Home BERITA Lectio Divina 4.10.2024 – Menyambut Saksi-Nya

Lectio Divina 4.10.2024 – Menyambut Saksi-Nya

0
4 views
Kursi Musa di reruntuhan Khorazim, by onepagebiblesummary

Jumat. Perayaan Wajib Santo Fransiskus dari Assisi (P)

  • Ayb 38:1.12-21; 40:3-5
  • Mzm 139:1-3.7-8.9-10.13-14ab
  • Luk 10:13-16

Lectio

13 “Celakalah engkau Khorazim. Celakalah engkau Betsaida. karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. 14 Akan tetapi pada waktu penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu.

15 Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati.

16 Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.”

Meditatio-Exegese

Sebenarnya, aku ini tak berarti, bagaimana aku dapat membalas-Mu?

Kepada ketiga sahabat yang menuduhnya berdosa, Ayub membela diri, seperti pembelaan di depan pengadilan. Kata-katanya penuh syarat dan pemenuhan sebagai hukuman.

Ayub memberi contoh, “Jikalau hatiku tertarik kepada perempuan, dan aku menghadang di pintu sesamaku, maka biarlah isteriku menggiling bagi orang lain, dan biarlah orang-orang lain meniduri dia. Karena hal itu adalah perbuatan mesum, bahkan kejahatan, yang patut dihukum oleh hakim.” (Ayb. 31:9-10).

Ayub tidak merasa bersalah, maka ia memohon Allah mengadili perkaranya dan memberikan jawaban. Katanya (Ayb. 31:35), “Hendaklah Yang Mahakuasa menjawab aku.” Omnipotens respondeat mihi.

Allah menampakkan Diri-Nya dan menjawab Ayub dari dalam badai, seperti saat Ia menampakkan Diri-Nya pada Musa dan seluruh umat di Sinai (Kel. 19:16-20). Ia tidak menjawab tentang kemalangan yang dideritanya.  

Melalui serangkalaian petanyaan, Allah menuntun Ayub untuk menilik lebih dalam jatidirinya. Ia memulai dengan pertanyaan apakah Ayub mengatur perputaran waktu dengan menyuruh dinihari atau fajar datang.

Lalu, Ia bertanya apakah Ayub turun ke dasar samudera dan mengatur aliran sumber-sumber air yang membentuknya serta menjelajahi seluruh dasar lautan. Akhirnya, Ia bertanya apakah Ayub mengatur saat siang dan gelap menyelimuti bumi.

Ayub tidak mampu menjawab. Ia sadar bahwa karena Allah menciptakan segala sesuatu, memimpin segala sesuatu dan sanggup melakukan segala sesuatu (bdk. Katekismus Gereja Katolik, 268). Maka, ia diam, tidak mebuka mulut.

Ia sadar bahwa ia hanya ciptaan dari tanah liat, yang berwarna merah gelap seperti warna meterai (bdk. Ayb. 38:14). Ia rapuh dan hidupnya tergantung pada belas kasih dan kerahiman-Nya.

Di hadapan kemahakuasaan Allah, Ayub hanya mengunci mulut dan berseru (Ayb. 40:4), “Sebenarnya, aku ini tak berarti, bagaimana aku dapat membalas-Mu?”, Ecce leviter locutus sum, quid respondebo tibi?

Allah, yang menampakkan Diri dalam kemahakuasaan-Nya, mengundang Ayub dan setiap pribadi untuk merenungkan keterbatasan kemampuan manusiawi menangkap makna derita dan kejahatan hingga Ia melenyapkannya.

Gereja mengajar, “Kita percaya dengan teguh bahwa Allah adalah Tuhan dunia dan sejarah. Namun jalan-jalan penyelenggaraan-Nya sering kali tidak kita ketahui.

Baru pada saat akhir, apabila pengetahuan kita yang sepotong-sepotong sudah berakhir dan kita akan memandang Allah “dari muka ke muka” (1Kor. 13:12) kita akan mengerti sepenuhnya jalan-jalan yang ditempuh Allah, malahan melalui drama kejahatan dan dosa, guna menghantar ciptaan-Nya menuju perhentian Sabat yang definitif, untuknya Ia telah menciptakan langit dan bumi.” (Katekismus Gereja Katolik, 314).

Celakalah kamu, Khorazim

Seandainya Yesus hadir di tengah komunitas Gereja sekarang, apa yang hendak Ia katakan? Akankah Ia mengutuk seperti yang Ia lakukan pada Khorazim dan Betsaida? Apa tanggapan tiap anggota komunitas?

Ke mana pun Yesus pergi, di situlah Ia melaksanakan tugas pengutusan-Nya: menunjukkan betapa Allah mengasihi umatNya. Tetapi ketika Ia mengungkapkan perasaan ουαι, ouai, celakalah,  ungkapan-Nya menjadi jeritan kepedihan hati-Nya. 

Kepedihan hati-Nya yang dalam berubah menjadi marah. Ia sedih dan marah, karena tidak mendapati pertobatan. Pertobatan menuntut perubahan hati dan cara hidup, supaya manusia hidup dan selamat dari kehancuran jiwa dan badan.

Kemarahan-Nya tidak pernah diarahkan pada manusia, tetapi kepada dosa dan segala hal yang menghalangi manusia melaksanakan kehendak Allah dan menerima berkat-Nya. Dalam kasih, Ia memanggil manusia untuk menempuh jalan kebenaran dan kemerdekaan, rahmat dan belas kasih, keadilan dan kesucian hati.

Tirus dan Sidon

Melanjutkan pengutusan tujuh puluh dua murid-Nya ke seluruh yang hendak dikunjungi-Nya, Yesus membandingkan penerimaan di kota-kota yang Ia kunjungi. Ternyata Ia disambut dengan hati dan tangan terbuka di daerah orang kafir, yaitu Tirus dan Sidon.

Mendengar Ia melakukan banyak mukjijat di Galilea, kedua kota itu bertobat dan berkabung (Luk. 10:13).  Padahal kedua kota itu merupakan kota yang dikutuk oleh para nabi.

Di masa lalu, kedua kota itu merupakan musuh Israel. Mereka menindas umat Allah dan menghina Allah Israel (bdk. Yes. 23:1; Yer. 25:22; 47:4; Yeh. 26:3; 27:2; 28:2; Yl. 3:4; Am. 1:10).

Pada zaman kekeringan, Allah justru mengutus Elia mendampingi janda di Sarfat di daerah Sidon (1Raj. 17:7-24). Sebaliknya, walaupun Yesus berkarya di kedua kota Yahudi, Khorazim dan Betsaida, mereka tidak mengubah sikap batin untuk menerima kehadiran Allah. 

Dan engkau Kapernaum

Tentang Kapernaum, Yesus mengingatkan akan kutukan Nabi Yesaya atas Babel. Kapernaum disamakan dengan Babel karena tinggi hati dan hendak menyamai Allah.

“Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!” (Yes. 14:13-14).

Dalam Injil Matius, Kapernaum disamakan dengan Sodom. Kapernaum menjadi lambang kemerosotan moral dan pemberontakan terhadap Allah (Mat. 11:23-24). Tentang kota ini Nabi Yesaya menyatakan, “Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur.” (Yes. 14: 14-15).

Sedangkan Sodom  dan Gomora, akhirnya luluh lantak (Kej 18:16 – 19:29).  Ketiga kota itu hanya menjadi onggokan puing dalam peradaban manusia. 

Yesus rela meninggalkan kampung halaman, Nazaret,  dan tinggal di Kapernaum (Mat. 4:13). Ia berjerih lelah selama tiga tahun, tetapi di kota Yahudi di tanah Zebulon dan Naftali, tidak ada tanda pertobatan dan perubahan hati. Hati mereka telah beku dan membatu (Yer. 17:9). 

Ia mendengarkan Aku

Yesus membesarkan hati para murid untuk mengidentifikasi diri dengan diri-Nya. Caranya: tiap murid harus mau menerima dan menjadi seperti anak-anak. Masing-masing menggantungkan seluruh hidup dan keselamatan kepada Allah, bukan yang lain.

Satu-satunya cara untuk mengidentifikasi diri dengan Yesus adalah meneladan Dia yang rendah hati. Kerendahan hati selalu menjadi lawan kesombongan yang menyebabkan manusia berpikir, merasa dan bertindak seolah-olah ia seperti Allah (bdk. Kej. 3:5).

Yang rendah hati selalu mampu mendengarkan, menerima dan sehati-sejiwa dengan saudara-saudari Yesus (bdk. Mat. 25:40).

Bila murid Yesus mampu menjadi pribadi yang tergantung pada-Nya, rendah hati, mampu mendengarkan, menerima dan sehati-sejiwa dengan yang hina, ia layak menjadi utusan-Nya. Maka, sebagai utusan, ia layak didengarkan. 

Mendengarkan Dia sama dengan mendengarkan Bapa, yang mengutus-Nya. Pola yang sama berlaku untuk penolakan terhadap murid-Nya dan Yesus, yang mengutus mereka.

Setiap orang yang mendengarkan pewartaan tentang Yesus, seturut Tradisi suci dan pengajaran para rasul dan pengganti mereka, sama dengan mendengarkan-Nya. Para murid yang mau menerima Yesus sama dengan menerima Allah, Bapa yang mengutus-Nya (Luk. 10:16).

Dan Ia membiarkan diri dicari dan ditemui oleh mereka yang mencari-Nya. Ia ditemukan dalam diri saudara dan saudari-Nya, “Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar.” (Luk. 9:48).

Yang terkecil selalu sama dengan yang paling hina, yang dinajiskan, yang dihindari. Kepada merekalah seluruh tangan diulurkan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat. 25:40).

Menerima mereka sama dengan mendengarkan, mencondongkan telinga untuk mereka. Mendengarkan mereka sama dengan menerima Yesus.

Sabda-Nya (Luk. 10:16), “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.”, Qui vos audit, me audit; et, qui vos spernit, me spernit; qui autem me spernit, spernit eum, qui me misit.

Katekese

Kristus bersabda melalui para murid. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444:

“Kristus memberi mereka yang mengasihi pengajaran-Nya jaminan bahwa apa pun yang diwartakan tentang Dia melalui para rasul atau penginjil yang suci harus diterima tanpa keraguan dan akan dimahkotai dengan sabda kebenaran. Ia yang mendengarkan mereka, mendengarkan Kristus.

Karena Santo Paulus juga berkata, “Karena kamu ingin suatu bukti, bahwa Kristus berkata-kata dengan perantaraan aku.” (2Kor. 13:3). Kristus sendiri di tempat lain juga bersabda pada para murid-Nya yang suci, “Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.” (Mat. 10:20).

Kristus bersabda pada mereka melalui Roh Kudus, yang sehakekat denganNya. Jika yang dikatakan para murid benar, dan jika seperti itu, bahwa mereka berbicara karena Kristus, bagaimana mereka dapat salah?

Ia mengingatkan bahwa barang siapa tidak mendengarkan mereka, tidak mendengarkan Kristus. Sedangkan barang siapa menolak mereka, menolak Kristus dan menolak bukan hanya Dia, tetapi Bapa.” (Commentary On Luke, Homily 63).

Oratio-Missio

Tuhan, jadikanlah hati kami sederhana dan iman kami murni untuk memandang-Mu, yang penuh belas kasih. Hapuskanlah keraguan, ketakutan dan kesombongan yang selalu menghambatku untuk mendengarkan sabda-Mu dengan penuh iman dan penyerahan diri. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan agar kesaksianku tentang Yesus tidak ditolak?

Qui vos audit, me audit; et, qui vos spernit, me spernit; qui autem me spernit, spernit eum, qui me misit. – Lucam 10:16

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here