Jumat. Minggu Adven III, Hari Biasa (U)
- Yes. 7:10-14
- Mzm. 24:1-2.3-4ab.5-6
- Luk. 1:26-38
Lectio
26 Dalam bulan yang keenam malaikat Gabriel disuruh Allah pergi ke kota Nazaret di Galilea, 27 kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. 28 Ketika datang kepada Maria, malaikat itu berkata, “Salam, hai Engkau yang dikaruniai. Tuhan menyertai engkau.”
29 Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apa maksud salam itu. 30 Kata malaikat itu kepadanya, “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh anugerah di hadapan Allah. 31 Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan engkau harus menamai Dia Yesus.
32 Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Tuhan Allah akan memberikan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, 33 dan Ia akan memerintah atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” 34 Kata Maria kepada malaikat itu, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum pernah berhubungan dengan laki-laki?”
35 Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau. Anak yang dilahirkan itu kudus dan akan disebut Anak Allah. 36 Lihat, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.
37 Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” 38 Kata Maria, “Aku ini adalah hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.
Meditatio-Exegese
Perempuan muda itu mengandung dan melahirkan anak laki-laki, serta menamainya Imanuel
Allah tetap setia dan selalu membaharui janji akan Sang Juruselamat melalui wangsa Daud. Ia membaharui janji itu pada Raja Ahas, yang berkuasa di Yudea 741-725.
Walau raja Yehuda itu melakukan kejahatan di hadapan-nya, kesetiaan-Nya tidak luntur. Ia tetap membaharui janji yang diucapkan-Nya melalui Nabi Yesaya.
Ahas, keturunan Raja Daud, menjadi raja ke 12 dari kerajaan Yehuda di selatan. Saat itu Yehuda dijepit oleh bangsa Siria yang berkoalisi dengan Israel, kerajaan utara, melawan Asyur. Sang raja, yang kehilangan harapan, meninggalkan nasihat sang nabi untuk kembali kepada Yahwe.
Ia bahkan rela mengorbankan anak perempuannya untuk menjadi korban bakaran bagi Dewa Molokh, dewa bangsa Asyur. Ia juga menggunakan uang persembahan di Bait Suci untuk menyuap raja Asyur, Tiglatpileser III, agar membantunya.
Di tengah krisis iman inilah Allah hadir. Ia tak akan meninggalkannya dan seluruh umat.
Sayang, Ahas menolak permintaan Allah akan suatu tanda bahwa Ia tetap setia pada umat-Nya. Tetapi, ditengah krisis itu, Nabi Yesaya tidak pernah kehilangan harapan akan terpenuhinya janji Allah.
Pada Ahas, Allah berjanji (Yes. 7:14), “Sesungguhnya, perempuan muda itu mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, serta menamainya Imanuel.”, Ecce, virgo concipiet et pariet filium et vocabit nomen eius Emmanuel.
Apa yang dirasakan Nabi Yesaya digemakan oleh Santo Paulus bahwa Allah tetap setia dan pasti memenuhi janji-Nya, “sekalipun tidak ada dasar untuk berharap.” (Rm. 4:18).
Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi kepada seorang perawan
Kisah kunjungan malaikat Allah kepada Ibu Maria mengingatkan pada kunjungan-Nya kepada beberapa perempuan di masa lampau. Ia mengunjungi Sara, istri Abraham, dan berjanji bahwa ia akan mengandung anak laki-laki pada tahun berikut; namun ditanggapi dengan keraguan (Kej. 18:9-15).
Allah juga mengingat permohonan Hanna akan seorang anak, yang kelak diberi nama Samuel, ‘aku telah memintanya dari Allah’ (1Sam. 9-20). Isteri Manoah, yang mandul itu, akhirnya memiliki anak laki-laki gagah perkasa, Samson, yang kelak membebaskan bangsanya dari cengkeraman bangsa Filistin (Hak. 13:2-5). Kepada masing-masing anak, Allah menyingkapkan tugas perutusan yang harus mereka emban.
Kisah panggilan Ibu Maria diawali dengan ungkapan ‘dalam bulan yang keenam’. Ungkapan itu tidak hanya mengacu kabar sukacita untuk Zakharia. Tetapi juga dalam penanggalan Yahudi, sama dengan bulan ketiga atau Maret dalam penanggalan Yulius Caesar.
Inilah latar belakang kisah panggilan Maria. Elisabet mengawali (Luk. 1:26) dan mengakhir kisah Ibu Maria (Luk. 1:36).
Tuhan menyertai engkau
Allah selalu bersabda, “Aku menyertai engaku atau Tuhan menyertai engkau.” pada orang-orang yang dipanggil-Nya untuk melaksanakan tugas pengutusan sesuai dengan rencana-Nya. Pada Musa, ia bersabda, “Bukankah Aku akan menyertai engkau?” (Kel. 3:12).
Kepada Nabi Yeremia, Ia bersabda, “Aku menyertai engkau.” (Yer. 1:8). Kepada Gideon, malaikat Allah berkata, “Tuhan menyertai engkau.” (Hak. 6:12). Demikian juga Ia bersabda dengan ungkapan yang sama untuk mereka yang dipanggil dan diutus-Nya.
Kata malaikat itu, “Jangan takut.” (Luk 1:30), sama seperti ketika ia menyapa Zakharia. Malaikat Gabriel menguatkan hati Ibu Maria dengan cara mengingatkan akan janji Allah yang harus digenapi-Nya.
Sebagai orang beriman dan anak turun Raja Daud, ia pasti sadar akan sejarah keluarganya (mis. 2 Sam 7:12.13.16; Yes 9:6). Allah berjanji, “Sesungguhnya, perempuan muda itu mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, serta menamainya Imanuel.” (Yes 7:14).
Sadar akan janji Allah, Ibu Maria bersedia menjadi Ibu Tuhan. Kesadaran iman ini membuatnya tidak takut.
Roh Kudus dan kuasa Allah Yang Mahatinggi
Malaikat Gabriel mengingatkan bahwa Roh Kudus, yang hadir sejak Penciptaan (Kej 1, 2), membantu memahami yang mustahil menjadi mungkin. “Sebab bagi Allah tidak ada hal yang mustahil.” (Luk. 1:37; Kej. 18:14).
Inilah sebab Ia diberi nama Yesus dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Ketika Sabda Allah diterima oleh kaum miskin, anawim, yang selalu bergantung pada-Nya, segala hal yang baru terjadi.
“Lihat, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.” (Luk. 1:36).
Allah Yang Mahatinggi menaungi siapa saja yang melaksanakan tugas pengutusan-Nya, seperti dilakukanNya ketika Ia membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir. Tuhan berjalan di depan mereka dan pada malam hari tiang api menaungi mereka (Kel. 13:21-22).
Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan
Maria menempatkan diri sebagai hamba Tuhan. Ia harus melakukan tugas pengutusan yang diembannya untuk keselamatan seluruh manusia (bdk. Yes. 42:1-9; 49:3-6).
Kelak, Yesus menegaskan tugas perutusan-Nya, “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan banyak orang.” (Mat. 20:28).
Yesus pasti belajar dari Sang Ibu (Luk. 1:38), “Aku ini adalah hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”, Ecce ancilla Domini, fiat mihi secundum verbum tuum.
Katekese
Yesus Anak Allah dan Anak Maria. Beato Bede, 672-735:
“Dengan cermat kita harus mencatat perintah yang terkandung dalam sabda ini, dan semakin dalam menggoreskan di dalam hati kita, semakin nyata bahwa seluruh penebusan kita terkandung dalam sabda-sabda-Nya.
Karena sabda-Nya mewartakan dengan kejernihan sempurna bahwa Tuhan Yesus, yakni, Juruselamat kita, adalah benar-benar Anak Allah Bapa dan dan Anak dari seorang ibu yang benar-benar manusia.
Kata malaikat itu, “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki” – mengakui bahwa manusia sejati ini mengandung darah daging yang berasal dari Sang Dara.
“Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi” – mengakui juga bahwa Anak yang sama adalah benar-benar Allah dari Allah yang benar, Anak dan Bapa bersama-sama selalu abadi.” (Homilies On The Gospels 1.3.22)
Oratio-Missio
Tuhan, Engkau menawarkan rahmat, belas kasih dan pengampunan yang melimpah melalui Yesus Kristus, Putera-Mu. Bantulah aku untuk menghayati hidup yang penuh rahmat seperti Ibu Maria, dan percaya kepada-Mu yang selalu setia. Amin.
- Apa yang perlu kulakukan untuk menjadi hamba Tuhan?
Ecce ancilla Domini, fiat mihi secundum verbum tuum – Lucam 1:38