Puncta 23 September 2024
PW. St. Pius dari Petrelcina (Padre Pio)
Lukas 8: 16-18
FILOSOFI Jawa yang menyatakan bahwa “urip iku urup” mau menjelaskan bahwa hidup itu harus berdaya guna. Kalau diterjemahkan filosofi Jawa ini berarti hidup itu harus menyala. Maksudnya adalah agar hidup (urip) kita berguna atau mampu memberi “urup” atau nyala yakni manfaat kepada dunia sekitarnya.
Sebagaimana sebuah cahaya yang ditaruh di atas gantang agar menerangi sekitarnya, demikianlah hidup kita juga harus kita jalani agar dapat menerangi dunia sekitarnya. Hidup kita bermanfaat bagi kebaikan dunia.
Yesus memberi gambaran tentang hidup itu harus menyala atau bermanfaat bagi dunia sekitarnya dengan berkata, “Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya.”
Hidup itu harus berguna. Apakah hidup seekor “laron” atau anai-anai itu berguna?
Kalau awal musim hujan mengguyur bumi, biasanya laron atau anai-anai akan muncul dari lubang persembunyiannya. Ratusan bahkan ribuan laron terbang ke udara menikmati kebebasan.
Tetapi dalam sekejap mereka akan disambar oleh burung-burung menjadi makanannya. Atau, kalau merayap di tanah, mereka akan dipatuk ayam, dimakan cicak atau binatang lainnya. Manusia pun juga senang menangkapnya untuk dijadikan lauk penuh protein.
Ada juga laron yang tanggal sayap-sayapnya. Mereka akan mencari teman senasib dan berjalan beriringan untuk saling menolong dan menyelamatkan diri mencari lubang persembunyian yang aman.
Mereka berdua berjalan seperti kereta api saling terikat satu sama lain. Tolong menolong sebagai teman senasib. Ternyata hidup laron yang hanya sesaat itu sangat berguna bagi lingkungan sekitarnya.
Kendati hidup laron atau anai-anai itu hanya sesaat dan sekejap, tetapi mereka telah memberi manfaat bagi sekitarnya. “Urip iku Urup” itulah yang dihayati si laron atau anai-anai.
Muncul di bumi hanya sebentar, terbang menikmati kebebasan sesaat. Habis itu lalu lenyap. Mereka memberi kehidupan bagi makhluk lainnya.
Apakah hidup kita juga bisa memberi nyala manfaat bagi dunia sekitarnya? Apakah kita sudah menghayati filosofi ”Urip iku Urup” dalam hidup kita?
Naik jet pribadi menuju Canada,
Untuk membeli tas dari kulit buaya.
Hidup akan penuh warna bahagia,
Jika kita mau berbagi dengan sesama.
Wonogiri, Urip iku Urup
Rm. A. Joko Purwanto, Pr