Bacaan 1: Yeh. 1:2-5.24-2:1a
Injil: Mat. 17:22-27
Jika kamu sering menggunakan jalan tol Jagorawi di pagi hari maka akan sering melihat seorang polisi dengan motor gedenya melintas, padahal sedang tidak bertugas mengawal. Peraturannya jelas, jalan tol hanya digunakan untuk roda empat.
Mentang-mentang dia seorang polisi maka seolah berhak melintas seenaknya dengan sepeda motornya saat sedang tidak bertugas mengawal.
‘Aja dumeh’ adalah sebuah falsafah masyarakat Jawa. ‘Aja’ artinya jangan dan ‘dumeh’ artinya mentang-mentang maka jika dua kata itu digabung menjadi jangan mentang-mentang atau jangan sok.
Falsafah yang bisa mengingatkan siapa saja untuk tidak bersikap sombong. Saat punya kelebihan tidak perlu pamer dan menggunakannya sewenang-wenang, baik itu pangkat atau jabatan, paras, harta ataupun kehormatan atau ketenaran.
Sebagai Allah Putera, Tuhan Yesus seharusnya tidak perlu membayar pajak Bait Allah. Karena Dia adalah pemilik Bait Allah itu sendiri. Namun supaya tidak menjadi batu sandungan maka Ia memerintahkan Petrus membayar dari hasil pancingan ikannya.
“Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya.
Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.”
Karena tidak semua orang memahami siapa Dia yang adalah Allah Putera.
Sama seperti ketidakpahaman Yehezkiel saat mendapatkan penglihatan kemuliaan Allah. Ada banyak kilau cahaya yang sulit bagi siapapun untuk melihat dengan jelas. Yehezkiel melihat Takhta Surgawi-Nya.
Dia melihat semua keajaiban Tuhan, kekuatan Tuhan dikelilingi oleh hamba-hamba-Nya yang perkasa, para Malaikat dan Serafim yang mulia, Kerubim yang luar biasa dan Takhta yang teguh.
Itulah penglihatan yang menyatakan panggilan Yehezkiel, seperti disampaikan-Nya:
“Hai anak manusia, bangunlah dan berdiri, karena Aku hendak berbicara dengan engkau…”
Demikian sabda-Nya.
Pesan hari ini
‘Aja dumeh’, jangan mentang-mentang, sebab di atas langit masih ada langit. Janganlah menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Tak semua orang paham siapa dirimu, apalagi untuk memahami Allah Yang Maha Kuasa.
“Kelebihan bukan alasan untuk merendahkan orang lain, tetapi sebagai peluang untuk lebih memahami kebersamaan.”