Sabtu 3 Agustus 2024.
Yer. 26:11-16.24.
Mzm. 69:15-16.30-31.33-34; Mat. 14:1-12
KEJUJURAN berarti melakukan hal-hal yang benar secara moral. Kejujuran adalah salah satu keutamaan nilai terpenting dalam kehidupan ini.
Banyak orang telah berbicara dan menulis tentang pentingnya bersikap jujur dan mengutamakan kebenaran. Patut dicatat betapa beberapa tokoh terpenting dalam sejarah dunia sangat menghargai kebenaran.
Hal ini mencakup baik jujur dengan orang-orang di sekitar kita maupun jujur dengan diri kita sendiri, untuk mengatakan apa-apa tentang kebenaran meski itu sulit. Karena sebenarnya kata orang bijak,”Kebenaran bagaikan wahyu yang diturunkan Tuhan kepada umat manusia.”
Kebenaran adalah lawan dari kekeliruan yang merupakan objek dan pengetahuan tidak sesuai. Kebenaran juga dapat diartikan segala sesuatu yang selaras, serasi, dan sejalan antara apa yang diyakini dengan apa yang diperbuatnya.
“Saya pernah dianggap sebagai pengkianat oleh teman-temanku,” kata seorang sahabat.
“Waktu itu tidak ada yang mendukung dan mau bersahabat denganku. Karena aku melaporkan kepala sekolahku kepada yang berwajib.
Padahal kepala sekolahku, dipandang sebagai sosok terhormat di sekolah dan masyarakat. Maka ketika aku melaporkan tindakan salahnya, banyak orang yang tidak percaya dan menuduhku balik mencari panggung untuk meraih jabatan sebagai kepala sekolah.
Saya menghadapi dilema yang sangat besar. Saya tahu bahwa melaporkan kesalahan pimpinanku dapat mengancam posisinya, reputasinya, bahkan bisa saja merusak hubungan sosialnya.
Namun, saya merasa bahwa menutup mata terhadap kesalahan bukanlah pilihan. Saya memutuskan untuk berbicara dengan jujur dan melaporkan tindakan salahnya tersebut ke pihak berwenang,” ujarnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Karena Yohanes pernah menegornya, katanya: Tidak halal engkau mengambil Herodias.”
Herodes ingin membunuhnya, tetapi ia takut akan orang banyak yang memandang Yohanes sebagai nabi.”
Yohanes Pembaptis menunjukkan keberanian yang luar biasa dalam menyampaikan kebenaran, meskipun itu tidak populer dan berpotensi berbahaya.
Yohanes tetap setia pada panggilannya, meski harus menghadapi kematian, akibat dari sikap yang tanpa kompromi dalam menegakkan kebenaran.
Sikap kesetiaan Yohanes terhadap kebenaran ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kita menghidupi kebenaran dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana kita menghadapi konsekuensi dari keputusan kita, dan bagaimana kita menjaga keteguhan dan integritas kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku bisa menguatkan diriku untuk tetap berdiri dalam iman dan prinsip, bahkan ketika aku menghadapi tekanan atau ketidakadilan?