Minggu, 24 November 2024
Dan. 7:13-14.
Mzm. 93:1ab,1c-2,5.
Why. 1:5-8.
Yoh. 8:33b-37.
SETIAP hati manusia merindukan seorang pemimpin yang baik, pemimpin yang memimpin dengan kasih, keadilan, dan kebijaksanaan sejati.
Namun banyak pemimpin yang gagal memenuhi janji-janji mereka, memilih kepentingan pribadi daripada kesejahteraan orang banyak.
Tanggal, 27 November ini, kita akan menentukan pilihan bagi gubernur dan wakilnya, bupati dan wakilnya. Peristiwa penting ini menjadi kurang diminati karena terlalu banyak kecewa dengan hasil pilkada yang telah berlalu.
Kepercayaan yang kita berikan seringkali dikhianati, dan harapan-harapan kita kepada mereka berubah menjadi kekecewaan.
Fenomena ini mengingatkan kita bahwa manusia, betapa pun besar kuasanya, tetaplah lemah dan terbatas. Banyak pemimpin yang hanya mencari kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri.
Kita bisa melihat kelemahan dalam diri para pemimpin kita yang dengan sengaja memamerkan kerasukan dan ambisi yang tidak teratur.
Banyak sekali pemimpin yang gagal memenuhi janji, yang lebih mementingkan diri sendiri daripada rakyatnya, atau ada juga yang memimpin dengan ketakutan daripada kasih.
Namun, di tengah kekecewaan itu, kita diingatkan untuk mengarahkan pandangan kita kepada Raja yang sejati Yesus Kristus.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham.
Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham.”
Hidup Abraham adalah teladan iman, ketaatan, dan hubungan yang erat dengan Allah.
Yesus menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi yang mengaku sebagai keturunan Abraham tidak memiliki sifat iman dan ketaatan seperti Abraham.
Sebaliknya, mereka menolak kebenaran yang Yesus sampaikan, bahkan ingin membunuh-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mereka adalah keturunan fisik Abraham, hati mereka jauh dari karakter dan iman Abraham.
Kita pun diingatkan bahwa menjadi anak-anak Abraham bukanlah soal garis keturunan atau status agama, tetapi soal hidup yang mencerminkan iman dan ketaatan seperti Abraham.
Ketaatan Abraham kepada Allah tampak dalam tindakan nyata. Dia bersedia mengorbankan anaknya, Ishak, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah.
Kita dipanggil untuk menaati Allah dalam segala perintah-Nya, bahkan ketika itu sulit atau bertentangan dengan keinginan kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku sedang menantikan Yesus sebagai Raja yang sejati dalam hidupku?