Sabtu. Pengenangan Arwah Semua Orang Beriman (U)
- 2Mak. 12:43-46
- Mzm. 143:1-2.5-6.7ab.8ab.10
- 1Kor. 15:20-24a.25-28
- Yoh. 6:37-40
Lectio
37 Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. 38 Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.
39 Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.
40 Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”
Meditatio-Exegese
Disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah
Doa untuk orang mati dipandang baik, agar yang telah meninggal dilepaskan dari dosa mereka. Yudas Makabe percaya bahwa beberapa dari prajuritnya yang gugur membela iman belum bersatu dengan Allah. Tetapi mereka masih dapat dibantu dengan doa dari orang-orang yang masih hidup (2Mak. 12:38-45).
Sepeninggal Alexander Agung, 323 sebelum Masehi, selama 125 tahun wilayah Israel diperebutkan oleh dua wangsa berkebudayaan Yunani: Seleukid, penguasa Syria, dan Ptolemeus, penguasa Mesir. Akhirnya, 198 sebelum Masehi, wilayah ini dikuasai Antiokhus III, yang mengalahkan penguasa Mesir.
Pada awal penguasaan, Antiokhus menjamin otonomi bangsa Yahudi untuk mengatur diri sendiri, termasuk peribadatan. Tetapi, setelah kekalahan dari Romawi, ia meneruskan kewajiban Helenisasi di seluruh bidang kehidupan. Kewajiban mengikuti budaya Yunani mengancam iman dan budaya Yahudi.
Terlebih, Antiokhus IV, yang menggantikan ayahnya pada 176 sebelum Masehi, memaksa bangsa Yahudi mengabaikan Sabat dan sunat; menggelar pasukan di Bait Allah dan mendirikan altar untuk dewa Zeus; mengizinkan kurban babi; dan membuka serambi untuk bangsa bukan Yahudi.
Walau banyak orang Yahudi terpengaruh nilai budaya asing, Yunani, perlakuan yang keterlaluan justru mempersatukan umat Allah. Ketika pegawai yang berkebangsaan Yunani memaksa Imam Matatias mempersembahkan kurban untuk dewa asing, orang Yahudi membunuhnya. Dan disusul pembalasan.
Maka, pada 167 sebelum Masehi, dipimpin Matatias dan lima anaknya, bangsa Yahudi berjuang untuk kemerdekaan. Keluarga Matatias diberi gelar Makabe, yang bermakna ‘palu’ dalam bahasa Ibrani. Kelak wangsa ini lebih dikenal sebagai wangsa Hasmonean.
Tahun 164 sebelum Masehi, tentara Syria dan Antiokhus IV dikalahkan dan Yerusalem direbut kembali. Bait Allah disucikan dan hari pentahbisan kembali dikenal sebagai Hari Raya Hanukkah, Hari Raya Terang. Yesus hadir dalam perayaan ini empat bulan sebelum wafat (bdk. Yoh. 10:22)
Saat memeriksa prajurit yang gugur untuk di kuburkan di Adulam, Yudas menemukan jimat dari berhala di Yamnia. Mereka tidak suci karena mencemari diri dengan dewa asing dan dihukum dengan kematian. Maka, Yudas mengatur doa khusus bagi mereka yang gugur untuk mempertahankan Taurat.
Ia kemudian mengumpulkan dan mengirim dua ribu dirham perak ke Yerusalem untuk mempersembahkan kurban penghapus dosa bagi prajurit yang gugur. Ia mempertimbangkan kebangkitan orang mati, karena tanpa harapan itu seluruh usaha mereka dan doa untuk yang meninggal pasti sia-sia.
Melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku
Setiap penginjil mempunyai caranya masing-masing untuk menggambarkan tugas perutusan Yesus. Santo Lukas melukiskan tugas perutusan Yesus melalui perumpamaan tentang domba dan dirham yang hilang (Luk 15:1-10). Sedangkan bagi Santo Matius dan Markus, Yesus “datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mat. 9:13; Mrk. 2:17).
Santo Yohanes merumuskan bahwa Yesus “telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku.” (Yoh. 6:38).
Ia menyingkapkan bahwa Bapa berkehendak (Yoh. 6:39), “Dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.”, ut omne, quod dedit mihi, non perdam ex eo, sed resuscitem illud in novissimo die.
Sebagai Gembala yang baik, Ia menjaga kandang di waktu malam; melindungi kawanan domba dari perampok dan pencuri; membuka pintu kandang pada pada pagi dan petang; mengantar kawaanan ke padang rumput hijau dan air yang melimpah; dan mencari, menemukan serta membawa pulang yang tersesat.
Santo Yohanes mewartakan bahwa keselamatan telah terjadi melalui peristiwa inkarnasi dan kebangkitan Kristus. Puncak keselamatan terjadi pada peristiwa penyaliban, yang merupakan peninggian Yesus Kristus.
“Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:14-15). Keselamatan abadi akan mencapai kepenuhannya pada kedatangan Anak Allah yang kedua.
Yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan bangkit pada akhir zaman
Allah tidak pernah menghendaki manusia masuk dalam kekuasaan maut. Salah seorang tokoh Perjanjian Lama yang merindukan kehidupan kekal dan kebangkitan adalah Ayub.
Di tengah cobaan yang tak terperikan, Ayub tidak pernah bergeser sedikit pun dari iman kepada Allah. Ia menyerukan kerinduan akan hidup kekal.
Paus Fransiskus mengajar, “Walau seolah ditaklukkan penyakit di saat akhir hidupnya, dengan tubuh tanpa balutan daging dan hanya terbungkus kulit, serta hampir mencapai saat kematiannya, Ayub tetap pada keyakinan iman dan diungkapkannya, “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu.” (Ayb. 19:25).
Saat Ayub mengalami keterpurukan, ia mampu melihat secercah cahaya dan kehangatan yang meyakinkannya: Aku akan berjumpa dengan Penebusku. Aku akan memandang-Nya dengan mataku sendiri. “Aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan-Nya dan bukan orang lain.” (Ayb. 19:26-27).
Keyakinan iman ini, teparnya pada babak akhir hidup, merupakan harapan Kristiani. Harapan itu juga menjadi cita-cita: kita tak dapat memilikinya. Ia merupakan anugerah yang harus dimohon pada Allah: “Tuhan, anugerakanlah harapan padaku.”
Ada banyak keburukan yang mengantar kita pada keputus asaan, pada kepercayaan yang akan melenyapkan segala, dan setelah kematian tiada apa-apa lagi… Tetapi, seruan Ayub selalu bergema, “Aku tahu Penebusku hidup, dan Ia akan mengalahkan dunia… Aku akan melihat Allah, yang akan memihak kepadaku”, dengan mataku sendiri.
Pesan Santo Paulus pada kita, “Pengharapan tidak mengecewakan.” (Rm. 5:5). Harapan selalu membimbing dan memberi makna atas hidup kita. Saya tidak tahu bagaimana hidup abadi, tetapi harapan yang dianugerahkan Allah menuntun kita pada hidup, pada sukacita abadi.
Harapan adalah jangkar yang yang kita terima dari sisi yang lain. Lalu kita berusaha keras memegang kuat tali sauh agar jiwa kita selamat (bdk. Ibr. 6:18-19).
“Aku tahu Penebusku hidup dan aku akan melihat-Nya.” Mari kita daraskan di waktu kita bersuka cita dan dalam kesedihan, serta kematian. Keyakinan ini dianugerahkan Allah, karena kita tak pernah dapat berharap atas usaha kita sendiri.
Kita harus memohon harapan pada-Nya. Harapan selalu menjadi anugerah cuma-cuma dan kita tidak pernah dapat menuntutnya. Harapan diberikan. Harapan ditawarkan. Harapan selalu dianugerahkan.” (Homili, Peringatan Arwah Semua Orang Beriman, Santa Maria in Camposanto, Senin, 2 November 2020).
Daud pun, bapa leluhur Yesus, melukiskan kerinduannya akan hidup kekal melalui madah, “Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.
Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.” (Mzm. 16:9-11).
Yesus pasti memenuhi janji-Nya (Yoh. 6:40), “Setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”, ut omnis, qui videt Filium et credit in eum, habeat vitam aeternam; et resuscitabo ego eum in novissimo die.
Dua kata kunci yang digunakan dalam ayat ini: melihat dan percaya. Melihat bermakna percaya kepada Anak yang diutus oleh Bapa. Sikap iman ini menghantar orang yang percaya kepada-Nya memperoleh anugerah hidup kekal.
Bagaimana manusia dapat melihat-Nya? Ia mengijinkan tiap pribadi menyadari kehadiran-Nya dengan membaca sabda-Nya (Yoh. 14:23); ambil bagian dalam pemecahan roti, Ekaristi, “Akulah roti hidup” (Yoh. 6:35); ambil peran dalam membangun Gereja, tubuh mistik-Nya (1Kor. 12:12-31).
Santo Agustinus dari Hippo (354-430) berkata: “Aku percaya, agar aku memahami; dan aku memahami, agar aku menjadi lebih beriman”. Yesus berjanji bahwa mereka yang menerima Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamat dan percaya pada sabdaNya akan dibangkitkan untuk hidup kekal.
Katekese
Harapan yang tidak mengecewakan. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936:
“Kemudian, Tuhan kita menguatkan bahwa harapan ini pasti tidak akan mengecewakan. “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku.” (Yoh. 6:37). Inilah tujuan harapan kita: datang kepada Yesus.
Dan “barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.” (Yoh. 6:37-38). Tuhan menyambut kita di sana, di tempat jangkar itu berada.
Hidup dalam pengharapan adalah hidup seperti ini: memegang tali kuat-kuat, karena tahu bahwa ada jangkar di bawah. Dan jangkar ini tidak mengecewakan. Talinya juga tidak membuat kecewa.
Hari ini, saat kita mengenangkan saudara dan saudari kita yang telah dipanggil, selayaknya kita memandang pemakaman dan memandang langit. Dan kita mengulang kata-kata Ayub: “Aku tahu Penebusku hidup. Aku akan melihat-Nya. Mataku sendiri akan memandang-Nya, bukan yang lain.”
Inilah kekuatan yang yang dianugerahkan harapan pada kita. Inilah anugerah yang diberikan cuma-cuma, yakni keutamaan harapan. Semoga Allah menganugerahkan seluruh harapan pada kita.” (Homili, Peringatan Arwah Semua Orang Beriman, Santa Maria in Camposanto, Senin, 2 November 2020).
Oratio-Missio
Tuhan, kematian dan kebangkitan-Mu memulihkan hidup dan harapan kami. Anugerahilah kami iman yang kokoh dan harapan yang kuat, serta kasih yang terus berkobar. Perkenankanlah aku untuk melayani-Mu dengan sukacita dalam Kerajaan-Mu. Amin.
- “Saat dibaptis Imam bertanya: Apa yang saudara minta dari Gereja Allah?” Dijawab wali baptis: Hidup kekal.
- Apakah jawaban ini masih berlaku bagiku?
Haec est enim voluntas Patris mei, ut omnis, qui videt Filium et credit in eum, habeat vitam aeternam; et resuscitabo ego eum in novissimo die – Iohannem 6:40