SATU hal sangat penting dan juga strategis yang saya harapkan selama kunjungan apostolik Paus Fransiskus adalah perjumpaan beliau dengan para aktivis lingkungan hidup. Mengapa ini saya anggap penting? Itu karena mereka juga berkontribusi sudah ikut memperjuangkan terwujudnya Ensiklik Laudato Si’ dan Seruan Apostolik Laudate Deum.
Mereka bukan hanya orang-orang Katolik saja. Justru karena telah mampu menggerakkan dan melibatkan banyak orang dari berbagai kelompok lintas agama. Satu alasan sangat fundamental dan kuatnya adalah karena planit bumi atau ibu bumi ini adalah milik semua orang. Milik kita semua.
Ensiklik Laudato Si’ (Terpujilah Engkau) tentang Perawatan Rumah Kita Bersama dipublikasikan Paus Fransiskus tanggal 24 Mei 2015 pada Hari Pentakosta sebagai “A New Pentecost of the Whole Creation”.
Ensiklik Laudato Si’ bukan dogma agama, melainkan dialog moral berbasis sains untuk semua orang yang hidup di planit bumi tentang bagaimana merawat rumah kita bersama (LS 3).
Untuk lebih luas lagi mendorong gerakan dan perwujudan Laudato Si’, Laudato Si’ Movement bekerjasama dengan The Vatican Dicastery of Communication dan The Vatican Dicastery for Promoting Integral Human Development dan dibantu rumah produksi Off the Fence meluncurkan film The Letter: A Message for Our Earth.
Sutradara film ini, Nicholas Brown, sampai mendapatkan penghargaan Emmy dan BAFTA untuk film dokumenter. The Letter diluncurkan secara resmi 4 Oktober 2022 di Vatican pada hari peringatan St. Fransiskus Assisi dan sudah bisa dilihat lewat YouTube Originals. (https://youtu.be/Rps9bs85BII).
Laudato Si’ Movement sejak 2015
Laudato Si Movement adalah gerakan sedunia yang lahir tahun 2015, sebelum Laudato Si’ dipublikasikan. Laudato Si’ Movement adalah nama baru menggantikan terminologi lama bernama The Global Catholic Climate Movement (GCCM).
GCCMdiperkenalkan oleh Cardinal Luis Antonio Tagle dari Filipina, saat Paus Fransiskus datang berkunjung ke Filipina 15-19 Januari 2015. Saat itu, meski belum terbit, sudah terdengar bahwa Paus Fransiskus akan menerbitkan dokumen mengenai lingkungan hidup sebelum COP-21 di Paris yang kemudian melahirkan Paris Agreement.
Tahun 2020, GCCM melakukan proses deliberasi (menimbang-nimbang) dan berganti nama menjadi Laudato Si Movement. Nama baru ini lebih menunjukkan semangat untuk mewujudkan Ensiklik Laudato Si’.
Saat ini sudah ada lebih dari 8.000 Laudato Si’ Animator dan 900 organisasi yang menjadi anggota di 115 negara di dunia termasuk Indonesia.
Laudato Si;’ Movement Indonesia yang dipimpin Lilik Krismantoro dan kawan-kawan juga sangat aktif mengadakan berbagai kegiatan pelatihan dan penyadaran lingkungan hidup.
Laudato Si Action Platform (LSAP): 7 tahun, 7 sektor, 7 tujuan
Untuk mewujudkan semangat Laudato Si’, Paus Fransiskus juga meluncurkan Laudato Si Action Platform (LSAP) pada World Day of the Poor tanggal 14 November 2021:
- Selama tujuh tahun.
- Untuk tujuh sektor.
- Dengan tujuh tujuan yaitu:
- Respond to The Cry of The Earth.
- Respond to The Cry of The Poor.
- Ecological Economics.
- Adoption of Sustainable Lifestyle.
- Ecological Education.
- Ecological Spirituality.
- Community Engagement, and Participatory Action.
Tujuh sektor
LSAP juga melibatkan tujuh sektor yaitu keluarga, lembaga pendidikan, paroki dan keuskupan, dunia ekonomi, rumah sakit dan lembaga kesehatan, lembaga hidup bakti, serta organisasi dan komunitas.
Tahun 2015, Paus Fransiskus diundang untuk bicara di forum Sidang Umum PBB.
- Ada cukup banyak orang yang mengritik bahwa Paus Fransiskus dinilai tidak punya otoritas untuk berbicara mengenai situasi bumi.
- Ada yang menganggap Paus Fransiskus menerima informasi yang keliru mengenai situasi bumi.
- Di pihak lain, ada cukup banyak orang yang menghargai Paus Fransiskus yang berani menerbitkan Laudato Si’ yang dinilai sebagai dokumen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup planit bumi.
- Paus Fransiskus mengingatkan bahwa di bumi ini semuanya saling terhubung dan kita semua dipanggil untuk mendengarkan penderitaan ibu bumi dan sekaligus penderitaan orang miskin.
Seruan Apostolik Laudate Deum
Seruan Apostolik Laudate Deum (Pujilah Tuhan) dipublikasikan Paus Fransiskus pada tanggal 4 Oktober 2023 pada Pesta St. Fransiskus Assisi. Paus Fransiskus menerbitkan dokumen terbaru ini sebagai kelanjutan Laudato Si’ yang diberi nama Laudate Deum.
Tidak seperti dokumen Paus Fransiskus lainnya, Laudate Deum dapat terbilang singkat; karena hanya terdiri dari 73 artikel.
Alasan Paus Fransiskus menerbitkan Seruan Apostolik ini adalah berikut ini:
“Seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa tanggapan kita belumlah memadai, sementara dunia tempat kita hidup sedang menuju keruntuhan dan mungkin mendekati titik puncaknya. Terlepas dari kemungkinan tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa dampak perubahan iklim akan semakin merugikan kehidupan banyak orang dan keluarga (LD 2).
Bila Laudato Si‘ diterbitkan menjelang COP-21 di Paris, maka Laudate Deum diterbitkan menjelang COP-28 di Dubai, Uni Emirat Arab.
Menurut Paus Fransiskus, COP-21 di Paris (2015) merupakan momen penting, karena menghasilkan kesepakatan yang melibatkan semua pihak. (LD 47).
Paus Fransiskus berharap COP-28 di Dubai: “Dapat menjadi titik balik dan membuktikan bahwa segala sesuatu yang telah dilakukan sejak tahun 1992 adalah serius dan tepat waktu; jika tidak, maka akan menjadi kekecewaan yang besar dan membahayakan semua hal baik yang telah dicapai selama ini (LD 54).
Alasan mengenai nama dokumen ini dijelaskan dalam artikel terakhir: “Pujilah Allah adalah judul surat ini. Karena ketika manusia yang mengklaim dirinya menggantikan Allah, menjadi musuh terburuk bagi dirinya sendiri (LD 73).
Seruan Apostolik Fratello Sole
Paus Fransikus masih menerbitkan lagi satu Surat Apostolik berjudul Fratello Sole (Saudara Matahari) pada tanggal 21 Juni 2024. Lewat Fratello Sole, Paus Fransiskus mengajak semua umat manusia untuk sadar dan mengubah gaya hidup, model produksi dan konsumsi, dan mewujudkan transisi ke model pembangunan berkelanjutan.
Dari sekian upaya manusia, Paus Fransiskus yakin bahwa energi surya adalah salah satu kunci penting. Untuk itu lewat Fratello Sole, Paus Fransiskus menugaskan staf Vatican untuk membangun ladang solar panel di kebun pertanian Santa Maria di Galeria milik Vatican seluas 424 hektar untuk memastikan bahwa Vatican akan bisa memenuhi sendiri kebutuhan energi listriknya.
Fratello Sole adalah bagian dari Program Ecological Conversion 2030 yang dicanangkan Vatikan di mana Paus Fransiskus bukan hanya mempunyai komitmen untuk menyediakan sendiri energi untuk Vatikan dari sumber energi terbarukan yaitu sinar surya. Lebih dari itu, beliau juga akan mengganti semua kendaraan di Vatikan menjadi kendaraan listrik serta berbagai upaya lainnya.
Kita di persimpangan jalan
Kita semua ada di persimpangan jalan. Manusia diberi kesempatan untuk memilih jalan yang mana. Kita sebenarnya tahu jalan mana dan apa yang harus dilakukan. Saat inilah kita harus memilih dan bertindak.
Kita semua sudah tahu bahwa bumi sudah krisis. Waktu kita sangat terbatas. Barangkali hanya 10-15 tahun saja. Maka kita harus segera berubah dan bertindak. Sekarang atau tidak sama sekali.
Masih ada harapan. Sekali kita sudah tahu dan sadar, kita tidak lagi bisa memalingkan wajah dan tidak peduli.
Paus Fransiskus sadar dan mengatakan yang berikut ini:
“Sayangnya, banyak upaya untuk mencari solusi konkret krisis lingkungan sering gagal. Tidak hanya karena perlawanan dari mereka yang kuat, tetapi juga karena kurangnya minat dari yang lain.
Sikap-sikap yang menghalangi, bahkan di antara orang-orang beriman, dapat berkisar dari penyangkalan masalah sampai dengan ketidakpedulian, pasrah secara acuh tak acuh, atau kepercayaan buta terhadap solusi teknis.” (LS 14)
Pertobatan ekologis untuk kita semua
Paus Fransiskus bersama Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI sudah terus-menerus mengajak kita melakukan pertobatan ekologis.
Bagaimana tanggapan kita?
Semoga kehadiran Paus Fransiskus di Indonesia sekali lagi mengingatkan dan menyadarkan kita bahwa kita perlu bertobat. Bukan hanya secara individual. Melainkan juga secara komunal lewat lembaga, komunitas, keluarga, paroki, keuskupan.
Pokoknya, ya harus semuanya bertobat. (Berlanjut)
Baca juga: Buku-buku ajaran Paus Fransiskus kepada dan tentang anak-anak (4)