Bumi Semakin Panas

0
42 views
Ilustrasi: Wilayah NTT mengalami kekeringan. (Dok. Sesawi.Net)

Jumat, 25 Oktober 2024

Ef. 4:1-6
Mzm. 24:1-2.3-4ab.5-6.
Luk. 12:54-59

MANUSIA dianugerahi kemampuan yang luar biasa oleh Sang Pencipta, yaitu kemampuan untuk menilai dan melihat tanda-tanda alam di sekitar kita.

Bukan sekadar melihat dengan mata fisik, tetapi juga dengan mata hati dan jiwa.

Setiap angin yang berhembus, setiap hujan yang turun, setiap perubahan musim, bahkan perilaku hewan dan tumbuhan di sekitar kita, semuanya menyimpan pesan yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang mau merenung dan mendekatkan diri pada pencipta alam semesta.

Namun, manusia menjadi tidak peka dan bahkan tidak mau sadar akan apa yang terjadi pada masa depan hidup mereka setelah kematian. Seoleh-olah hidup di dunia ini adalah segala-galanya dan selama-lamanya.

Kehidupan ini adalah kesempatan. Kesempatan untuk berdamai dengan Sang Penguasa hidup, sang penentu kekekalan hidup kita.

“Hari-hari ini dikeluhkan cuaca yang sangat panas di wilayah tempat tinggalku,” kata seorang sahabat.

“Semuanya hanya mengeluh, namun seakan tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasinya. Naiknya suhu di bumi ini ada kaitannya dengan kerusakan alam. Alam yang kita cintai dan jaga perlahan rusak karena keserakahan dan ketidakpedulian manusia.

Adakah usaha untuk mencintai alam ini. Karena sebenarnya, harapan tetap ada di tangan kita semua yang mau berjuang, yang sadar bahwa alam bukan hanya sumber kekayaan, tapi juga kehidupan, sahabat, dan warisan berharga bagi generasi mendatang,” ujarnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?”

Tuhan mengingatkan kita tentang kepekaan yang sering kita miliki terhadap hal-hal fisik, tetapi begitu mudah kita lalai dalam menilai makna spiritual dan moral dari zaman yang kita jalani.

Mengapa demikian? Mungkin karena menilai zaman ini, menilai keadaan hati dan spiritual, memerlukan kedalaman yang lebih dari sekadar pengamatan kasat mata.

Ia membutuhkan kejujuran dan keberanian untuk mengakui kesalahan, keterbukaan untuk mengubah diri, serta kerendahan hati untuk mendengar suara ilahi yang membisikkan kebenaran.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku peka terhadap tanda-tanda zaman yang menuntunku pada kebenaran?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here