Lectio Divina 15.8.2024 – Mengampuni Tanpa Batas

0
48 views
Engkau diampuni, by Dale Wesley Ziebarth

Kamis. Minggu Biasa XIX, Hari Biasa (H)

  • Yeh. 12:1-12.
  • Mzm. 78:56-59.61-62.
  • Mat. 18:21-19:1.              

Lectio

21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” 22 Yesus berkata kepadanya: “Bukan. Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

23 Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. 24 Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. 25 Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya.

26 Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. 27 Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.

28 Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu. 29 Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. 30 Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya.

31 Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. 32 Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku.

33 Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? 34 Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.

35 Maka Bapa-Ku yang di surga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” 1 Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan.

Meditatio-Exegese

Engkau tinggal di tengah-tengah kaum pemberontak

Saat bagian terakhir pembuangan ke Babel, yang terjadi pada 587 sebelum Masehi (bdk. 2Raj. 25:8-21), diumumkan melalui lima nubuat atau tindakan simbolik, yang harus segera dipahami sebagai kebenaran. Masing-masing diawali dengan ungkapan, “Datanglah firman Tuhan kepadaku.” (Yeh. 12: 1.8.17.21.26).

Dua nubuat pertama berpusat pada penahanan dan pembuangan Raja Zedekia (Yeh. 12:1-16). Disusul tentang keadaan para buangan yang mengalami kesengsaraan (Yeh. 12: 17-20) dan dua terakhir menitik beratkan pada dua nubuat akan segera terjadi (Yeh. 12:21-28).

Tindakan simbolik simbolik pertama, membawa barang-barang kaum buangan, bertujuan untuk menarik perhatian umat agar mau mencerna dan menghayati keadaan batin yang tertekan karena pembuangan. Pembuangan yang sangat menggentarkan hati mereka segera terjadi.

Gerak tubuh Nabi Yehezkiel melambangkan malapetaka yang akan menimpa Yerusalem dan seluruh penduduknya, termasuk raja dan keluarga kerajaan. Nama Raja Zedekia (Yeh. 12:10; bdk. 2Raj. 25:2-7) tidak disebut sama sekali.

Malapetaka yang berbentukan pembuangan dilukiskan seperti jala yang diterbarkan dan umat terjerat di dalamnya serta tidak mampu keluar darinya. Dalam pembuangan mereka diperbudak dan mengalami kesengsaraan, seperti nenek moyang di Mesir.

Penggunaan kata ganti orang pertama, Aku, menunjukkan bahwa sang penebar jala adalah Allah. Ia melaksanakan keadilan dengan penghukuman atas kaum pemberontak (Yeh. 12:2).

Karena Allah menebar jala, Ia pula yang akan menarik jala pada saatnya. Dengan kata lain, Ia menghukum kaum pemberontak dengan pembuangan dan perbudakan, Ia pula akan membebaskan dan memulangkan mereka pada saat yang tepat.

Mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali

Jemaat baru yang didirikan di atas baru karang, Petrus, harus mencerminkan wajah Allah yang berlas kasih, misericordiae vultus. Belas kasih dilaksanakan dengan cara memutus rantai kesewenang-wenangan, the spiral of violence. Maka, dalam setiap hati jemaat harus tumbuh kembang sikap batin untuk selalu mengampuni.

Tujuh puluh tujuh kali bermakna selalu, terus menerus, tanpa batas. Sikap batin ini kontras dengan sikap batin Lamekh yang penuh dendam. Sikap batin ini ternyata telah dilukiskan sejak kisah awal manusia, segera setelah peristiwa kejatuhan dalam dosa.

Lamekh berkata berkata pada Ada dan Zilla, “Hai isteri-isteri Lamekh, pasanglah telingamu kepada perkataanku ini: Aku telah membunuh seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda karena ia memukul aku sampai bengkak; sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat.” (Kej. 4:23-24).

Dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta

Tentang pengampunan, Yesus mengisahkan perumpamaan tentang perhitungan hutang piutang antara seorang raja dengan hamba yang berhutang padanya sepuluh ribu talenta emas. 1 talenta setara 33 kg, maka cobalah hitung berapa besar utang si hamba dalam kurs rupiah. 

Saat sang raja meminta pelunasan, hamba itu memohon kelonggaran, ”Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan”. Ia menyadari bila ia bakerja siang malam; menyuruh isteri, anak, cucu dan seluruh kerabatnya, semua hasil kerja mereka belum mampu melunasi hutang.

Sang raja tergerak hatinya oleh belas kasihan. Ia mengampuni, karena ia mampu merasakan duka dan derita si hamba yang berhutang itu. Hatinya berbelas kasih dan menghapus semua hutangnya.

Allah pun bertindak demikian. Ia mengampuni, seperti Ia menghapus hutangnya. Maka, manusia selalu dalam posisi batin tidak mampu melunasi hutang kepada Allah (bdk. Mzm. 49:8-9).

Ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya

Manusia, sulit sekali berkata, “Aku mengampuni”. Ketidakmauan mengampuni dilukiskan pada bagian kedua perumpamaan ini.

Hamba yang dihapus hutangnya senilai sepuluh ribu talenta, ternyata, menolak menghapus hutang sebesar seratus dinar atau setara 100 x Rp. 100.000,00, upah harian tukang batu. Ia justru memenjarakan orang yang berhutang dengan nilai yang demikian kecil.

Kalau dibandingkan hutangnya yang sebesar gunung dibandingkan dengan hutang sesama padanya yang hanya sebesar sebutir pasir. Tolok ukur untuk mengampuni akan dikenakan pada masing-masing murid Yesus.

Sabda-Nya (Mat. 18:35), “Bapa-Ku yang di surga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”, Sic et Pater meus caelestis faciet vobis, si non remiseritis unusquisque fratri suo de cordibus vestris.

Sabda-Nya (Mat. 6:15) “Jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”,si autem non dimiseritis hominibus, nec Pater vester dimittet peccata vestra.

Komunitas iman yang dibina Santo Matius selalu menyediakan ruang untuk tumbuh kembangnya solidaritas dan persaudaraan. Komunitas ini berlawanan dengan komunitas yang dibangun Kekaisaran Romawi. Komunitas itu dibangun tanpa hati dan tanpa empati untuk mereka yang kecil, lemah, sakit dan miskin.

Orang-orang dari golongan ini mencari perlindungan, tempat mengungsi, tetapi ditolak. Mereka mencari di sinagoga, namun komunitas itu terlalu menuntut dan tidak menyediakan ruang kosong. Mereka juga mencari perlindungan di komunitas Kristen, tetapi komunitas-komunitas itu menerapkan hukum yang sama dengan komunitas sinagoga.

Di samping itu, di antara anggota komunitas Kristen abad pertama, telah muncul gejala perpecahan karena jemaat terbelah antara yang kaya dan yang miskin (Yak. 2:1-9). Walaupun komunitas Kristen itu sadar akan panggilan untuk membangun persaudaraan, mereka justru bertindak sebaliknya.

Santo Matius mengingatkan komunitas yang dibangunnya, supaya menjadi komunitas yang memberi ruang untuk solidaritas – saling memberi dan menerima, menjalin persaudaraan dan doa. Komunitas itu juga menjadi Kabar Sukacita bagi yang kecil, lemah, sakit dan miskin. 

Ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya

Jika Allah telah menunjukkan belas kasih pada manusia dengan cara menghapus dosa, maka, pada gilirannya, manusia harus berbelas kasih dan mengampuni setiap orang yang bersalah padanya. Kesediaan untuk mengampuni yang bersalah menjadi kewajiban suci.

Jika mengharapkan Allah mengampuni dan menunjukkan belas kasih-Nya ketika orang melakukan kesalahan dan melanggar perintah-Nya, maka ia harus rela hati menghancurkan amarah, dendam, atau perasaan tidak enak pada sesama.

Yesus mengajarkan tiap pribadi untuk berdoa tiap hari agar diberi rahmat dan kekuatan untuk mengampuni sesama seperti cara Allah mengampuni.

”Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Mat 6:12.14-15).

Jika tidak menunjukkan belas kasih dan pengampunan kepada sesama manusia, bagaimana tiap pribadi mengharapkan Allah mengampuninya? Rasul Yakobus menekankan (Yak. 2:13), “Penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan.”, iudicium enim sine misericordia illi qui non fecit misericordiam.

Katekese

Jika engkau mengampuni, Allah pun mengampuni. Paus Fransiskus, 17 December 1936.

Setiap orang Kristiani tahu bahwa Allah selalu membuka hati untuk mengampuninya. Kita semua tahu ini: Tuhan mengampuni segalanya dan selalu mengampuni. Ketika Yesus melukiskan wajah Allah kepada para murid-Nya, Ia menguraikan lukisan itu dengan ungkapan-ungkapan belas kasih yang lembut.

Ia bersabda bahwa di surga tidak ada suka cita yang lebih besar dari pada pertobatan seorang pendosa dari pada sejumlah besar orang benar yang tidak membutuhkan pertobatan (bdk. Luk. 15:7.10). Tiada setitik pun dalam Injil yang mebuat orang curiga bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa siapa pun yang siap dan memohon untuk dipeluk-Nya kembali.

Tapi, rahmat Allah, yang begitu melimpah, selalu menuntut. Mereka yang telah menerima banyak harus belajar memberi banyak; dan tidak menyimpan apa yang telah mereka terima hanya untuk diri mereka sendiri. Mereka yang telah menerima banyak harus belajar memberi banyak.

Bukanlah kebetulan bila Injil Matius, segera  setelah menyajikan teks Bapa Kami, dari tujuh permohonan yang disampaikan, berhenti sejenak dan, dengan tepat, menekankan pengampunan pada saudara-saudari.

“Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Mat. 6:14-15).

Pengampunan memiliki daya yang luar biasa! Saya ingat: beberapa kali saya mendengar orang berkata: “Saya tidak akan pernah memaafkan orang itu. Saya tidak akan pernah memaafkan orang itu atas apa yang dia lakukan pada saya.”

Tetapi jika Anda tidak mengampuni, Tuhan tidak akan mengampuni Anda. Anda menutup pintu. Mari kita pertimbangkan apakah kita bisa memaafkan atau tidak.

Ketika saya berada di Keuskupan lain, seorang imam yang sedang putus asa bercerita pada saya bahwa ia baru saja memberikan pelayanan Sakramen Perminyakan pada seorang ibu yang terbaring sakit, hendak meninggal.

Ibu yang renta itu tidak dapat berbicara. Dan imam itu bertanya, “Ibu, apakah ibu menyesali dosa-dosa ibu?” Ia menjawab, “Ya.”; ia tidak dapat mengakukan dosanya, tetapi ia berkata, “ya”. Itu sudah cukup.

Dan tanyanya lagi, “Apakah ibu mengampuni orang lain?” Dan ibu yang sedang terbaring menghadapi kematian berkata, “Tidak.” Imam itu sangat cemas.

Jika kamu tidak mengampuni, Allah tidak mengampunimu. Mari kita yang ada di sini bertanya pada diri sendiri, apakah kita mengampuni atau apakah kita mampu mengampuni.

“Bapa, saya tak mampu melakukannya, karena orang-orang itu bertindak begitu kejam pada saya”. Maka, jika kau tidak mempu mengampuni, mintalah pada Tuhan untuk memberi kekuatan untuk melakukannya: Tuhan, bantulah aku untuk mengampuni.” (Audiensi Umum, Lapanan Santo Petrus, Rabu,24 April 2019)

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau sungguh berbelas kasih dan pengampun. Semoga aku juga menjadi pribadi yang penuh belas kasih dan suka mengampuni, seperti Engkau. Lunakkanlah sikap hatiku yang keras dan sukar mengampuni siapa pun yang bersalah kepadaku. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan agar mudah mengampuni?  

Sic et Pater meus caelestis faciet vobis, si non remiseritis unusquisque fratri suo de cordibus vestrisMatthaeum 18:35

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here