Berhati Polos dan Tulus

0
47 views
Ilustrasi - Menolong membantu sesama. (Ist)

Selasa, 13 Agustus 2024

Yeh. 2:8-3:4;
Mzm. 119:14.24.72.103.111.131;
Mat. 18:1-5.10.12-14

SIKAP anak kecil yang tulus dan apa adanya menjadi salah satu keutamaan hidup beriman. Karena anak kecil berbicara dengan jujur tanpa menyaring atau menyembunyikan apa yang mereka pikirkan atau rasakan.

Mereka tidak memiliki motivasi tersembunyi dan cenderung mengatakan apa yang ada di pikiran mereka. Mereka melihat dunia dengan pandangan yang sederhana dan langsung.

Kepolosan ini sering kali membuat mereka tidak terbebani oleh prasangka atau keraguan yang mungkin mempengaruhi orang dewasa.

“Saya bersyukur mempunyai anak yang baik,” kata seorang bapak.

“Dia baru kelas dua SD tahun ini, namun apa yang dia lakukan kadang membuatku tersadar dari ketikdakpekaan dan ketidakpeduliaanku pada sesama.

Pernah pada suatu malam, dia memimpin doa makan. Dalam doanya dia, berkata demikian: “Tuhan semoga Engkau berkenan mengajari saya, bapak dan ibu untuk selalu berbagi kasih dengan sesama. Kami tidak ingin perut kami kenyang sendiri sedangkan temanku malam ini kelaparan.”

Rasanya tenggorokan ini tersekat dan hati ini menjadi kelu dan malu, tersadar akan kurangnya perhatianku pada sesama yang menderita.

Lalu, suatu ketika anakku sepulang dari gereja mencari kaleng bekas susu, dan menempeli tulisan, tabungan untuk pembangunan gereja. Karena dalam pengumuman di gereja hari itu panitia pembangunan menyebut kurangnya dana untuk pembangunan gereja. Saya bersyukur bahwa anakku punya kepekaan dan ketulusan hati, polos dalam menyikapi suatu informasi,” ujar bapak itu.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.”

Dalam kutipan Alkitab ini, kita diajarkan oleh Yesus untuk menjadi seperti anak-anak kecil dalam iman kita. Anak-anak kecil memiliki sifat rendah hati, percaya dengan tulus, dan terbuka menerima dengan tangan terbuka.

Kita harus belajar untuk merendahkan diri kita dan menerima Kerajaan Surga dengan hati yang sederhana.

Selain itu, kita juga ditegaskan untuk menjaga dan menghormati anak-anak kecil, karena malaikat-malaikat mereka senantiasa melihat wajah Bapa di surga.

Kita harus memperlakukan anak-anak dengan kasih dan penghargaan, sebagai sesama anak-anak Tuhan.

Kisah tentang domba yang sesat juga mengajarkan kita tentang kerinduan Bapa Surgawi untuk menyelamatkan setiap jiwa yang sesat.

Seperti seorang gembala yang mencari domba yang hilang, demikian juga Bapa kita di surga menginginkan agar setiap jiwa yang sesat kembali kepada-Nya.

Jalan pulang kepada Bapa hanyalah dengan jalan rendah hati, menerima Kerajaan Surga dengan iman seperti anak-anak, menghormati anak-anak serta melayani mereka dengan kasih, dan memiliki kerinduan yang sama dengan Bapa surgawi untuk menyelamatkan jiwa yang sesat.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku tulus dalam bersikap dengan orang lain?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here