Lectio Divina 18.11.2024 – Ia mengutus ke Tengah Serigala

0
42 views
Di antara taring serigala, by Konstantin Korobov

Jumat. Pesta Santo Lukas, Penulis Injil (M)

  • 2Tim. 4:10-17b
  • Mzm. 145:10-11.12-13ab.17-18.
  • Luk 10:1-9

Lectio

1 Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. 2 Kata-Nya kepada mereka: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.

3 Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. 4 Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapapun selama dalam perjalanan.

5 Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. 6 Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu.

7 Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah. 8 Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu,

9 dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.”

Meditatio-Exegese

Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku

Paulus tidak mengalami kegentararan  menghadapi hukuman mati. Ia merasa bangga dan bersyukur menjadi alat Tuhan, “supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya.” (2Tim. 4:17).

Walau usahanya tidak mudah, ia menyatakan dengan penuh keyakinan, (2Tim. 4:17), “Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku.”, Dominus autem mihi astitit et confortavit me.

Ia mengenang tak hanya beberapa orang yang telah menyakiti dan menghambatnya, tetapi ia telah memaafkan mereka. Tetapi juga lebih banyak umat yang dengan tangan terbuka membuka hati dan budi untuk menerima Injil: Tessalonika, Galatia, Dalmatia, Efesus, Troas, Korintus dan Miletus.

Paulus memperhatikan dan menyebutkan orang yang setia padanya dalam Kisah Para Rasul; yang lain disebut dalam pelbagai suratnya, termasuk Lukas, yang menemaninya di penjara di Roma (2Tim 4:11). Maka, katanya, “aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka.” (1Kor. 9:22).

Ia juga mengirim Tikhikus untuk melayani umat Efesus ketika Timotius pergi meninggalkan umat untuk melayani Paulus di Roma. Pelayanan untuk merawat jiwa-jiwa harus tetap dijamin terlaksana, khususnya di saat-saat sulit.

Timotius diperintah tak hanya untuk membawa serta Markus ke Roma, tetapi juga membawa pelbagai dokumen: perkamen-perkamen dan gulungan Kitab Suci. Paulus menunjukkan semangat untuk terus belajar, baik membaca dan menulis, walaupun ia mengalami penahanan di penjara.

Pakaian luar, jubahnya yang ditinggalkan di keluarga Karpus di Troas, pun harus diambil dan dibawa ke penjara. Paulus tidak ingin menyusahkan lebih banyak orang, terutama ketika musim dingin tiba dan pakaian penghangat sangat diperlukan.

Di balik kemurahan hati dan perhatian yang diberikan pada para sahabat dekat, Paulus mengeluhkan perlakuan Demas. Demas tidak tahan menghadapi tekanan dan aniaya, sehingga ia memilih meninggalkannya, seperti Lot yang memilih daerah lembah Yordan yang subur dan banyak air sebelum Allah menghancurkan Sodom dan Gomora (Kej. 13:1-11).

Singkatnya, Paulus menunjukkan perbedaan cara sahabat-sahabatnya memperlakukan dirinya. Saat ia mengalami kesulitan dan ancaman maut karena Injil, banyak sahabatnya meninggalkannya. Tetapi Allah tetap setia menemaninya.

Tuhan menunjuk murid yang lain

Yesus tidak hanya memanggil dan mengutus dua belas murid, yang disebut Rasul. Tetapi Ia juga memanggil dan mengutus kelompok murid lain, tujuh puluh dua orang, untuk mewartakan Injil ke kota dan desa di Galilea (bdk. https://www.vatican.va/archive/bible/nova_vulgata/documents/nova-vulgata_nt_evang-lucam_lt.html#10).

Melalui tugas pengutusan ini, Yesus memulihkan nilai-nilai yang dihayati umat yang sedang menanggung dua macam tekanan perbudakan – penjajah Romawi dan agama resmi. Yesus mencoba membaharui dan menata komunitas agar mampu mewujud nyatakan nilai Perjanjian Sinai secara lebih radikal.

Inilah alasan mengapa Ia begitu menekankan agar para murid bersikap ramah pada orang asing dan peziarah, berbagi dari kekurangan, bertindak gotong royong, dan menerima mereka yang disingkirkan.

Desakan-Nya dapat ditemukan dalam nasihat yang diberikan kepada para murid sebelum mereka melaksanakan tugas pengutusan itu.

Kaum Farisi dan pengikut Yohanes Pembaptis juga berusaha menyebarluaskan pembaharuan hidup keagamaan dan kemasyarakatan pada awal abad ke-1 di Palestina. Gerakan itu juga membentuk komunitas para murid (Yoh. 1:35; Luk. 11:1; Kis. 19:3) dan mengutus para murid mereka untuk menyebarluaskan pembaharuan hidup di kalangan umat Israel (Mat. 23:15).

Namun, komunitas murid Yesus berbeda dengan kelompok-kelompok pembaharuan itu.

Mengutus berdua-dua, mendahuluiNya

Yesus mengutus para murid berdua-dua ke tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Mereka adalah utusan-Nya dan berbicara atas nama-Nya. Pengutusan berdua-dua, pertama-tama dan terutama, selalu mengacu pada aspek hukum.

Mereka menjadi pewarta dan saksi kedatangan Kerajaan Allah di kota atau daerah yang akan dikunjungi Yesus. Pewartaan dan kesaksian  selalu membutuhkan minimal dua orang saksi (Ul. 19:15).

Tetapi juga, pengutusan berdua-dua memungkinkan setiap orang saling membantu. Tugas itu juga tidak bersifat individual. Maka, tugas pengutusan selalu melibatkan aspek legal dan komunitas. 

Tugas pertama para murid adalah berdoa dan meminta Allah untuk mengutus pekerja-Nya. Semua murid bertanggung jawab atas tugas pengutusan. Tiap murid berdoa untuk memohon agar tugas pengutusan tidak terputus.

Di samping itu, tugas pengutusan bukanlah merupakan karya yang mudah. Tata nilai Kerajaan Allah selalu ditentang oleh kuasa kejahatan, yang dilambangkan sebagai serigala.

Ia bersabda (Luk 10:3), “Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.”, Ite; ecce ego mitto vos sicut agnos inter lupos.

Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam

Berbeda dengan utusan lain, para murid Yesus harus tidak membawa pundi-pundi, bekal atau kasut/sandal. Mereka hanya membawa damai. Mereka harus mengandalkan penyelenggaraan ilahi, karena Allah akan menyediakan, Deus providebit (Kej. 22:8).

Membawa damai bermakna bahwa mereka harus percaya pada orang lain. Membawa damai, pax, selalu membuat orang yang menerima pewartaan dan kesaksian mereka merasa dihormati dan dikasihi.

Dengan menjumpai banyak orang tanpa membawa pundi-pundi, bekal, dan kasut, para utusan Yesus mengecam praktik dan nilai hidup  yang disebarkan bangsa Romawi, yakni: menyingkirkan mereka yang dipandang kecil, lemah, miskin, sakit, dan difabel.

Melalui para utusan-Nya, Yesus hendak memulihkan tata nilai hidup bersama yang telah digerogoti mentalitas penyingkiran, marginalisasi.

“Janganlah memberi salam kepada siapapun selama dalam perjalanan” bermakna bahwa para utusan harus memusatkan perhatian pada tugas pokok: mewartakan dan menjadi saksi kedatangan Kerajaan-Nya, bukan memperhatikan hal yang membuat tugas utama menyimpang.

Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu

Para utusan tinggal menetap di tempat yang menerima mereka. Di tempat itu, mereka harus ambil bagian dalam hidup dan mengerjakan tugas yang dibebankan kepada mereka, seraya menjadi pewarta dan saksi. Dengan cara inilah mereka layak mendapat upah. 

Rupanya Yesus mengacu kepada cara hidup Nabi Elia, ketika ia tinggal di Sarfat, di Sidon, dan menetap di rumah janda dengan satu anak itu. Menurut sumber di luar Kitab Suci, sang nabi meminta dan mengajari janda itu menulis. Keterampilan ini kemudian menjadi penopang hidupnya.

Dengan cara saling berbagi, Yesus mempromosikan cara hidup baru sesuai dengan nilai asali Perjanjian Sinai dan Perjanjian Baru (Luk. 22:19), “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu.”, Hoc est corpus meum, quod pro vobis datur.

Cara ini tentu sangat berbeda dengan apa yang disebar luaskan Kekaisaran Romawi: budaya eksploitasi, kerakusan dan penumpukan seluruh sumber daya tanpa batas.

Para utusan Yesus hidup dengan cara membaur, merasakan suka dan duka bersama dengan orang-orang yang menyambut mereka. Santo Paulus mengalami sendiri dan bersaksi, “Bersukacitalah dengan mereka yang bersukacita, dan menangislah dengan mereka yang menangis.” (Rm. 12:15).

Mereka menikmati apa yang diberikan untuk dimakan bersama, tidak terikat hukum halal atau haram. Mereka menyatukan yang terpisah karena asal, warna kulit, ikatan kesukuan, keragaman bahasa, dan pemikiran.

Para utusan menjalin keakraban dan kebersamaan, dan, terutama, menjalin dan menghantar pada kedekatan dengan Yesus dan Bapa, yang mengutus Yesus.

Kerajaan Allah sudah dekat padamu

Tugas pengutusan para murid adalah mewatakan Yesus Kristus. Ia datang dan tinggal di antara kita, Sang Imanuel (Mat. 1:23). Ia tinggal di dalam diri setiap pria dan wanita yang menerima-Nya dengan kepercayaan dan ketaatan, sehingga Ia menjadi Raja di hati mereka.

Ia mengganti hati yang beku menjadi hati hangat; hati yang pendendam menjadi hati yang mengampuni; dan hati yang memberontak menjadi hati yang taat. Ia mau meraja di hati karena Ia mengasihi. Sabda-Nya (Luk. 10:9), “Kerajaan Allah sudah dekat padamu.”, Adpropinquavit in vos regnum Dei.

Ungkapan dalam Latin Vulgata, seharusnya dibaca: Kerajaan Allah mendekatimu. Ia mengambil prakarsa untuk mendatangi manusia, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:16).

Katekese

Yesus, Gembala yang baik, mengubah serigala menjadi domba. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444:

“Bagaimana Yesus memerintahkan para rasul yang kudus, yang tidak bercela dan ‘gembala’ untuk mencari kawanan serigala, dan dengan sengaja pergi menjumpai mereka? Bukankah itu merupakan bahaya yang nyata di depan mata?

Bukankah mereka segera menjadi mangsa empuk yang siap dilahap pada serangan pertama?  Bagaimana domba menang terhadap serigala? Bagaimana orang yang suka damai mengalahkan kegarangan binatang yang siap menyantap mangsa?

“Benar,” sabda-Nya, “karena mereka menjadikan Aku Gembala mereka: besar dan kecil, rakyat jelata dan pangeran, guru dan murid. Aku akan menyertai kamu, membantu kamu dan membebaskan kamu dari segala yang jahat.

Aku akan menjinakkan binatang buas. Aku akan mengubah serigala menjadi domba. Aku akan membuat mereka yang mengejar-kejar menjadi pembantu mereka yang dianiaya.

Aku akan membuat mereka yang bersalah menjadi pelayanKu untuk membagikan rencana dan rancangan mereka yang baik. Aku menciptakan dan meniadakan segala sesuatu; tak satu pun dapat menghentikan kehendak-Ku” (Commentary On Luke, Homily 61)

Oratio-Missio

Tuhan, semoga suka cita dan kebenaran Injil mengubah hidupku. Mampukan aku untuk menjadi saksi-Mu bagi orang yang ada di sekelilingku. Kuatkanlah aku untuk menyebarluaskan kebenaran dan belas kasih-Mu ke manapun aku pergi. Amin.

  • Apa yang perlu kulakukan untuk mewartakan Injil ke mana pun tanpa takut?

Ite; ecce ego mitto vos sicut agnos inter luposLucam 10:3

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here