Puncta 7 September 2024
Sabtu Biasa XXII
Lukas 6: 1-5
SEORANG awam merasa bingung dan kecewa, ketika rencana berkat perkawinan anaknya ditolak oleh Pastor Paroki karena terjadi di Masa Adven. Pastor itu menjawab dengan ketus, kalau Masa Adven atau Prapaskah tidak boleh ada berkat perkawinan.
Bapak itu bingung karena di paroki lain, ada pastor yang mengiZinkan ada pemberkatan perkawinan di Masa Prapaskah. Ia menyampaikan itu kepada pastor parokinya.
Tetapi dengan marah pastor menjawab, “Sing dadi pastor aku apa kowe, kalau mau nekat, silahkan datang ke sana. Di sini aturannya begitu.”
Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1983, tidak ditemukan satu kanon (ayat) pun yang berbicara secara eksplisit tentang hari perkawinan.
Dalam Kanon 843§1 ditegaskan bahwa pelayan suci tidak dapat menolak (denegare non possunt) pelayanan sakramen-sakramen kepada orang yang memintannya secara wajar, berdisposisi yang semestinya, serta tidak terhalang oleh hukum untuk menerimannya.
Konggregasi Ibadat Ilahi mengeluarkan dokumen tentang persiapan dan pelaksanaan Perayaan Paskah. Dalam dokumen tersebut dinyatakan secara eksplisit bahwa ada dua hari yang tidak diperbolehkan untuk merayakan Sakramen Perkawinan, yakni Jumat Agung dan Sabtu Suci.
Kalau di dalam dokumen resmi hanya dua hari itu yang dilarang melangsungkan perkawinan. Tentu kita tidak bijaksana jika menambahi aturan-aturan yang justru membebani umat. Pelayanan murah hati dan penuh cintakasih mesti lebih diutamakan.
Yesus bersama murid-murid berjalan di ladang gandum. Para murid memetik bulir gandum dan menggisarnya. Hal itu terjadi pada Hari Sabat. Orang-orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?”
Kaum Farisi adalah kelompok yang melaksanakan aturan dengan ketat dan kaku. Bagi mereka, aturan adalah aturan, tidak boleh dilanggar sedikit pun. Orang yang melanggar harus dihukum.
Yesus lebih mengutamakan inti dari hukum yakni belaskasih. “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?” kata-Nya pada mereka.
Kalau Tuhan saja lebih mengutamakan belas kasihan, apakah kita justru membebani umat dengan aturan-aturan kaku yang membelenggu?
Di taman sari ada bunga melati,
Warnanya putih harum mewangi.
Utamakanlah pelayanan murah hati,
Jangan buat aturan yang membebani.
Wonogiri, aturan bukan untuk mempersulit
Rm. A. Joko Purwanto, Pr