Puncta 28.07.24
Minggu Biasa XVII
2Raj 4: 42-44. Ef. 4:1-6.
Yohanes 6:1-15
KETIKA kami menginap di Jepara, kami diajak jajan sarapan pagi di Pasar Desa Wonorejo. Bu Anis berjualan nasi sop udang di tengah pasar. Kami berempat menikmati sarapan dengan santai. Sebuah moment yang “out of the mainstream.”
Di meja ada beberapa bungkus tape ubi yang dijajakan. Kami mencicipi dan rasanya enak sekali. Bu Anis menawari apa masih mau tape ubinya. Kami tertarik untuk bawa pulang sebagai oleh-oleh.
Bu Anis pergi ke pedagang lain dan mengambilkan sesuai pesanan kami, enam piring tape yang dibungkus dengan daun pisang. Tape ini dagangan milik tetangganya.
Saya tanya kok ibu menjualkan dagangan orang lain?
Bu Anis menjawab, “Nggih Mas, bagi-bagi rezeki kangge rencang. Mas-mas pun nglarisi kula. Kula matur nuwun, kula nggih gentos bantu rencang kula ta.”
(Iya mas, bagi-bagi rejeki untuk teman. Mas-mas sudah berbagi dengan saya, saya syukuri. Saya juga harus berbagi dengan yang lain).
Hati ibu ini sangat mulia.
Bu Anis tidak kaya. Ia pedagang sederhana, jualannya hanya kecil-kecilan saja. Tetapi semangat belarasa dan kepeduliannya pada temannya sangat tinggi. Ia ingin berbagi rejeki pada teman yang lain. Ia ingin orang lain juga merasakan kecipratan rezekinya.
Yesus mengajak dan mengajarkan kepada para murid untuk berbagi dan berbelarasa. Ia berdialog dengan Filipus dan Andreas. Bagaimana cara memberi makan sebanyak orang yang mengikuti-Nya.
Filipus merasa tidak mampu mengusahakan makan dengan biaya duaratus dinar untuk membeli roti. Andreas melihat ada anak yang membawa lima roti dan dua ikan. Tetapi apa gunanya untuk ribuan orang yang kelaparan?
Tuhan meminta lima roti dan dua ikan. Lalu mengucap doa syukur dan memecah-mecahkan roti itu untuk dibagi-bagikan kepada orang banyak. Mereka makan sampai kenyang dan masih ada sisa duabelas bakul yang dikumpulkan.
Dalam konteks yang nyata Bu Anis itu mengajarkan hal yang sama dengan Yesus. Ia bersyukur atas rejeki yang dia terima, walau tidak banyak. Berkah dari Tuhan itu dia bagikan kepada temannya yang lain, sehingga makin banyak orang bersukacita.
Kita tidak perlu menunggu kaya, berlimpah, berlebihan dalam harta, agar bisa berbagi atau menolong sesama. Sekecil apa pun jika kita syukuri dan kita ikhlas berbagi, hal itu akan menjadi berkah berlimpah bagi kita.
Mari kita selalu bersyukur dan terus berbagi untuk kebahagiaan sesama kita.
Pagi-pagi sarapan nasi bubur,
Minumnya secangkir kopi torabika.
Jika kita rela berbagi dan bersyukur,
Hidup kita akan selalu bersukacita.
Cawas, jalan sehat menuju wonogiri
Rm. A. Joko Purwanto, Pr