastor Petrus CP ini kemudian saya syeringkan kepada Pastor Silvanus Ilwan CP, maka jawabannya telak: “Ya…, memang begitulah beliau itu.”
Maksudnya jelas. Sebagai imam misionaris, ia menjalani hari-harinya dengan sangat sederhana dan tidak hidup mewah; apalagi sangat berkecukupan.
Semangat berturne
Sayang, saat itu saya sudah punya janji ingin bermalam di Hutan Lindung Pelangi. Namun sekilas, saya mendengar bagaimana Pastor Petrus CP ini menjalani hari-harinya sebagai imam misionaris dari Italia di Kalbar dengan pola hidup sangat sederhana. Lebih dari itu, juga banyak “bermatiraga”.
Kapan itu, ia dengan naik sepeda onthel menyusuri jalan-jalan utama di sekitaran Sanggau. Barangkali bisa lebih dari 100 km. Lain kali, ia menghabiskan berjam-jam menyusuri aliran sungai guna bisa mengunjungi umatnya di Paroki Sungai Ambawang.
Saya tanyai apakah ada kesulitan dengan makanan lokal? Dijawabnya tegas: tidak. Ia punya prinsip sederhana setiap kali ingin masuk ke wilayah pedalaman Kalbar. Yakni, cukup bawa ransel sudah dan langsung pergi begitu saja.
Di jalanan, ia mengandalkan kemurahan hati umatnya. Dan apa pun yang diberikan umat kepadanya -makan dan minuman- Pastor Petrus CP selalu bisa menikmatinya.
Karena itu pula, Pastor Petrus CP juga menikmati perjalanan hidupnya sebagai imam misionaris Passionis di Bumi Kalimantan; tepatnya di Kalimantan Barat.
Rabu tanggal 10 Juli 2024, Pastor Petrus CP meninggal dunia di Biara Passionis Tanjung Hulu Pontianak. Hari Kamis tanggal 11 Juli, jenazahnya dibawa ke Sekadau untuk dimakamkan.
Ia memilih Sekadau, Kalbar, sebagai tempat peristirahatannya terakhir karena di Sekadau inilah di tahun 1974 silam ia memulai perjalanan hidupnya sebagai imam misionaris Passionis di Indonesia.
Requiescat in pace et vivat ad vitam aeternam. (Selesai)
Kredit video: Severianus Endi dari Pontianak