DALAM perjalanan antara Phnom Penh ke Battambang, kami berhenti makan siang di daerah Krakor, yakni sebuah kabupaten di bawah Provinsi Pursat. Di daerah ini terdapat banyak hasil Danau Tonle Sap, yang antara lain adalah ikan.
Kami memilih makanan khas Kamboja yang pernah sering saya santap 16 tahun yang lalu. Salah satu makanan yang sangat memasyarakat adalah prohok (o seperti dalam pengucapan kata “bocor”). Prohok adalah ikan yang dihancurkan, diasinkan dan diawetkan. Konon, prohok ini muncul sebagai cara untuk mengawetkan ikan selama bulan yang panjang ketika ikan segar tidak tersedia dalam jumlah yang cukup.
Prohok dimakan sebagai lauk teman nasi. Oleh karena baunya yang menyengat, kuat, dan lain daripada yang lain, prohok juga disebut “keju” Kamboja.
160 km dari Phnom Penh
Krakor terletak sekitar 160 km di jalan nasional nomor lima dari Phnom Penh.
Krakor termasuk Provinsi Pursat yang berbatasan dengan Provinsi Kompong Chnang. Sebagian Danau Tonle Sap masuk wilayah ini dan beberapa desa terletak di sekitar pinggir danau. Ada beberapa desa terapung yang letaknya berpindah-pindah tergantung ketinggian air danau.
Terletak di dekat Danau Tonle Sap, Kabupaten Krakor dikenal karena hasil ikan, prohok, dan produk ikan lainnya yang dipasarkan di Pursat, Phnom Penh, dan kota-kota lain. Sebagian besar ikan dikumpulkan oleh penduduk desa terapung di sekitar danau tersebut.
Dalam sejarahnya, desa-desa ini mempunyai relasi yang tidak terlalu gampang dengan otoritas perikanan negara yang menuduh mereka melakukan penangkapan ikan di danau yang dilindungi negara. Mereka pernah bentrok pada bulan April 2007 yang mengakibatkan kematian tiga nelayan. Para petugas mengklaim mereka diserang oleh para nelayan.
Apa yang kami makan siang itu?
Lauk utama kami adalah prohok yang berfungsi sebagai “saus” untuk berbagai sayur mayur mentah. Lalu dua macam kuah yang berisi ikan. Yang satu kuah ikan masam pedas, dan yang satu lebih kental dengan santan dan sayur.
Prohok dibuat dari ikan segar, besar maupun kecil. Biasanya ikan yang lebih besar lebih mahal. Setelah dipotong dan dibersihkan, pertama-tama ikan segar dihancurkan atau digiling. Setelah itu, hasil gilingan tersebut dijemur di terik matahari satu hari penuh. Baru kemudian diasinkan dengan cara dimasukkan dalam panci tanah penuh dengan garam. Prohok dapat dimakan 20 hari setelah proses fermentasi tersebut.
Namun demikian, kualitas prohok yang bagus adalah yang lebih lama difermentasi. Konon ada yang sampai tiga tahun.
Photo credit: Prohok di Kamboja (Mispan Indarjo)
Artikel terkait:
- Gereja Paroki Siem Reap, Kamboja: Satu Romo untuk 500 Umat Katolik (1)
- Gereja Katolik Kamboja di Markas Khmer Merah
- Romo Gregorius Priyadi SJ: 12 Tahun Menjadi Misionaris di Kamboja (1)
- Kamboja: Sekarang dan 16 Tahun Lalu (1)
- Kamboja Sekarang dan 16 Tahun Lalu: Perjalanan Phnom Penh-Battambang (6)
- Kamboja Sekarang dan 16 Tahun Lalu: Battambang, Provinsi di Perbatasan Thailand (7)