Sabtu. Minggu Biasa XV, Hari Biasa (H)
- Mi. 2:1-5
- Mzm. 10:1-2 3-4.7-8.14
- Mat 12:14-21
Lectio
14 Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia. 15 Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka lalu menyingkir dari sana. Banyak orang mengikuti Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya.
16 Ia dengan keras melarang mereka memberitahukan siapa Dia, 17 supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya:
18 “Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan; Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya, dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. 19 Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan.
20 Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. 21 Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap.”
Meditatio-Exegese
Aku merancang malapetaka terhadap kaum ini
Pesan Nabi Mikha menantang tiap pribadi untuk bertobat dari dosa. Pesannya menyingkapkan betapa jahatnya dosa dan bagaimana satu pemberhalaan menyebabkan pemberhalaan lain.
Nabi selalu menyampaikan undangan Allah untuk mengharapkan belas kasih dan pengampunan dari-Nya. Maka pertobatan selalu bermakna bagaima tiap pribadi menjalin kembali relasi kasih yang telah dirusaknya dengan Allah.
Nabi Mikha berasal dari desa Moresyet-Gat. Ia berkarya pada masa Yotam, Ahaz dan Hizkia, raja-raja di Yehuda, kerajaan selatan, 750-686 sebelum Masehi. Nama nabi disebut dalam Kitab Nabi Yeremia 26:18.
Nabi mengecam praktek ketidak adilan yang merebak di wilayah utara dan selatan. Ia memulai dengan ungkapan, “Celakalah.”
Penguasa, raja, aparatur negara dan orang kaya bermufakat jahat untuk mengambil keuntungan dari anggota masyarakat yang lebih miskin. Maka, Allah, melalui nabi-Nya dengan sangat tegas mengecam mereka.
Para durjana menghabiskan seluruh waktu untuk merancang kejahatan, merampok, menipu dan menyerobot. Mereka merencanakan tindakan yang keji di malam hari dan melaksanakannya di siang hari (Mi. 2:1-2).
Nabi juga menubuatkan bahwa mereka seolah-olah termasuk golongan kaum beriman yang dibuang ke tanah asing. Kata-kata mereka seolah-olah mengungkapkan pengakuan atas karunia Allah, tetapi dirampas oleh musuh (bdk. Mi. 2:4).
Bagi Gereja, ajaran Nabi Mikha mengungkapkan bahwa Allah, “melarang menginginkan barang orang lain, karena dari keinginan itu lahir pencurian, perampokan, dan penipuan, yang dilarang oleh perintah ketujuh. “Keinginan mata” (bdk. 1Yoh. 2:16) menghantar menuju kekerasan dan ketidakadilan yang dilarang oleh perintah kelima (bdk. Mi 2:2).” (Katekismus Gereja Katolik, 2534).
Nabi juga menubuatkan penghukuman yang akan dijatuhkan atas dosa-dosa mereka (Mi. 2:3). Mereka akan ditindas dan diasingkan; dan harta milik mereka dirampas (Mi. 2:4).
Nubuat Nabi Mikha, bagi pengikut Yesus Kristus, menjadi peringatan dan digunakan-Nya untuk mengingatkan tiap pribadi bahwa “kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Mat. 7:2).
Bersekongkol untuk membunuh Dia
Orang Farisi tidak mampu mengenal kehendak Allah di balik tindakan Yesus di hari Sabat. Dalam pandangan mereka, Yesus hanyalah pelanggar hukum, karena membolehkan murid-Nya memetik gandum (Mat. 12:1-8) dan menyembuhkan orang di Sinagoga (Mat.12:9-13).
Tindakan itu sama dengan menghujat Allah dan layak dihukum rajam sampai mati (Im. 24:14-16). Mata hati mereka buta untuk melihat karya belas kasih Allah. Sadar akan hukuman berat, Yesus terus bekerja.
Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih
Santo Matius mengungkapkan (Mat. 12:18), “Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih.”,Ecce puer meus, quem elegi. Penulis Injil menggunakan kata παις, pais, dan dilatinkan menjadi puer.
Kata ini memiliki dua makna : anak laki-laki dan pelayan, hamba. Maka, dalam tradisi kenabian Yesaya, makna yang diacu adalah Hamba Allah.
Berlatar belakang persekongkolan pembunuhan, identitas Yesus disingkapkan. Santo Matius menggemakan nubuat Nabi Yesaya tentang Hamba Allah yang menderita (Yes. 42:1-4).
Sang nabi bernubuat bagaimana Yesus, Sang Mesias, melaksanakan tugas perutusan-Nya – tidak melalui kuasa yang menghancurkan, tetapi melalui kasih dan pengorbanan diri.
Yesus rela digantung dan mati di kayu salib dengan mengenakan mahkota duri. Ia disalibkan sebagai Tuhan dan Raja kita (Yoh. 19:19; Flp. 2:11). Maka tiada bukti lain yang lebih besar dari pada mengurbankan Anak-Nya yang tunggal untuk manusia dan keselamatan manusia (bdk. Yoh. 3:16).
Yesus mati bukan hanya bagi bangsa Yahudi, tetapi juga semua bangsa bukan Yahudi. Nabi Yesaya bernubuat berabad sebelumnya, bahwa Sang Mesias akan membawa keadilan bagi seluruh bangsa manusia.
Untuk pikiran bangsa Yunani, keadilan melibatkan pemberian kepada Allah dan sesama warga yang kepadanya seseorang berhutang.
Yesus mengajarkan pada para murid-Nya untuk memberi kepada Allah bukan hanya karena kewajibannya, tetapi karena mengasihi-Nya tanpa syarat, seperti Ia mengasihi tiap pribadi tanpa syarat dan tanpa batas.
Buluh dan sumbu
Yesus selalu berbelas kasih untuk yang lemah dan putus asa. Ia menumbuh kembangkan harapan, keberanian dan kekuatan untuk berjuang.
Tiada cobaan, kegagalan dan kelemahan yang menjauhkan dari uluran tangan dan belas kasih-Nya. Rahmat-Nya selalu cukup untuk setiap saat, situasi dan tantangan.
Bapa Suci Fransiskus mengajar, “Kebenaran pertama yang dihayati Gereja adalah kasih Kristus. Gereja menjadikan dirinya pelayan kasihNya dan mencurahkan kasih itu pada segala bangsa : kasih yang mengampuni dan menyatakan dirinya sebagai anugerah.
Maka, di mana pun Gereja hadir, belas kasih Bapa harus diwujud nyatakan. Di paroki, komunitas, perkumpulan dan gerakan, sepatah kata, di mana saja ada orang Kristiani, setiap orang hendaknya menemukan oase belas kasih.” (Bulla Misericordiae Vultus, 12)
Katekese
Kelemah lembutan Sang Juruselamat. Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407:
“Sang nabi lebih dahulu merayakan baik kelemah-lembutan Sang Juruselamat dan kuasa-Nya yang tak terucapkan. Dengan demikian Ia membuka pintu lebar-lebar bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi. Nabi Yesaya juga menubuatkan penyakit yang akan ditanggung bangsa Yahudi.
Dia sudah menubuatkan kesatuan Putra dengan Bapa: “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya.” (Yes. 42:1).
Karena nubuat ini tidak melawan Kristus yang mengatasi segala hukum, seolah-olah Ia menjadi musuh dari Pemberi Hukum. Padahal Ia memiliki kesatuan kehendak dan budi dengan Sang Pemberi Hukum dan berpegang teguh pada tujuan yang sama.
Kemudian, setelah mewartakan kelemah lembutan Tuhan, Nabi Yesaya bernubuat, ”Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara.” (Yes. 42:2). Karena kehendak-Nya untuk memungkinkan penyembuhan di hadapan mereka.
Tapi karena mereka menentang-Nya, Ia tidak melawan terhadap sikap penentangan yang mereka lakukan.” (The Gospel Of Matthew, Homily 40.2.1)
Oratio-Missio
Allah, Tuhan kami, tuntunlah kami berjalan di jalan-Mu: di mana ada kasih dan kebijaksanaan, di situ tidak ketakutan atau kebodoan. Di mana ada kesabaran dan kerendahan hati, di situ tidak ada amarah atau kejahilan.
Di mana ada kemiskinan dan suka cita, di situ tidak ada ketamakan atau angkara. Di mana ada damai dan keheningan, di situ tidak ada kepentingan diri sendiri atau huru-hara. Di mana ada takut akan Allah untuk menjaga rumah tinggal, di situ tak ada musuh yang mampu memasukinya.
Di mana ada belas kasih dan kebijaksanaan, di situ tidak ada kerakusan dan kekejaman. Semoga kita semakin disadarkan melalui Putera-Mu, Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin” (Doa Santo Fransiskus Assisi, 1182-1226, terjemahan bebas)
- Apa yang perlu kulakukan untuk menjadi oase belas kasih?
Ecce puer meus, quem elegi – Matthaeum 12:18