KISAH sedih dan mengharukan macam ini sudah dan akan sering kali terjadi. Selalu saja bisa menimpa sekolah-sekolah Katolik di wilayah pedesaan. Baik di Jawa dan apalagi di wilayah luar Pulau Jawa.
Masalahnya demikian. Ada sejumlah murid Katolik bersekolah di sekolah Katolik milik keuskupan atau tarekat religius. Namun, orangtua mereka sungguh tidak mampu membayar lunas SPP.
Dilematis, padahal saling membutuhkan. Sekolah sangat membutuhkan banyak murid. Sementara, orangtua murid malah tak sanggup menyediakan sumber dana. Untuk membayar SPP secara lunas. Juga biaya-biaya lainnya. Yang akhirnya dibuat “menderita” dalam hal ini adalah yayasan pendidikan di mana sekolah-sekolah itu bernaung.
Situasi macam ini benar-benar sangat dilematis. Dirasakan oleh banyak Yayasan Pendidikan Katolik yang secara hukum kelembagaan memang harus menaungi sekolah-sekolah Katolik “minus”. Disertai dengan pengalaman kisah trenyuh perihal kondisi orangtua murid seperti itu.
Padahal, kita semua sangat sadar dan tahu benar bahwa keberadaan para murid Katolik itu juga sangat esensial dan penting bagi keberadaan sekolah dan kelangsungan yayasan itu sendiri. Semua pihak saling “mengandaikan” keberadaannnya. Juga saling tergantung satu sama lain.
Sekolah butuh murid. Yayasan berkepentingan merawat dan menjaga keberadaan sekolah-sekolah di bawah naungannya. Agar operasionalnya tetap bisa berjalan. Murid-murid pun juga butuh sekolah. Dan sekolah-sekolah pun juga butuh murid-murid untuk nantinya bisa menjadi gerbong “pasukan pemasok” (feeding) murid bagi sekolah tingkat lanjutannya.
Merawat iman kristiani
Sering muncul semacam komplen di kalangan umat dan gereja parokial. Bagaimana ini? Sekolah-sekolah Katolik kok dikesankan semakin hari malah semakin kehilangan “daya tariknya” sehingga banyak umat Katolik sendiri lalu memilih sekolah-sekolah non Katolik (baca: negeri) bagi anak-anak mereka.
Jadinya, serba susah memang. Sekolah-sekolah negeri kian bersolek menjadi lebih “mentereng”. Terjadi demikian, karena lembaga pendidikan non swasta ini menerima banyak program bantuan dari pemerintah. Sehingga kinerja penampilan fisik dan semua fasilitas penunjangnya juga menjadi semakin “ciamik” saja.
Ini tentu saja menjadi daya tarik tersendiri, selain bahwa sekolah-sekolah negeri juga sering menggratiskan biaya pendidikan. Nah, persis di sinilah orangtua Katolik mengalami dilema besar. Kirim anak ke sekolah negeri sudah pasti banyak “keuntungannya”. Namun merawat iman kristiani anak belum tentu mendapat jaminan di sekolah-sekolah negeri ini.
Dilema sekolah Katolik
Sekolah-sekolah Katolik mengalami dilema besar. Bahkan di Jawa saja, sekolah-sekolah Katolik unggulan di masa silam mulai berguguran. Tidak punya murid. Banyak murid sudah sejak lama lebih suka “lari” ke sekolah-sekolah negeri. Dengan berbagai alasan dan motivasi.
Kini, semakin banyak orangtua Katolik pun lebih mengutamakan anak-anak mereka bersekolah di lembaga pendidikan negeri daripada sekolah milik lembaga gerejani atau tarekat religius.
Kalau kita bicara tentang pentingnya reksa pastoral untuk merawat iman kristiani anak-anak, sudah barang tentu sekolah-sekolah Katolik ini tetap saja menjadi opsi terbaik untuk misi ini.
Selain guru berpeluang bisa merawat iman kristiani para siswa-siswi Katolik di sekolahnya, keberadaan para murid Katolik ini tentunya menjadi modal penting bagi pendidikan lanjutannya. Bagaimana pun, para murid ini nantinya akan menjadi “pemasok” siswa-siswa bagi jenjang pendidikan lanjut.
Ortu tak mampu bayar lunas SPP bulanan
Tapi masalah krusial kemudian muncul. Yakni, kemampuan ekonomi keluarga sangat tidak memadai. Tak mampu bayar lunas SPP bulanan.
Kasus ini terjadi di Sekolah TK & SD Kanisius di Sumber, Muntilan – kawasan udik di wilayah lereng barat-utara Gunung Merapi. Seperti diutarakan kepada Sesawi.Net oleh Sr. M. Immacullatien AK (pamong sekolah). Juga oleh Bu Sisil dan Bu Tutik, masing-masing dalam kapasitas mereka sebagai Kepsek TK dan SD Kanisius Sumber Muntilan.
Hal sama juga terjadi “menimpa” sejumlah murid SMK Santo Agustinus Ketapang, Kalbar
Banyak murid berasal dari pedalaman. Menurut Sr. Rita OSA selaku Kepsek SMK St. Petrus Ketapang, sejumlah murid di sekolahnya sama sekali tidak mampu membayar lunas SPP bulanan. Lantaran kondisi ekonomi orangtua mereka yang sungguh kurang mendukung.
Kondisi darurat ini semakin pahit lagi, kalau harus juga menghitung ongkos biaya hidup anak-anak mereka yang bersekolah di “pusat” kota.
Banyak murid-murid berasal dari wilayah pedalaman. Taruhlah itu seperti Menyumbung, Randau, Sepotong, Air Dua, Manjau, Manis Mata, dan Kendawangan. Maka tak ada pilihan lagi bagi mereka: kalau ingin sekolah tingkat SMP atau SMA, mereka harus pergi ke “pusat kota”, Itu karena di desanya sering kali tak ada SMP dan apalagi SMA atau SMK.
Kalau bersekolah di “kota”, mereka ini mau tak mau harus siapkan dana tambahan untuk bayar uang kos. Kadang menjadi lebih nyaman dan terjamin, kalau memilih hidup tinggal di asrama. Di Ketapang, Kalbar, ada asrama pendidikan binaan para biarawati Kongregasi Suster-suster Santo Agustinus dari Kerahiman Allah (OSA). Namanya Asrama Bintang Kejora.
Selain Kendawangan sejauh kurang lebih 80 km dari “pusat kota” Kabupaten Ketapang, lokasi daerah-daerah asal para murid SMK St. Agustinus Ketapang ini sungguh luar biasa jauhnya. Mencapai tempat-tempat terpencil di wilayah pedalaman Ketapang ini butuh waktu 7-10 jam perjalanan. Dengan moda transportasi berbeda: mobil 4×4 WD dan sampan motor. Karena sejumlah lokasi hanya bisa dicapai melalui aliran sungai.
Data yang disampaikan kepada Sesawi.Net oleh Sr. Lucia OSA dan Sr. Rita OSA selaku Kepsek SMK St. Agustinus menunjukkan, sejumlah murid tidak mampu melunasi kewajiban bayar SPP bulanan dengan rentang besaran nilai antara Rp 250-300 ribu per bulan.
Mari semangat kita ulurkan tangan untuk membantu mereka
Mau tak mau, hati kita jadi tersentuh dan tergerak. Ingin melakukan sesuatu yang baik dan mulia. Yakni, membantu para murid TK-SD Kanisius Sumber Muntilan dan SMK St. Petrus Ketapang agar tetap bisa sekolah dengan “tenang”.
Mari kita memfasilitasi para orangtua murid tersebut. Karena kondisi hidup keseharian mereka yang memang serba susah dan berkekurangan, maka sejumput donasi kita pasti akan meringankan beban mereka. Juga akan bisa membuat kinerja keuangan sekolah dan yayasan juga tetap baik dan sehat.
Mari sisihkan uang jajan kita untuk disumbangkan untuk para murid Katolik yang membutuhkan uluran dana amal kasih kita ini.
Prakarsa kebaikan
Kalau mau melihat perincian kebutuhan dana amal kasih bantuan beasiswa pendidikan sebagai berikut:
- Pembayaran tunggakan dua murid TK Kanisius Sumber Muntilan di lereng Gunung Merapi selama setahun TA 2023-2024: Rp 1.058.00,00.
- 4 murid TK Kanisius Sumber Muntilan di lereng Gunung Merapi: Rp 286.000,00/bulan
- 10 murid SD Kanisius Sumber Muntilan di lereng Gunung Merapi: Rp 1.021.000,00/bulan.
- 10 murid SMK St. Agustinus Ketapang, Kalbar: Rp 2.700.000,00/bulan
Total kebutuhan dana amal kasih di luar pelunasan tunggakan sebesar Rp 4.007.000,00/bulan.
Ini sebuah prakarsa melaksanakan karya misi kebaikan. Demi masa depan murid-murid tersebut. Dengan menyalurkannya ke:
- Program Pintu Depan Yayasan Karsa Cipta Asa (YCKA).
- Bank Mandiri: Norek 102-00-105-1020-1.
- Atas nama: Yayasan Karsa Cipta Asa.
- Subjek: Beasiswa.
- Narahubung: 0812-1214-8336 (Mathias Hariyadi).
Atas kebaikan dan kemurahan hati anda sekalian, kami ingin mengucapkan banyak terimakasih.
Gratia supplet. Semoga rahmat Tuhan sendiri yang akan menggenapinya.