Lectio Divina 16.9.2024 – Bersabdalah Saja, Maka Saya Sembuh

1
33 views
Iman yang demikian besar, by Vatican News

Senin. Minggu Biasa XXIV. Perayaan Wajib Santo Kornelius, Santo Siprianus (M)

  • 1Kor. 11:17-26
  • Mzm 40:7-8a.8b-9.10.17
  • Luk 7:1-10

Lectio Divina

1 Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum. 2 Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. 3 Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya.

4 Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: “Ia layak Engkau tolong, 5 sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami.”

6 Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: “Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; 7 sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.

8 Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, atau pun kepada hambaku: Kerjakanlah ini, maka ia mengerjakannya.”

9 Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel.” 10 Dan setelah orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah, didapatinyalah hamba itu telah sehat kembali.  

Meditatio-Exegese

Setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang

Paulus mengecam cara umat Korintus merayakan Ekaristi. Mereka mencampur perayaan yang kudus dengan pesta makan.

Pada hakekatnya, perjamuan atau pesta makan berfungsi sebagai tanda kasih dan solidaritas di antara mereka yang menghadirinya. Dalam perjamuan yang sering disebut perjamuan persaudaraan atau perjamuan agape, makanan juga disediakan bagi kaum miskin atau yang berkekurangan.

Tetapi, umat Korintus pecah, saat kelompok kaya berkumpul dan makanan-minuman berlebihan, hingga kekenyangan dan mabuk; sedangkan kelompok lain dibiarkan merana. Maka, perjamuan makan kehilangan makna, karena kehilangan daya untuk menjadi sumber kasih dan kesatuan.

Paulus menulis surat kepada umat di Korintus kira-kira tahun 57, hanya 27 tahun setelah penetapan Ekaristi, untuk mengingatkan umat akan apa yang telah ia ajarkan beberapa tahun sebelumnya sekitar 51-52.

Ia menggunakan kata “aku terima dari Tuhan” dan ‘kuteruskan” untuk menyatakan bahwa ajarannya merupakan Tradisi apostolik (1Kor. 11:23; 1Kor. 15:3). Kata ‘aku terima dari Tuhan’ bermakna “Aku menerima melalui Tradisi yang diwariskan turun temurun dan berasal dari Tuhan sendiri.”

Salah satu warisan iman yang diterima dan diteruskan adalah Ekaristi. Dalam Perjanjian Baru terdapat empat kisah Penetapan Ekaristi: tiga kisah dalam Injil Matius, Markus dan Lukas (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:16-20). Kisah ini, yang mirip dengan kisah dalam Injil Lukas, merupakan kisah yang paling tua dari keempatnya.

Saat Yesus menetapkan Ekaristi, Ia meminta Ekaristi dirayakan hingga akhir zaman (bdk. Luk. 22:19). Dengan demikian, Yesus sekaligus menetapkan imamat.

Konsili Trente mengajarkan bahwa Yesus pada Perjamuan Malam Terakhir, “menyerahkan tubuh dan darah-Nya dalam rupa roti dan anggur pada Allah Bapa dan Ia memberikan tubuh dan daranya dalam rupa yang sama kepada para rasul untuk diterima. Maka, Ia menetapkan mereka sebagai imam-imam Perjanjian Baru saat itu juga. […]

Ia meminta para rasul dan pengganti mereka dalam imammat untuk mempersembahkan sakramen ini ketika Ia bersabda, “Lakukanlah ini untuk mengenangkan Aku.”, seperti selalu dipahami dan diajarkan Gereja Katolik.” (De SS. Missae Sacrificio, chap. 1; cf. can. 2).

Kata ‘mengenangkan’ dalam tradisi Ibrani digunakan untuk mewariskan makna hakiki pesta Paskah, perayaan atas keluaran dari Mesir. Bagi umat Israel ritus Paskah tidak hanya mengingatkan akan peristiwa yang telah berlalu.

Tetapi, peristiwa itu dihadirkan kembali saat ini, dihayati kembali, agar dapat ambil bagian dalam peristiwa keluaran dengan cara tertentu dan baru, dari generasi ke generasi (bdk. Kel. 12:26-27; Ul. 6:20-25).

Maka, ketika Yesus meminta para rasul untuk “Lakukanlah ini untuk mengenangkan Aku.”, Ia meminta tidak hanya mengingat-ingat Perjamuan Terakhir-Nya, tetapi membaharui kurban Paskah-Nya sendiri di Kalvari, yang telah dihadirkan dan diantisipasi-Nya pada Perjamuan Malam Terakhir. 

Tentang Ekaristi, Konsili Vatikan II mengajar, “Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, Penyelamat kita mengadakan Kurban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian Ia mengabadikan Kurban Salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja Mempelai-Nya yang terkasih kenangan Wafat dan Kebangkitan-Nya: sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikaruniai jaminan kemuliaan yang akan datang.” (Konstitusi tentang Liturgi Suci, Sacrosanctum Concilium, 47).

Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit

Daya apa yang menggerakkan perwira Romawi itu meminta Yesus datang dan menyembuhkan hambanya? Naluri seorang perwira menuntunnya mengenal kuasa perintah Yesus, seperti ia memerintah bawahannya atau diperintah atasannya (Luk. 7:8).

Dari berita dan informasi yang dia kumpulkan, ia mengetahui dengan pasti siapa Yesus. Dan pada-Nya, ia menyaksikan kuasa dan belas kasih Allah untuk menyembuhkan dan memulihkan hidup.

Santo Lukas menggunakan kata  εκατονταρχου, hekatontarchou, seeorang perwira Romawi yang  membawahi 100 orang prajurit. 600 perwira membentuk kesatuan legion. Masing-masing perwira mempunyai peran yang berbeda dan dikoordinir oleh  perwira pertama, primus pilus, para perwira ambil bagian dalam dewan perang.

Kebanyakan perwira berasal dari keluarga tentara. Para perwira menjadi tulang punggung sebuah legion dan mereka bertugas menegakkan disiplin prajurit (“centurion Encyclopædia Britannica Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica, 2015). 

Polybius, penulis sejarah Romawi, menulis, “Mereka tidak diijinkan membahayakan pasukan walaupun mereka dapat memerintah pasukannya untuk selalu siaga dan siap bertindak. Mereka harus tidak memiliki rasa cemas yang berlebihan untuk maju bertempur, tetapi ketika terdesak, mereka harus siap di tempat dan berani mati di tempat penugasan.”

Iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel

Saat tahu bahwa Yesus pulang ke Kapernaum, perwira Romawi itu sangat mencemaskan hambanya yang sakit, bahkan hampir mati. Maka ia mengutus para tetua Yahudi yang memimimpin sinagoga. Ia mengutus utusan dari kalangan Yahudi. Ia tahu bahwa tidaklah pantas atau halal seorang Yahudi datang ke rumah orang asing/kafir.

Dan para tetua Yahudi mau melakukan, karena sang perwira mau memeluk agama Yahudi, proselit; terlebih, ia membantu dalam mendirikan sinagoga di Kapenaum.

Namun, ketika Yesus sampai di ambang rumahnya, ia mengutus sahabatnya. Kalau semula ia mengutus para tetua Yahudi, sekarang ia mengutus sahabatnya sendiri. Pasti si utusan merupakan orang dari kalangan yang paling dipercayainya.

Dan setelah terjadi serangkaian penjelasan tentang kedudukan komando dalam pasukan, ia menungkapkan ketidak pantasannya dalam menerima Yesus. “Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.” (Luk 7:6-7)

Kata-kata perwira itu mengungkapkan bahwa sang perwira menempatkan Yesus sebagai atasannya. Ungkapan itu menyingkapkan perubahan sikap iman. Pesan perwira Romawi itu terus bergema dalam hidup iman melalui ungkapan doa menjelang komuni.

“Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya. Tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh.”, Domine, non sum dignus, ut intes sub tectum meum: sed tantum dic cerbo, et sanabitur anima mea.  

Sang perwira menyubut Yesus dengan kata seru, κυριε, kurie (Yunani), domine (Latin) atau Tuan. Karena kerendahan hatinya itulah, Yesus memuji (Luk. 7:9), “Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel.”, Dico vobis, nec in Israel tantam fidem inveni.

Santo Augustinus dari Hippo, 354-430, menulis tentang perwira yang menganggap diri tidak layak menerima Tuhan dalam rumahnya, “Kerendahan hati merupakan pintu yang dilalui Tuhan untuk meraja di dalam hati orang yang adalah kepunyaanNya.”

Sang perwira adalah orang yang sungguh beriman, man of faith, karena Ia percaya pada perintah Yesus. Ia juga pejuang kemanusiaan, ia mengasihi hambanya. Ia tidak memperlakukan hamba Yahudi itu sebagai budak yang bisa diperlakukan seperti hewan. 

Katekese

Kuasa Ilahi dan anugerah kerendahan hati. Santo Ambrosius dari Milan, 339-397:

“Betapa agung tanda kerendahan hati ilahi, sehingga Penguasa Surga tidak merasa keberatan untuk mengunjungi hamba si perwira! Iman dinyatakan dalam perbuatan, tetapi peri kemanusiaan lebih nyata nampak dalam bela rasa.

Pasti Ia tidak melakukan cara ini karena Ia tidak dapat menyembuhkan tanpa kehadiran-Nya, tetapi untuk memberimu teladan yang harus kau lakukan, yakni: kerendahanhati. Ia mengajarkannya tanpa perlu membedakan mana perkara besar atau kecil.

Di tempat lain Ia bersabda pada seorang yang berkuasa, “Pergilah, anakmu hidup.” (Yoh. 4:50), agar kau memahami kuasa Ilahi dan anugerah kerendahan hati. Dalam perkara ini, Ia menolak untuk pergi menjumpai anak laki-laki penguasa itu, walau seolah-olah mengesankan Ia tidak menghormati orang kaya.

Dalam hal ini, Ia sendiri pergi tanpa memperhitungkan pangkat rendah pelayan perwira itu. Semua saja di antara kita, budak dan orang merdeka, adalah satu di dalam Kristus (Gal. 3:28, Kol. 3:11).” (Exposition Of The Gospel Of Luke 5.84).

Oratio-Missio

Tuhan, berkenanlah membuat diriku rendah hati, seperti perwira Romawi yang dengan kerendahan hati menjumpai-Mu. Amin.

  • Apa yang perlu kulakukan untuk makin rendah hati dan mengimani-Nya?

Dico vobis, nec in Israel tantam fidem inveni – Lucam 7:9

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here