KAPAN orang mesti berbuat baik? Berapa kali orang perlu berbuat baik? Jawaban yang benar adalah kapan saja dan sebanyak mungkin. Bukankah berbuat baik itu menghasilkan yang baik?
Perbuatan baik yang ditolak pun tetap bernilai baik.
Dalam Injil hari ini (Lukas 6:6-11), Yesus berkata kepada para Ahli Taurat dan orang Farisi, “Manakah yang diperbolehkan pada Hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan orang atau membinasakannya?” (Lukas 6:9).
Berbuat baik adalah jawaban yang tepat. Tetapi bagi orang Farisi dan Ahli Taurat tidak demikian. Menyembuhkan orang pada Hari Sabat itu salah; melanggar hukum. Itu dilarang. Ajaran mereka membatasi perbuatan baik.
Ketika melihat Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, meluap amarah mereka Ahli-ahli Taurat dan orang Farisi (Lukas 6:11). Bagaimana mungkin para pemuka agama itu bersikap demikian? Ajaran macam apa yang mereka yakini?
Kita masih dapat menemukan hal serupa pada zaman modern ini. Kendati sudah ada Deklarasi Hal-hak Azasi Manusia, diskrimInasi masih kita temukan di mana-mana. Perbuatan baik dibatasi pelbagai sekat.
Ada yang melarang orang berbuat baik kepada mereka yang berbeda agama, suku, atau etnisnya. Jangankan berbuat baik, menyapa dan bersalaman pun dilarang. Itu dianggap melanggar hukum agama.
Apa yang hendak disebarkan oleh agama semacam itu? Yesus mengecam orang Farisi yang membatasi orang dan waktu berbuat baik. Dia juga melawan pandangan itu dengan berbuat baik pada Hari Sabat.
Bagaimana selama ini kita memahami dan menghayati agama kita? Apakah kita menjadikannya jiwa dan motivasi bagi perbuatan baik kita?
Semoga kita tidak jemu-jemu berbuat baik (Galatia 6:9-10).
Senin, 9 September 2024
HWDSF