Lectio Divina 26.9.2024 – Sabda-Nya Menghapus Kesia-siaan

0
48 views
Siapakah Dia ini, by Vatican News

Kamis. Minggu Biasa XXV, Hari Biasa (H)

  • Pkh 1:2-11
  • Mzm 90:3-4.5-6.12-13.14.17
  • Luk 9:7-9

Lectio

7 Herodes, raja wilayah, mendengar segala yang terjadi itu dan iapun merasa cemas, sebab ada orang yang mengatakan, bahwa Yohanes telah bangkit dari antara orang mati. 8 Ada lagi yang mengatakan, bahwa Elia telah muncul kembali, dan ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit.

9 Tetapi Herodes berkata: “Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?” Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus.  

Meditatio-Exegese

Kesia-siaan belaka

Setelah Amsal, putera-puteri Gereja diajak untuk mengkontemplasikan Pengkhotbah atau Ecclesiastes atau Qoheleth. Ditulis setelah masa pembuangan dan di bawah pengaruh Persia, penulis suci mengajak para murid yang dibinanya untuk memperhatikan apa yang dikejar-kejar manusia hanya ilusi atau kehampaan.

Dihadapkan pada kehampaan atau kesia-siaan, guru kebijaksanaan Israel mengajar, “Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.” (Pkh. 12:13).

Guru kebijaksanaan membuka pengajarannya dengan berkata (Pkh. 1:2), “Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.”, Vanitas vanitatum, dixit Ecclesiastes, vanitas vanitatum et omnia vanitas.

Kata Ibrani הבל, hăbêl, yang sepadan dengan kesia-siaan bermakna hampa, sementara, tak berguna. Kata ini digunakan untuk melukiskan keadaan hidup manusia yang sementara, tidak tetap, fana.

Digunakan sebanyak kurang lebih 35 kali, kata ini mengacu pada makna bahwa segala benda ciptaan adalah ilutif, sia-sia, tak bermakna. Terlebih, manusia harus tunduk pada kesia-siaan, kehampaan, ketiadaan makna, kosong, hambar, jika manusia tidak mengikatkan diri erat-erat pada Allah.  

Yesus pun mengingatkan akan kesia-siaan saat bersabda, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya.” (Mrk. 8:36). Ia pasti mengingat kata-kata Sang Pengkhotbat, “Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?” (Pkh. 1:3).

Selanjutnya, dalam bagian kedua, Sang Pengkhotbah mengungkapkan pengalaman hidup yang sia-sia, seperti lingkaran setan tak terputus. Matahari yang baru terbit segera lari ke tempatnya terbenam dan bergegas kembali ke tempatnya muncul. Air mengalir melalui berlaksa sungai dan laut meminumnya tanpa puas dan tumpah dari perutnya.

Semua menjemukan. Kata Pengkhotbah (Pkh. 1:9), “Tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari.” nihil sub sole novum.

Maka, bila tidak mau berpaut pada Allah dan sabda-Nya dan bergegas mencari Tuhan dan wajah-Nya (Mzm. 105:4), hidup menjadi sia-sia.

Herodes, raja wilayah

Yang melawan kebenaran selalu terusik bila suara itu terus bergema. Herodes Antipas, raja wilayah Galilea, terusik atas kecaman Yohanes. Ia memperisteri Herodias, istri Filipus, saudaranya. Skandal perkawinan sedarah.

Tahu kalau Yohanes adalah orang benar, Herodes selalu merasa segan padanya (Mrk. 6:20). Maka, tidak memiliki keberanian untuk menjatuhkan hukuman mati. Ia hanya memenjarakan anak Zakaria dan Elizabeth (Luk. 1:5-23).

Namun, ternyata, raja boneka Romawi ini lebih senang mencari muka pada kerabat dan sahabatnya, dari pada mencari wajah Allah (Hos. 5:15). Di saat pesta gila perayaan ulang tahunnya, ia mabok anggur dan kehilangan kesadaran.

Herodias memanfaatkan kesempatan saat Antipas mabok dan kehilangan kesadaran. Dengan cara licik ia meminta kepala Yohanes Pembaptis. Dan seperti kerbau yang dicocok hidungnya, anak mendiang Herodes Agung tanpa sadar menuruti kelicikan istrinya.

Ia sadar telah membuat kekeliruan dan kata-katanya tak dapat ditarik kembali. Maka, melalui anak tirinya, Salome, ia memenggal dan menaruh kepala Yohanes Pembaptis di atas nampan (Mrk. 6:21-29).

Herodes mendengar segala yang terjadi itu dan iapun merasa cemas

Kabar tentang Yesus sampai ke telinga Herodes Antipas. Kabar itu mungkin didapatnya dari bendahara kerajaannya, Khuza. 

Di saat senggang Khuza pasti mendengarkan cerita tentang Yesus dari istrinya, Yohana. Istri bendahara Kerajaan Galilea itu telah beberapa lama mengikuti Yesus (Luk. 8:3). Ia pasti tahu apa yang dikatakan dan dilakukan-Nya di Galilea.

Di samping, para mata-matanya melapor padanya. Kehadiran Yesus mengusik nuraninya. Hati dan jiwanya gelisah, karena bergolak menghadapi suara kebenaran.

Ia tidak mampu mengelak dari jeritan rasa salah dan dosa. Tiada satu pun daya kuasa di bumi mampu menghilangkan suara nurani yang berseru karena bersalah atau membebaskan dari belenggu dosa. Hanya Allah mampu membebaskan manusia dari belenggu dan jerat dosa melalui kurban Yesus di salib.

Siapa gerangan Dia ini?

Menghadapi seluruh berita tentang Yesus, Herodes hanya sanggup bertanya (Luk. 9:9), “Siapa gerangan Dia ini?”, quis autem est iste?

Herodes berusaha berjumpa dengan Yesus. Ia mencoba segala cara untuk berjumpa dengan-Nya, bukan untuk bertobat dan mengikuti-Nya. Ia hendak memastikan bahwa Yesus bukanlah Yohanes Pembaptis, yang ia penggal kepalanya.

Ia ingin memastikan bahwa ia tidak kena kutuk Yohanes. Sebenarnya, kesempatan tersedia bagi Herodes untuk berbalik kepada Allah, saat ia mengadili Yesus (Luk. 23:8-12).

Hatinya mungkin lega. Ia terlepas dari kutuk setelah memastikan Yesus dan Yohanes Pembaptis adalah pribadi berbeda. Tetapi kesempatan emas untuk bertobat dan berjumpa dengan Allah dilepaskannya begitu saja.

Manusia hanya memperoleh damai sejati dari dalam nuraninya sendiri dan dari Allah. Dan Herodes Antipas tidak memperolehnya, karena ia tidak mau berpaut pada Allah. Hidupnya menjadi sia-sia.

Bagi yang mengikuti-Nya, Yesus menunjukkan jalan (Yoh. 8:31-32), “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku  dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”,Si vos manseritis in sermone meo, vere discipuli mei estis et cognoscetis veritatem, et veritas liberabit vos.

Katekese

Integritas menjadi kesulitan bagi yang secara moral tercela. Santo Petrus Chrysologus, 400-450:

“Yohanes mengingatkan Herodes melalui seruan moral, bukan tuduhan di pengadilan. Ia menghendaki raja itu bertindak benar, tidak memenjarakan.

Tetapi, Herodes lebih memilih pembungkaman, dari pada pertobatan. Bagi mereka yang dipenjarakan, kebebasan dari seorang yang bersalah karena ditindak keliru menyebabkan kebencian. 

Keutamaan tidak pernah dirindukan oleh mereka yang tak bermoral. Kekudusan dijauhi oleh mereka yang hidup bejat. Kemurnian menjadi musuh mereka yang hidup cemar.

Integritas menjadi sulit diraih oleh yang suka korupsi. Ugahari dijauhi mereka yang tidak mampu mengendalikan diri. Belas kasih dihindari olah yang kejam, seperti halnya kebaikan hati oleh yang bengis dan keadilan bagi yang culas.

Penginjil menyingkapkan hal ini ketika ia berkata, “Yohanes berkata kepadanya, “Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu, Filipus.” Inilah saat Yohanes masuk dalam kesulitan.

Ia yang mengingatkan orang yang berbuat salah mendapatkan serangan. Ia yang mengampuni orang yang bersalah mengalami kesukaran.

Yohanes mengatakan apa yang benar menurut hukum, apa yang sesuai dengan keadilan, apa yang sesuai untuk kesejahteraan umum, dan apa yang sesuai dengan kasih, bukan kebencian. Dan, lihatlah ganjaran apa yang ia terima dari mereka yang hanya mementingkan kesenangan duniawi.” (Sermons 127.6-7)

Oratio-Missio

Tuhan, didiklah aku untuk serupa dengan Putera-Mu. Tumbuhkanlah semangat batinku untuk melakukan kehendak-Mu dan bantulah aku untuk mencari Sang Kebenaran dan Kasih. Amin.

  • Apa yang perlu kulakukan supaya aku berani menjumpai-Nya?

quis autem est iste, de quo audio ego talia? – Lucam 9:9

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here